DI Dusun Tuo dalam Kemendopon Lima Dusun masih ditemukan
sekelompok rumah panjang yang terbuat dari kayu dan bambu,
dengan atap bambu atau pun atap seng. Rumah panjang yang biasa
disebut larik itu panjangnya ada yang sampai 150 meter, terdiri
dari 30 petak dengan 30 buah jenjang. Dusun Tuo terletak di
jantung kota Sungai Penuh, berpenduduk hampir 3000 jiwa. Tiap
petak rumah larik didiami satu keluarga. Penghuni rumah larik
ini biasanya berasal dari satu pertalian darah atau satu kalbu
dan dipimpin oleh seorang ninik-mamak. Deretan beberapa buah
rumah-larik dinamakan lurah, dipimpin seorang Depati. Dan
kumpulan lurah inilah yang membentuk dusun yang dikepalai oleh
seorang Kepala Dusun.
Dusun Tuo merupakan dusun asli Kerinci yang masih agak utuh.
Rumah yang bertiang tinggi, dengan tiang kayu bersegi delapan,
diukir halus, diberi warna hijau tua, hitam, merah dan kuning
dikelilingi parit yang selalu mengalirkan air. Air yang mengalir
inilah yang digunakan oleh para penghuninya untuk memenuhi
segala keperluan rumah-tangga. Rumah larik di Dusun Tuo demikian
rapatnya, hingga yang dinamakan pekarangan tinggal 2 atau 3
meter dan digunakan untuk jalan. Seluruh rumah lari ini
tampaknya sudah lapuk. Sewaktu-waktu seolah-olah ancaman
kebakaran dapat memusnahkan perkampungan ini. Mendopo Lima Dusun
Syamsuddin gelar Depati Payung yang berasal dari Dusun Tuo ini
mengatakan pada TEMPO bahwa "Insya Allah kebakaran dapat
dicegah berkat kewaspadaan dan berkat cukup tersedianya air di
sekeliling rumah larik".
Pintu Langkan
Antara satu petak dengan petak lain dari rumah larik tidak
sepenuhnya tertutup-mati. Ada pintu yang harus dibuka pada
hari-hari tertentu seperti pada hari raya, perhelatan,
kemalangan ataupun musyawarah kaum. Dengan demikian langkah yang
panjangnya puluhan sampai ratusan meter itu terbuka. Tiap
penghuni petak harus menggelarkan tikar. Depati Payung mengakui
bahwa penghuni Dusun Tuo ada juga "yang nakal". Ada yang tidak
membuka pintu langkah atau tidak menggelarkan tikar pada
acara-acara yang ditentukan. Ada pula yang menggadaikan
petaknya, meskipun rumah larik itu didirikan di atas tanah kaum.
Mengapa rumah larik itu menjadi bertumpuk? Depati Payung
mengungkapkan bahwa asal-mulanya untuk keamanan, terutama bahaya
binatang buas seperti harimau. Dan seluruh rumah adat tersebut
dilingkungi oleh parit yang empat. Syamsuddin juga melihat
kenyataan mulai adanya penghuni rumah larik yang memisahkan diri
dan mendirikan rumah-rumah baru yang modern di atas tanah milik
pribadi. Tentang jendela kecil yang hanya berukuran 30 x 50 Cm
dan dinamakan pintu dari Kepala Mendopo Lima Dusun itu
mengatakan bahwa telah mulai diadakan perubahan "untuk
memperbesar jendela" demi kepentingan kesehatan penghuni rumah.
Dan perubahan ini tentu saja berjalan lamban sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini