Mencari penyebab kematian massal Si Bungkuk di Sidoarjo (TEMPO, 12 Maret, Lingkungan) memang cukup sulit. Soalnya, ada beberapa faktor yang mungkin berperan tunggal atau kombinasi, yang menyebabkan kasus kematian massal itu terjadi. Saya mencoba memberikan "obat pusing" kepada Pemda Kabupaten Sidoarjo. Mudah-mudahan mujarab. 1. Kematian udang akibat penyakit (bakteri atau virus) memang sering terjadi. Biasanya berskala cukup luas, karena mudah tersebar melalui saluran air. Namun, bakteri atau virus umumnya menyerang jaringan atau organ dalam tubuh udang, sedangkan yang terjadi adalah tubuh udang yang mati berwarna merah, sungut dan buntut rusak, dan bola mata pecah. Rasanya, cukup "janggal" kalau kematian massal ini disebabkan oleh penyakit. Apalagi kalau melihat sifat buntut dan sungut yang relatif "keras", dengan struktur kimia yang berbeda dengan organ atau jaringan. Kendati begitu, tak ada salahnya memeriksa macam bakteri atau virus dan tingkat serangannya pada udang yang mati. Itu diambil dari tambak yang berbeda degan gejala kematian yang sama, tentunya. 2. Sifat fisik dan kimia tanah satu tempat berbeda dengan tempat yang lain meskipun itu cuma sejarak lemparan batu. Pun responsnya terhadap masukan unsur hara berbeda. Andaikan sifat tanah yang menyebabkan kematian udang, itu paling tidak terjadi pada beberapa petak tambak saja. Jadi, sangat tidak mungkin kematian udang itu terjadi sampai seluas 9.000 ha. Mengenai proses pengeringan tambak, yang di-"uapkan" (istilah TEMPO) adalah S dan N (bukan natrium). Gejala berlebihannya unsur P bukanlah air yang berkilau di malam hari, dan tak akan meracuni udang secara langsung, karena tingkah laku P dalam tambak tidaklah sesederhana demikian. Tingkah laku P, fixation-release maupun adsorption-desorption, tidaklah dipengaruhi oleh lebih kurangnya kadar oksigen, tapi lebih utama dipengaruhi oleh perubahan pH. 3. Dengan demikian, saya lebih condong menduga bahwa kematian massal udang dengan gejala seperti dikemukakan di atas, disebabkan oleh penggunaan air tawar yang tak layak pakai lagi buat budi daya udang tercemar berat oleh limbah industri. Mungkin saja, karena BOD dan COD air suplai tinggi, udang jadi kehabisan napas dengan gejala kematian tubuh memerah dan mata pecah. Faktor oksigen akan lebih jelas bila petani mengukur kadar dissolved oxygen di tambak. Tapi ini tak dapat menjelaskan buntut dan sungut yang rusak. Jadi, penyebabnya apa? Sayang, penelitian saya belum selesai. Tapi, menurut saya, tindakan Pemda Sidoarjo untuk menguber pihak pabrik yang mencemari sungai adalah tepat.KUKUH NIRMALAFish. Environ. Sci Lab., Dept. of Fisheries, Fac. ofAgriculture Kyushu University Hakozaki 6-10-1, Higashi-ku Fukuoka-shi 812, Japan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini