Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Megap-Megap di Dalam Riak

Publik sulit menolerir kenaikan harga bahan bakar minyak. Tapi yang lebih mereka khawatirkan adalah efek dominonya.

20 Januari 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi massa merebak ketika harga bahan bakar minyak (BBM) akhirnya dinaik-kan pemerintah Rabu pekan lalu. Di Makassar, puluhan ban bekas dibakar mahasiswa di depan kampus Institut Agama Islam Negeri Alauddin. Tak hanya mengkritik kebijakan pemerintah itu, sebagian massa juga meminta Presiden Megawati mundur. Di Surabaya, selain memenuhi jalan-jalan, para demonstran menyandera sebuah pom bensin karena menaikkan harga di luar ketentuan. Memang, tak sampai seriuh demonstrasi menurunkan Soeharto. Tapi, dalam parau suara mahasiswa yang berteriak, tersimpan kekecewaan yang dalam. Sejatinya, kenaikan harga BBM sudah tak bisa dihindari lagi. Dalam kondisi keuangan negara yang kian tipis, subsidi bahan bakar sulit dipertahankan. Dana Moneter Internasional (IMF), lembaga pemberi donor kepada Indonesia, dalam berbagai versi rekomendasinya telah meminta pengurangan dan penghapusan subsidi bahan bakar ini. Tapi setiap kebijakan punya konsekuensi. Demonstrasi menentang pemerintah pekan lalu hanya sebagian di antaranya. Bagi publik—seperti tecermin dalam jajak pendapat ini—kenaikan harga minyak hingga 22 persen memang bermasalah. Mereka bisa menolerir kenaikan maksimal 10 persen. Lebih dari itu, mereka menjerit. Soal lain adalah efek domino dari kenaikan tersebut. Selain membubungnya harga barang, kelangkaan bahan bakar sebelum dan setelah kenaikan dirasakan telah menyempitkan hidup publik yang sudah mepet. Ketika minyak tanah menghilang dari pasar beberapa pekan lalu, di beberapa tempat penduduk mesti antre hingga delapan jam untuk memperoleh minyak. Sebelumnya, Jakarta pernah "kacau" karena mendadak solar menghilang dari depot-depot penjualan. Konsekuensi kenaikan harga minyak inilah yang tampaknya kurang diantisipasi pemerintah. Penimbunan bahan bakar menjelang kenaikan harga tidak secara serius ditindak. Ada memang beberapa operasi polisi menangkap para penimbun, tapi tak pernah ada langkah sistematis untuk membuat penimbunan bahan bakar lenyap sama sekali. Di Makassar, sejumlah mahasiswa yang berdemonstrasi malah mencurigai polisi terlibat dalam penimbunan karena melepas seorang tersangka. Dengan fakta ini, kenaikan bahan bakar minyak membuat publik dua kali terimpit. Satu, oleh kenaikan harga itu sendiri, kedua oleh membubungnya harga barang kebutuhan lain. Buat pemerintah ini adalah kebijakan yang moderat. Jika harga BBM dinaikkan lebih mahal, pemerintahan Megawati bakal kehilangan popularitasnya. Situasi jadi serba salah. Dalam usia krisis Indonesia yang hampir empat tahun, gejolak akibat kenaikan harga bahan bakar mungkin hanya riak kecil di tengah gelombang persoalan lain yang lebih besar, mulai dari utang luar negeri hingga kelangkaan pangan. Tapi dalam riak itulah publik kini hidup megap-megap.

Arif Zulkifli


Dalam kehidupan sehari-hari, apakah Anda membutuhkan jenis BBM berikut ini?
Jenis BBMYaTidak
Minyak tanah77,73%22,27%
Gas54,88%45,12%
Bensin47,66%52,34%
Solar12,11%87,89%
Selama ini, apakah Anda dan/atau keluarga pernah mengalami kelangkaan bahan bakar tersebut? (Sulit mendapatkan BBM)
Jenis BBMYaTidak
Minyak tanah55,78%44,22%
Gas20,28%79,72%
Bensin41,80%58,20%
Solar66,13%33,87%
 
Bagi yang pernah mengalami kelangkaan BBM, apakah hal itu mengganggu Anda?
Jenis BBMSangat
mengganggu
Agak
mengganggu
Tidak
sama sekali
Minyak tanah84,68%13,96%1,35%
Gas73,68%73,68%24,56%
Bensin83,33%16,67%0%
Solar87,80%12,20%0%
 

Ketika BBM langka, apa yang Anda lakukan? (Bagi yang belum pernah mengalami kelangkaan BBM, jika Anda mengalaminya, apa yang Anda akan lakukan)*
Memaksakan diri membeli meski harus antre berjam-jam.44,92%
Mengganti dengan BBM lain yang ada/lebih murah (misalnya gas untuk masak diganti minyak tanah, mobil berbahan bakar solar diganti bensin.)41,21%
Menyetop kegiatan yang membutuhkan bahan bakar tersebut  (berhenti memasak, mengganti mobil pribadi dengan mobil umum, dan lain-lain.)27,15%
Pinjam dari kawan/tetangga.12,30%
Hemat pemakaian1,37%
Menyetok BBM tersebut terlebih dahulu1,37%
 
Sebelum terjadi kenaikan harga, apakah harga BBM masih wajar dan terjangkau?
Ya61,91%
Tidak38,09%
 
Jika harus naik, berapa persen harga yang Anda anggap wajar?
5-10%95,31%
11-20%4,10%
21-30%0,59%
Di atas 30%0%
 

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Data dikumpulkan dari 512 responden di lima wilayah DKI pada tanggal 12-16 Januari 2002. Dengan menggunakan ukuran sampel tersebut, estimasi terhadap nilai parameter mempunyai margin error 5 persen. Survei dilakukan dengan metode multisampel acak bertingkat, dengan unit analisis kelurahan dan rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tatap muka dan melalui telepon.

    Independent Market Research
    Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus