Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Kontroversi Poligami

29 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDE Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan untuk mencabut PP No. 10 Tahun 1983, yang antara lain berisi larangan kawin lagi bagi PNS kecuali kalau ia mendapat izin dari istri pertama, banyak mengundang pandangan pro-kontra di masyarakat. Menurut Menteri, poligami di satu sisi akan berdampak munculnya kekerasan terhadap perempuan. Tapi, di sisi lain, melarang laki-laki kawin dengan lebih dari satu istri berarti membuat perempuan menderita. Sebab, kawin di bawah tangan justru akan lebih membuat posisi perempuan sekadar sebagai subordinat, karena ia tidak mempunyai hak secara yuridis. Di pihak lain, kalangan feminis dan LSM-LSM wanita jelas-jelas menolak pencabutan PP No. 10 ini, seperti yang diungkap Dra. Inne Soekaryo selaku Ketua Umum Kowani. Menurut dia, ada PP No. 10 saja pegawai negeri masih menyeleweng, apalagi kalau peraturan pemerintah itu dicabut. Bahkan ada yang mengatakan bahwa semangat poligami seperti yang disebutkan dalam Alquran 4:3 berbeda situasi dan kondisinya dengan saat ini, sehingga tidak layak diterapkan. Pro-kontra tentang poligami ini tak akan lepas dari masih banyaknya kalangan yang terpengaruh opini Barat bahwa poligami yang diajarkan oleh Islam tidak bermoral, ataupun yang terpengaruh ide-ide lainnya yang memojokkan Islam dengan poligami ini. Di sisi lain, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami Islam sebagai dien dan agama yang syamil secara mendalam dan terperinci sampai ke hukum-hukumnya. Islam memandang poligami, yang terdapat dalam QS: 4:3 ini, sebagai sesuatu yang mubah/boleh. Berarti itu seperti yang diungkap oleh Al-Baghawi dalam Nailul Author jilid 6 bahwa makna kalimat matsna/dua, tsulats/tiga, dan ruba’/empat adalah merupakan perubahan bentuk dari kalimat itsnaini/dua, tsalats/tiga, dan arba’/empat. Adapun huruf ”wau” dalam ayat ini berfungsi sebagai takhyir, yang berarti memilih. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa makna dalam ayat ini adalah adanya kebolehan bagi manusia untuk memilih apakah akan melakukan poligami atau tidak. Ayat ini diperkuat oleh hadis-hadis dari Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah serta H.R. Daraquthni tentang kemubahan poligami dengan batasan maksimum 4. Apalagi batasan dan kemubahan poligami ini telah menjadi ijma-nya jumhur ulama Islam. Tetapi, ada hal lain yang perlu kita cermati lebih lanjut dari QS: 4:3 ini supaya kita tidak sepenggal-sepenggal dalam memahami makna suatu ayat. Lanjutan dari ayat ini ialah bahwa dalam berpoligami, seseorang diwajibkan berlaku adil. Ini berarti Islam membolehkan poligami dan wajib berbuat adil jika telah berpoligami. Adil di sini bukanlah syarat, melainkan tuntutan yang wajib dipenuhi. Makna adil dalam ayat ini seperti yang diungkap dalam Tafsir Ibnu Katsier jilid 2, yaitu adil dalam perlakuan mengenai pelayanan, pakaian, tempat, atau hal-hal selain mahabbah (kecintaan) dan jima’ (kecenderungan syahwat). (Hadis Rasul dari Aisyah.) Dan biasanya hukum-hukum Islam mempunyai hikmah di balik penerapan aturan tersebut. Kita sebagai seorang muslim haruslah yakin bahwa setiap hukum syara’ pasti mengandung maslahat, karena hal itulah yang dijanjikan oleh Allah swt. Dan salah satu hikmah poligami ini adalah jaminan atau solusi agar tercipta sebuah masyarakat yang terhindar dari dekadensi moral akibat lebih banyaknya kaum wanita dibanding laki-laki. Solusi yang diberikan Islam itu sangatlah berbeda dengan yang disodorkan masyarakat Barat. Barat, yang menjelek-jelekan Islam tentang poligami ini dan bertahan pada budaya monogaminya, ternyata tetap membudayakan kumpul kebo tanpa nikah, melegalisasi pelacuran, melembagakan pergundikan, melegalkan homoseksualisme dan lesbianisme, menghalalkan istri orang untuk sekadar diajak berdansa, berwisata, jalan-jalan, bahkan lebih dari itu. Jadi, sebenarnya siapakah yang tidak bermoral? LINA H. Margacinta, Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus