Membaca tulisan Krisna Wijaya (TEMPO, 23 April, Kolom) tentang bankir Ndoro Tuan membuat saya mengutak-atik apa yang pernah saya dengar dari kawan-kawan dan saya baca di media massa. Hasil analisa saya, ternyata, gaya manajemen ndoro tuan tak hanya di bank pemerintah, tapi di hampir semua BUMN. Bukan jajaran direksilah yang mempunyai kekuasaan tertinggi, tapi beliau-beliau yang di departemen. Maaf, ini bukan tuduhan, lo. Soalnya, saya tak punya bukti, saksi, dan sebagainya. Kalau dipikir-pikir, budaya penjajahan dan feodalisme memang masih melekat erat pada bangsa ini meski sudah hampir setengah abad merdeka. Soalnya, gaya ndoro tuan itu memang berakar dari sana. Jadi, untuk menghilangkan gaya ini, mungkin masih dibutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Sebab, kelihatannya, yang di atas menikmati gaya ini, sementara yang di bawah masih banyak yang ingin melestarikannya mengingat bila mereka nanti berada di sana, alangkah nikmatnya disanjung, ditakuti, dan dituruti. Saya setuju dengan Krisna bahwa manajemen ndoro tuan ini, insya Allah, bisa dihilangkan bila masyarakat memang menghendaki.NY. DEWI MARIATIDesa Rengas, Ciputat Tangerang, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini