SAYA berterima kasih atas tanggapan Saudara Zakwan Syah terhadap kolom saya, Jalan Skotlandia buat Aceh. Jika Aceh memang ingin membanting setir seperti yang saya usulkan, apakah pemerintah pusat siap dan ingin membantu Aceh? Terus terang, karena saya sudah cukup lama berada di Amerika Serikat, saya tidak mengerti betul apa yang menjadi kehendak pemerintah pusat.
Tapi, dari beberapa kabar yang saya dengar, kesungguhan Jakarta untuk membantu daerah memang semakin besar. Hal ini misalnya bisa kita lihat dengan Undang-Undang Pemerintah No. 22/1999. Dengan undang-undang ini, warga Aceh sebenarnya sudah bisa memiliki ruang yang cukup memadai untuk membangun daerahnya sendiri. Tentu saja, dalam melakukan hal itu, Aceh tidak selalu harus menunggu dan mengharapkan bantuan dari Jakarta. Pembangunan yang berhasil hanya terjadi jika warga sendiri yang aktif, kreatif, dan bekerja sungguh-sungguh.
Angka 70 persen hasil pembagian uang minyak dan gas yang saya singgung sebenarnya sebuah angka hipotesis. Untuk mendapatkan angka pembagian sebenarnya, Pemerintah Daerah Aceh dan pemerintah pusat masih harus berunding. Setahu saya, perundingan ini tidak kunjung bisa dilakukan karena di Aceh suasananya masih belum memungkinkan (perang lokal masih terjadi terus).
Bagi saya, tidak penting betul sebenarnya jumlah absolut yang berhasil Aceh dapatkan dari uang minyak. Minyak bisa menjadi sumber pembangunan, tapi juga bisa seperti opium yang membunuh kreativitas. Nigeria dan Venezuela kaya dengan minyak. Tapi, apakah mereka berhasil membangun negeri mereka? Hong Kong, Jepang, Korea Selatan tidak memiliki apa pun, tetapi mereka sukses besar. Tetangga Aceh sendiri, yaitu Singapura, hanya memiliki modal manusia dan kepemimpinan yang baik. Namun, Negeri Singa ini sekarang menjadi salah satu negeri paling sejahtera dan tertib di dunia. Hebatnya lagi, semua itu dicapai hanya dalam waktu tiga dasawarsa (Inggris butuh 150 tahun, Amerika Serikat 100 tahun).
Apakah itu semua tidak bisa menjadi aspirasi buat Aceh? Orang Aceh sangat tangguh dan memiliki begitu banyak energi perlawanan. Kalau saja energi ini dialihkan untuk membangun Aceh, saya tidak heran jika 20 tahun kemudian Serambi Mekah akan sukses besar dan menjadi salah satu model pertumbuhan wilayah Asia yang pesat. Mahasiswa-mahasiswa Aceh tidak hanya akan bersaing dalam dunia ilmu pengetahuan di Jakarta, tetapi juga di New York, Tokyo, dan London.
RIZAL MALLARANGENG
Ohio State University
AS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini