Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tetapi, kenapa bernama Koran Tempo? Seorang penulis kolom yang sengaja kami undang dan kami mintai pendapatnya berkomentar begini: Sepertinya tak ada nama lain. Kenapa mesti bernama Tempo? Pertanyaan itu kami jawab dengan jenaka: Ya, kami kok kehabisan nama, ya? Untuk urusan media massa, kami tahunya hanya satu nama: Tempo.
Sungguh, kami tidak mengada-ada. Obsesi kami punya koran bukan baru sebulan lalu atau setahun lalu. Sudah lama sekali kami ingin menerbitkan koran, jauh sebelum Majalah TEMPO kena bredel pada tahun 1994. Kami ingin mengembangkan dua gaya penulisan, gaya feature untuk majalah dan piramida terbalik untuk koran. Meski dalam koran feature tidak harus diharamkan, bagaimana mungkin menulis berita dengan teknik klasikpiramida terbalikdi majalah? Apalagi, maja- lah tak bisa menampung fiksi, misalnya cerpen, cerita bersambung, puisisesuatu yang juga kami gemari sejak dulu.
Begitulah awalnya kami kebelet betul ingin menerbitkan koran yang bersanding dengan majalah ini. Sayang, niat itu selalu terbentur pada perizinan. Kini, setelah Orde Baru pamit dari panggung kekuasaan dan izin terbuka lebar alias tak perlu ada, obsesi kami terlampiaskan. Maka, lahirlah Koran Tempo, dan kami meluncurkannya bersamaan dengan resepsi hari ulang tahun ke-30 Majalah TEMPO, Ahad kemarin. Mulai pekan ini, Koran Tempo sudah berada di pasaran. Kami mohon doa restu pembaca, semoga anak kami ini tumbuh sehat di tengah-tengah republik yang lagi sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo