Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadwi Soendjojo*
Seorang kartografer memiliki telunjuk untuk sebuah kota. Telunjuk itu digambarkan dalam sebuah peta. Pada dasarnya seorang kartograferseseorang yang profesinya sebagai pembuat dan atau desainer petadapat membuat atau menerbitkan suatu peta lain yang sama dengan peta yang sudah pernah diterbitkan oleh orang lain, dengan catatan memberikan informasi mengenai sumber data yang digunakan sebagai peta dasar acuan. Saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang pemetaan yang mengatur ihwal pembuatan suatu peta, sehingga sangat sulit untuk menyatakan bahwa suatu peta yang dibuat oleh seseorang atau penerbit merupakan "jiplakan" dari peta yang sudah pernah diterbitkan. Contohnya, atlas sekolah yang beredar di toko buku, semua pembuat atau pencetak atlas sekolah menghasilkan suatu atlas yang relatif sama satu sama lain, baik dari sisi tata letak peta, simbol, warna, bahkan sampai bentuk geometrik suatu daerah yang disajikan. Hal tersebut bisa terjadi karena ketidaktahuan para pembuat atlas sekolah mengenai "aturan main", norma, atau kaidah dalam pembuatan suatu peta.
Pekerjaan membandingkan produk dua buah peta yang sama untuk satu wilayah memerlukan suatu penelusuran mengenai riwayat penerbitan peta bersangkutan, serta adanya peta pembanding yang dianggap benar sebagai acuan untuk membandingkan kedua buah peta. Dengan adanya "kericuhan" mengenai peta Jakarta dalam bentuk Street Atlas yang dibuat oleh Gunther W. Holtorf, penerbit FALK-Verlag AG, Germany (edisi 11, `97/'98) dengan peta Jakarta (edisi 2001-2002) oleh Riadika Mastra, dengan penerbit PT Bhuana Ilmu Populer (Gramedia Group), saya mencoba membandingkan kedua peta tersebut dari sisi desain peta yang meliputi antara lain simbol peta yang digunakan, warna, tata letak peta, huruf, penempatan teks, dan informasi yang disajikan.
Desain Peta
Peta Gunther memang lebih dahulu terbit daripada peta Riadika, maka dalam membandingkan kedua peta tersebut, saya mencoba menganalisis kedua produk peta tersebut secara acak.
1. Sampul Buku
Keduanya menggunakan peta Jakarta (dengan skala peta yang berbeda) dan Monas (peta Jakarta versi Gunther menggambarkan Monas secara utuh, sedangkan peta Jakarta versi Riadika menggambarkan hanya separuh, yang diletakan pada sebelah kiri) sebagai bagian yang ditonjolkan untuk sampul depannya. Sedangkan warna yang digunakan oleh kedua peta tersebut, walaupun berbeda, ada sedikit nuansa yang sama, yaitu warna lembut untuk petanya dan warna gelap untuk daerah atas sampul peta Jakarta. Pada kedua sampul terdapat lingkaran bulat yang memberikan informasi tentang rekomendasi penerbitan peta Jakarta tersebut, yaitu Yayasan Promosi Pariwisata Jakarta untuk peta Gunther, sedang untuk peta Riadika terdapat rekomendasi (walaupun tidak tertulis kata "rekomendasi") dari Dinas Pemetaan dan Pengukuran Tanah Pemerintah DKI Jakarta.
2. Halaman AA
Pada halaman AA yang menyajikan tata letak dan penomoran lembar peta (dalam hal ini halaman peta) terdapat kesamaan 100 persen antara peta Gunther dan peta Riadika, baik dari segi penomoran (halaman) peta dengan kode alfabet dan angka (A1, A2, dan seterusnya) maupun penomoran (halaman) peta dengan kode angka (1, 2, ... 108).
Peta insert Jatiluhur (lokasinya di luar Jabotabek) yang mempunyai ukuran sama menempati posisi yang sama antara peta Jakarta Riadika dan peta Jakarta versi Gunther. Selain peta insert Jatiluhur, nomor mobil kedutaan besar dan Indonesia juga diletakkan pada posisi yang sama antara kedua peta bersangkutan; terdapat perbedaan kecil yaitu peta Jakarta Riadika memberikan informasi nomor mobil Indonesia sampai huruf Z, sedangkan peta Gunther hingga huruf L.
3. Halaman Kedua
Pada halaman kedua, baik peta Gunther maupun peta Riadika menginformasikan perihal keterangan yang berhubungan dengan skala peta yang digunakan, simbol yang digunakan, singkatan, dan nama indeks (peta Gunther).
a. Skala Peta
Kedua peta jika dilihat angka skalanya seolah-olah mempunyai skala peta yang berbeda, yaitu:
Halaman | Peta Jkt.1 | Peta Jkt.2 |
AA | 1:300.000 | 1:280.000 |
BB | 1:150.000 | 1:140.000 |
E3 | 1:55.000 | 1:51.000 |
45 | 1:15.000 | 1:14.000 |
78 | 1:15.000 | 1:14.000 |
Jika dilihat pada halaman bersangkutan, adanya perbedaan skala peta yang digunakan (skala peta Jakarta Gunther lebih kecil dari skala peta Riadika) adalah disebabkan ukuran lembar kertas yang berbeda antara peta Gunther dan peta Riadika (ukuran kertas peta Gunther lebih kecil). Pada dasarnya, skala peta yang digunakan untuk suatu atlas mempunyai hubungan linier dengan ukuran kertas yang digunakan. Artinya, semakin besar ukuran kertas yang digunakan, skala peta yang disajikan juga lebih besar dibandingkan dengan skala peta untuk kertas yang ukurannya lebih kecil. Hal tersebut dapat dilihat pada halaman 45 (salah satu halaman). Pada peta Gunther sebelah kiri atas tergambar Jalan Penjernihan dan pada kiri bawah tergambar Jalan Kartanegara, sedangkan pada peta Riadika nama kedua jalan tersebut lokasinya juga sama, yaitu masing-masing di sebelah kiri atas dan kiri bawah. Jadi, pada dasarnya, skala peta yang digunakan untuk peta Gunther dan peta Riadika memang sama, adanya perbedan skala peta adalah karena adanya perbedaan ukuran kertas yang digunakan.
b. Simbol yang Digunakan
Unsur atau data yang disajikan pada kedua peta Jakarta tersebut pada dasarnya sama, hanya ada sedikit perbedaan, yaitu peta Gunther menyajikan 20 buah unsur/simbol, sedangkan pada peta Riadika terdapat 22 buah unsur/simbol. Pada peta Gunther terdapat unsur Jalan Lain, Kantor Polisi, Gedung/Bangunan, tapi pada peta Gunther ketiga unsur tersebut tidak ada; sebaliknya pada peta Jkt.1 terdapat unsur Jembatan Pejalan Kaki, sedangkan peta Riadika tidak menampilkannya. Pada peta Gunther, nama unsur/simbol menggunakan tiga bahasa (Inggris, Indonesia, Jerman), sedangkan pada peta Riadika hanya satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Simbol yang digunakan pada kedua peta Jakarta tersebut mempunyai kesamaan bentuk sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu untuk jalan menggunakan dua buah garis, untuk lokasi menggunakan simbol titik dalam bentuk huruf; perbedaan hanya terdapat pada rel kereta api, pada peta Gunther menggunakan satu garis, sedangkan pada peta Riadika menggunakan dua garis yang mempunyai bentuk hitam putih.
c. Warna
Warna yang digunakan untuk penyajian peta Jakarta berbeda antara peta Gunther dan peta Riadika. Pada peta Gunther umumnya daerah permukiman di "dalam kota" diberi suatu warna yang lunak (merah muda), sedangkan pada peta Riadika daerah permukiman tidak diberi warna (putih). Lembar keterangan (legend) pada kedua buah peta tidak diberikan arti dari warna area yang disajikan (misalnya biru untuk sungai, merah muda untuk permukiman), tetapi dalam lembar-lembar halamannya terdapat sejumlah area dengan warna tertentu.
d. Singkatan
Jumlah singkatan yang tertulis pada kedua buah peta Jakarta adalah sama, yaitu 45 kata. Singkatan yang diberikan persis sama untuk setiap nama, baik yang bersifat umum (Gd untuk gedung, Kby untuk Kebayoran, RS untuk rumah sakit) maupun yang bersifat spesifik (Perm untuk Permai, Gdg untuk Gading, Tn untuk Tanah). Pada pembuatan suatu peta, singkatan untuk nama suatu unsur di lapangan tidak mempunyai standar yang baku, yang penting dicantumkan kata singkatannya dan artinya.
4. Huruf dan Peletakan Nama
Jenis huruf yang digunakan pada kedua buah peta mirip, hanya berbeda ukurannya. Pada peta Gunther, ukuran hurufnya pada umumnya lebih besar dari ukuran huruf pada peta Riadika. Cara penempatan nama suatu unsur pada kedua peta mempunyai kemiripan walaupun menurut norma kartografi cara penempatan nama suatu unsur mempunyai enam alternatif, bergantung pada "kondisi" unsur yang akan diberi suatu nama.
5. Jumlah Halaman
Jumlah lembar peta atau halaman antara kedua buah peta Jakarta tidak sama. Halaman pada peta Riadika lebih banyak lima halaman dibandingkan dengan peta Gunther, yaitu halaman 8, 18, 28, 87, 97. Adanya penambahan lima halaman pada peta Riadika sebetulnya mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan peta Gunther, hanya yang perlu dipertanyakan adalah mengapa peta Riadika hanya menambahkan lima halaman, padahal peta Riadika menggunakan sumber data yang lebih baik daripada peta Gunther (peta dasar yang digunakan adalah Peta DKI 1:5.000, yang secara keseluruhan daerah Jakarta telah dimiliki oleh Dinas Pemetaan dan Pengukuran Tanah DKI Jakarta). Sebagai contoh, pada peta Riadika tidak terdapat halaman 29 (kedua peta tidak mempunyai halaman 29) yang merupakan lokasi daerah di sebelah timur halaman 28 dan di sebelah utara halaman 39 (halaman 28, 38, 39 terdapat pada peta Riadika). Pada halaman 87 dan 97 peta Riadika tergambar sejumlah unsur jalan tanpa diberikan nama jalannya.
6. Informasi
Informasi yang diberikan pada peta Riadika tidak jauh berbeda dengan informasi yang disajikan pada peta Gunther, walaupun tahun penerbitannya berbeda empat tahun. Peta Gunther edisi tahun 97/98, sedangkan peta Riadika edisi 2001/2002. Sebagai contoh, seperti yang disebutkan di atas, pada peta Riadika ada sejumlah jalan baru yang terdapat pada halaman 87 dan 89 tetapi tidak diberikan nama jalannya.
Informasi yang seharusnya dicantumkan pada peta Riadika tetapi mungkin terlupa oleh pembuat peta Jkt.1 adalah pencantuman Atlas Jakarta yang dibuat oleh Gunther pada Sumber Data yang digunakan sebagai referensi untuk pembuatan peta Riadika, mengingat adanya kemiripan data dan informasi antara peta Riadika dan peta Gunther. Pencantuman sumber data merupakan tanggung jawab moral bagi para kartografer dalam pembuatan suatu peta. Sebab, seorang kartografer tidak mungkin mampu melakukan suatu pekerjaan pemetaan jika akan membuat suatu peta (misalnya peta kewilayahan). Peta dasar yang digunakan untuk pembuatan peta selalu diambil dari peta yang sudah tersedia atau sudah diproduksi oleh suatu instansi pemerintah atau swasta. Seseorang yang bergerak di bidang kartografi haruslah mempunyai inovasi dan kreativitas yang tinggi dalam pembuatan suatu peta. Sebab, jika hal itu tidak dilakukan, masyarakat peta akan menuduhnya sebagai plagiator peta. Pada dasarnya data dari suatu peta wilayah adalah sama, yang berbeda pada pembuatan suatu peta adalah maksud dan tujuan dari peta yang akan dihasilkan, sehingga informasi dan desain petanya harus berbeda antara satu peta dan peta lainnya.
Sebagai akhir kata, semoga "kericuhan" yang terjadi pada Peta Jakarta (Street Atlas) merupakan pelajaran yang berharga bagi para kartografer dalam pembuatan suatu peta kewilayahan, sehingga hal tersebut tidak perlu terjadi lagi di masa mendatang.
*Staf Pengajar Departemen Teknik Geodesi ITB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo