KEJAYAAN Amerika Serikat banyak ditentukan oleh bidang
pertanian pada abad yang lampau. Ketika tanah pertanian yang
teramat luas menderita kekurangan tenaga kerja, orang pun
mulai dengan mekanisasi. Bertambah santer tidak saja
melimpahkan hasil pertanian, tapi juga awal dari industri yang
raksasa. Sampai-sampai mengalahkan Eropa, dari mana pengetahuan
tentang itu sebenarnya bersumber. Kemudian kita mengenal juga
Finlandia, itu republik yang letaknya dilalui lingkaran kutub
utara. Negara ini. dengan 65% tanahnya ditumbuhi hutan, memang
masih disegani orang lantaran kebolehannya dalam perkara
pengerjaan kayu.
Bagaimana dengan kita? Mengunjungi toko bahan makanan tropis
yang banyak tersebar di Negeri Belanda, acapkali mata terbentur
pada barang yang aneh-aneh. Mulai dari buah mangga dengan kulit
yaag bukan main keriputnya sampai kaleng berisi santan dengan
tulisan coconut juice. Buatan California. Selain itu ada pula
air sari mangga (mango juice) dari India dan air sari jambu biji
hasil Venezuela. Sedang di toko yang bukan tropis orang bisa
membeli jeruk segar dari Spanyol dan pisang segar dari Colombia.
Penduduk daerah dingin memang membutuhkan buah dan apa-apa yang
ditunamkan dari buah. Baik untuk mengambil vitaminnya maupun
untuk mengecap rasanya yang berbau negeri jauh (eksotik). Segera
saja ingatan jatuh pada Indonesia. Sebab hasil buah-buahan kita
yang sebegitu jauh masih lebih sedap dan kaya jenisnya itu
--hampir-hampir baru nama dan ceriteranya saja yang dikenal
masyarakat sana.
Bukankah ini tantangan bagi ahli-ahli pengawetan kita ?
Tidakkah mungkin umpamanya menghasilkan rupa-rupa selei dari
buah yang belum pernah dibuat seleinya. Khusus buat manusia
Barat yang doyan roti itu. Jika memang perlu, tidak usah kita
bermalu-malu melatih mereka membiasakan diri. Sama halnya
seperti sebagian dari kita, dilatih memakai
barang-barang yang kurang akrab bagi masyarakat awam. Mobil
merk termahal, misalnya atau televisi berwarna.
Ekspor Bambu
Di Universitas Teknik Delft orang sedang memikirkan kerja sama
untuk menyelidiki bambu. Mencari akal agar bambu itu tahan lebih
lama bila dipakai untuk bahan bangunan (juga tentunya bila
dipakai untuk bermacam perabot). Kerja sama dengan siapa'?
Orang-orang Vietnam. Boleh ditaksir, berapa luasnya hutan bambu
kita bila dibandingkan dengan punya mereka. Apabila taraf
penyelidikan kita tidak cukup sengit, jangan-jangan di masa
nanti bambu Indonesia diekspor ke luar negeri untuk kemudian
kembali dengan kegunaan (dan tentu saja: harga) yang
berlipat-lipat.
Di samping jenis industri yang dikutip dari negara maju dengan
daftar macam-macam kebaikan maupun kerugiannya -- tidakkah
bermanfaat bila kegiatan mengembangkan produksi yang khas
dibikin lebih gencar? Ada beberapa kesempatan menguntungkan yang
terlampir di dalamnya. Pertama, dalam ukuran tertentu teknologi
kita tidak perlu menjadi pengikut yang setia dari teknologi
Barat. Kedua, ada identitas dalam barang yang dipikirkan,
dihasilkan dan bangga dipamer-pamerkan. Suatu hal yang pada
zaman sekarang tidak begitu mudah ditemukan. Ketiga, bila kita
sudah cukup lihai untuk suatu jenis barang (misalnya saja:
obat-obatan asli). barangkali produk kita sempat mengunjungi
negeri orang. Lantas dengan rendah hati melakukan tata cara
yang lazim: penjajakan survey, penawaran, jabat tangan lalu
izin usaha di sana selama belasan atau puluhan tahun. Begitu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini