Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Kencangkan Ikat Pinggang

20 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMUA kementerian dan lembaga pemerintah sibuk memotong anggarannya. Presiden Joko Widodo ingin anggaran belanja dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 dikurangi Rp 50 triliun. Rancangan Undang-Undang APBN-P ini akan disahkan pada akhir Juli mendatang.

Urusan pemangkasan anggaran pernah dilakukan Presiden Soeharto untuk RAPBN 1984-1985. Pada edisi 14 Januari 1984, Tempo menulis berita tersebut dengan judul "Kencangkan Ikat Pinggang, Perkuat..". Judul itu dicuplik dari pidato Presiden Soeharto yang mengantar Nota Keuangan dan RAPBN di Dewan Perwakilan Rakyat pada 9 Januari 1984.

Soeharto menganjurkan rakyat agar prihatin dan mengeratkan ikat pinggang karena permintaan minyak di pasar internasional melemah. Walhasil, untuk RAPBN 1984-1985, ancar-ancar penerimaan dari komoditas strategis tadi hanya bertambah 12,6 persen.

Pemerintah kemudian berusaha meningkatkan penerimaan di luar minyak dan gas alam cair. Langkah pertama, memperbarui ketentuan perpajakan. Pada tahun anggaran setelah 1984-1985, penerimaan diharapkan naik 16,7 persen, dari Rp 4,9 triliun menjadi Rp 5,7 triliun.

Selama Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) IV, yang tahun pertamanya dimulai pada 1984-1985, penerimaan sektor nonmigas diharapkan naik secara berangsur-angsur mencapai 45 persen dari seluruh penerimaan dalam negeri pada 1988-1989.

Di sisi lain, beban yang dihadapi pemerintah cukup berat. Angka pertumbuhan rata-rata 5 persen setahun harus dicapai untuk menciptakan lapangan kerja bagi 9 juta orang. Selama itu pula laju pertumbuhan penduduk perlu ditekan dengan rata-rata 2 persen jika ingin meraih kenaikan produksi nasional nyata per jiwa sekitar 3 persen setahun.

Untuk meraih pertumbuhan sebesar itu, kata Soeharto, pertumbuhan sektor industri perlu diusahakan agar berlangsung lebih cepat daripada sektor pertanian. Diharapkan, dalam jangka lima tahun tadi, sektor industri akan tumbuh rata-rata 9,5 persen, sedangkan sektor pertanian sekitar 3 persen setahun.

Tapi, memasuki tahun pertama Repelita IV ini, penerimaan pemerintah tidak lagi segemilang Pelita III. Bahkan, pada akhir Pelita III, pemerintah terpaksa melakukan serentetan tindakan moneter dan pengetatan anggaran. Rencana pemerintah melakukan swasembada bahan baku untuk kepentingan industri hilir juga belum bisa dilakukan. Sejumlah industri hulu, seperti Proyek Aromatik di Palembang, untuk menghasilkan bahan baku bagi industri tekstil, terpaksa dijadwalkan kembali. Penjadwalan proyek-proyek yang banyak memakan devisa itu terpaksa dilakukan untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan.

Kalau tindakan itu tak dilakukan, kata Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri dan Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana, defisit transaksi berjalan pada 1983-1984 akan mencapai US$ 11 miliar, jauh di atas perkiraan yang US$ 6,2 miliar.

Sejumlah kenyataan suram pada tahun itu membuat pemerintah lebih ketat menyisihkan rupiah untuk anggaran pembangunan. Pada tahun anggaran mendatang, pemerintah tampaknya "masuk lubang perlindungan" dulu, bersikap hati-hati, dalam menyongsong awal kebangkitan ekonomi di Amerika Serikat.

Tanda-tanda itu bisa dilihat dari mengecilnya pembiayaan rupiah, yang hanya dianggarkan Rp 6 triliun, sedangkan pada tahun berjalan ini Rp 6,5 triliun.

Pemerintah memang harus lebih awas dalam mempersiapkan RAPBN tahun-tahun berikutnya. Sebab, setelah 1985, pembayaran kembali utang luar negeri akan mulai terasa berat. Bisa dipastikan pemerintah dalam Repelita IV tetap melanjutkan falsafah anggaran berimbang.

Sejak 15 tahun silam, awal mulai Pelita I, pemerintah paling khawatir terhadap inflasi. Kekhawatiran itu pula yang akan banyak terdengar selama tingkatnya masih di atas 10 persen setahun. Tampaknya, untuk waktu yang cukup lama, ekonomi Indonesia masih harus hidup di dalam lubang perlindungan, menunggu bangunnya ekonomi di negara-negara industri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus