Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Megawati Demokrat Tulen

8 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIDATO Ibu Mega pada peringatan penyerbuan Sekretariat PDI, 27 Juli 1999 di Jakarta, ditanggapi positif oleh pihak-pihak yang menjunjung tinggi demokrasi. Kalah, menang, dan beda pendapat adalah hal yang wajar dalam alam demokrasi. Sayang, pimpinan partai dan para elite politik belum siap berdemokrasi alias belum mau menerima kekalahan atau perbedaan pendapat.

Positif di sini dalam arti Ibu Mega menepati janjinya akan menjawab tanda tanya orang tentang sikap ’’diam”-nya sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan hasil penghitungan suara Pemilu 1999. Makna atau isi pidato Ibu Mega ialah menyampaikan argumentasi mengenai keadaan bangsa Indonesia saat ini. Adalah aneh bahwa sementara elite politik menilai Ibu Mega ’’nggege mongso”. Kenyataannya, ia sabar dan tegas, terlepas dari bobot materi pidatonya, yang pasti ada kelemahan dan kekurangannya. Banyak elite politik dan pimpinan partai ’’kebakaran jenggot” menanggapi pidato tersebut. Salah satunya menyebut Ibu Mega arogan.

Jauh sebelum Pemilu 1999 dilaksanakan, banyak elite politik ataupun tokoh partai mengklaim bahwa partainya akan tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara akan mencapai sekian persen. Tokoh ICMI menyebutkan Habibie adalah satu-satunya putra terbaik bangsa yang layak menjadi presiden. Bahkan, ketika dilangsungkan debat antarcalon presiden, dengan penuh percaya diri seorang kandidat mengatakan akan menyikat habis feodalisme, tidak terkecuali Kesultanan Yogyakarta. Sepertinya yang bersangkutan tidak tahu sejarah Kesultanan Yogyakarta, yang kemudian ia ralat pada kesempatan lain. Kandidat inilah yang sering terjebak dalam arogansi, kepongahan, dan emosi.

Adalah hak mereka menilai Ibu Mega arogan dan pongah karena mereka gagal memancing Ibu Mega ke ’’poros tengah”. Bukan berarti bahwa beliau angkuh, sombong, dan tidak mau berkoalisi, tetapi beliau ingin terpilih secara alami, tidak melalui rekayasa atau dipaksakan dengan koalisi.

SUDIHARTONO
Jalan Nagan Lor KP III/63B
Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus