Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Likuidasi Bank, Pikirkan Nasib Pekerja

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUNTUTAN karyawan terlikuidasi memperoleh pesangon sebesar 10 kali PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) cukup masuk akal dan wajar, mengingat krisis ekonomi saat ini dan sebagian besar mereka adalah pegawai tetap. Karena itu, pemerintah sepatutnya mempertimbangkan dengan adil. Siapa yang ingin di-PHK di tengah krisis seperti ini?

Jika pemilik bank dan pemerintah bersikeras hanya memberikan dua kali gaji seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/1996—yang juga akan diterapkan pada pekerja bank yang ter-PHK akibat keputusan likuidasi bank oleh Pemerintah RI tanggal 13 Maret 1999— sepatutnya peraturan menteri itulah yang direvisi. Sebab, itu tidak lagi mencerminkan keadilan, tapi justru merendahkan martabat kaum pekerja Indonesia, termasuk pegawai tetap di bank-bank yang dilikuidasi. Bandingkan dengan golden hand shaking sewaktu pemutusan hubungan kerja "halus" pegawai bank sentral beberapa tahun lalu dan rencana serupa di empat bank BUMN yang kini dalam proses menjadi Bank Mandiri. Perbedaan mencolok itu adalah ketidakadilan ciptaan manusia negeri kita yang menjadi sumber dari konflik sosial ekonomi yang tak kunjung usai.

Bayangkan, bagaimana susahnya seseorang merintis karir di suatu bank, lalu secara mendadak diberangus karena banknya dilikuidasi paksa oleh keputusan pemerintah. Jadi, sangat masuk akal, beralasan kuat, dan obyektif jika mereka menuntut pesangon 10 kali PMTK. Suatu jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan kehilangan kesempatan bekerja tetap serta prospek karir di bank yang dibekukan.

Kondisi itu seharusnya menjadi perhatian kaum pekerja Indonesia, para aktivis perburuhan, para anggota DPR-RI, dan juga para ketua partai-partai baru. Idealnya, para aktivis partai baru terutama yang reformis tidak sekadar berjuang untuk memenangkan partainya pada pemilu mendatang, tapi menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib kaum yang lemah. Kaum pekerja yang ter-PHK dan keluarganya—karena likuidasi bank—membutuhkan dukungan dan advokasi untuk memperjuangkan tuntutan pesangon yang memadai.

Sebab, jangankan hanya dua kali PMTK, dengan pesangon 10 kali PMTK pun, hampir seluruh karyawan bank likuidasi tersebut akan memilih tetap bekerja di banknya masing-masing. Dengan kata lain, besarnya pesangon yang dituntut tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan atas hilangnya posisi bekerja dan prospek karir mereka.

Sebagai sumbang saran kepada kaum pekerja 38 bank yang terlikuidasi, demonstrasi menuntut pesangon 10 kali PMTK tersebut hendaknya jangan hanya ditujukkan kepada direksi atau pemilik bank, tapi juga kepada pemerintah c.q. Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Jika tidak dipedulikan, ajukan tuntutan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Ketua DPR-RI, serta beri tahu IMF dan Bank Dunia secara tertulis agar lembaga tersebut menyadari bahwa likuidasi bank terbukti menambah runyam.

SUNARTO SUKMA ALAM, M.B.A.
Jalan Karah Agung No.28
Surabaya 60232

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum