KABUPATEN Cirebon mempunyai areal kebun tebu seluas 11.000 Ha.
Panen tebu tahun ini, diharapkan bisa menghasilkan gula satu
juta kwintal. Lumayan. Wilayah PNP XIV Cirebon ini mempunyai
empat buah pabrik gula (PG), yaitu PG Sindanglaut, PG
Karangsuwung PG Tersana Baru dan PG Gempol. Selain itu ada lagi
dua buah di Majalengka, PG Kadipaten, PG Jatiwangi.
Pabrik-pabrik umurnya cukup tua. Rata-rata didirikan di awal
abad 20, bahkan PG Sindanglaut pada cerobong asapnya tertulis
tahun 1896. Umur tanaman tebu cukup panjang. Setelah 16 bulan,
setelah dia lebih tinggi dari manusia, panen tebun pun dimulai.
Karena itu, tidak heran kalau pabrik bisa menganggur selama 9
bulan. Sepi dan seakan-akan bangunan pabrik yang tua itu seperti
mati.
Daerah seputar pabrik akan hidup kembali, kalau musim
penggilingan tiba. Sejak pertengahan April yang lalu, pesta
panen tebu sudah dimulai. Halaman rumah Administratur --
demikian sebutan untuk manajer sebuah pabrik gula atau
perkebunan lainnya -- boleh diinjak siapa saja. Bahkan di
pekarangannya, boleh anda membuang sampah sekalipun, tanpa ada
yang memarahi atau menegur. Tidak seperti di hari-hari biasa.
Seminggu sebelum Pesta Giling, halaman rumah Administratur penuh
pedagang dan tontonan. Seperti pasar malam. Tapi keramaian ini
hanya boleh berlangsung selama seminggu saja. Yaitu sementara
pegawai pabrik sibuk membersihkan serta menyiapkan instalasi
pabrik.
Upacara Pesta Giling dimulai berbarengan dengan bubarnya pasar
malam yang seminggu itu. Pedagang membenahi barang dagangannya,
sementara tukang karosel (kumidi puter) juga membongkar segala
peralatannya. Rakyat itu lebih tepat dikatakan penonton,
mengalihkan tontonannya yang kini berpusat di perkebunan tebu.
Upacara itu berlangsung sejak pagi-pagi sekali. Serombongan
petani tebu berpakaian hitam-hitam, satu peleton anak-anak
membawa tombak disertai administratur, menuju salah satu sudut
kebun tebu yang ada di Sindang. Doa-doa dilontarkan.
Administratur memotong beberapa batang tebu dengan parang. Tebu
potongan pertama ini kemudian dinaikkan ke atas sebuah kereta
yang berbentuk burung merak. Di atas kereta tersebut telah ada
sepasang bentuk badan manusia, tanpa kepala dimaksudkan sebagai
pengantin yang berpakaian Sunda tentu saja. Batang tebu irisan
Administratur kemudian ditancapkan di bagian tengah pasangan
pengantin tersebut.
Pengantin tebu ini kemudian diarak dengan meriah. Kereta burung
merak, serombongan petani tebu yang membawa golok, tempat air,
cangkul dan alat perkebunan lainnya. Anak-anak bertombak
berjalan di belakang barisan para tani tebu dan di belakangnya
lagi segala macam tetabuhan. Ada reog, pencak silat,
bangbarongan (semacam barongsai), kliningan. Siapa saja harus
menari sampai di halaman kediaman Administratur yang jaraknya 2
km tersebut. Mungkin kalau dengan irama dangdut lebih afdol,
tetapi tetabuhan tradisionil ini pun cukup meriah.
Uang Logam
Di depan halaman, kereta merak berhenti. Terdengar kidung
(nyanyian berpantun) sahut-menyahut, sawer dan hiruk-pikuknya
anak-anak kecil yang memungut hamburan uang logam. Begitu
pengantin tebu diperbolehkan masuk pabrik, acara menggiling tebu
pun dimulai. Masa menggiling biasanya berlangsung sampai 100
hari. Ongkos upacara pengantin tebu tahun ini, konon Rp 2 juta.
Sebagian besar nasi tumpeng slametan disediakan untuk karyawan
pabrik. Sedangkan beberapa tamu orang gedean, biasanya
dipersilakan menuju ke pekarangan belakang rumahnya.
Administratur yang luas itu. Pesta kebun dengan makan dan band,
dilangsungkan. Tinggal Sat-Pam (Satuan Pengamanan) sibuk
mendorong anak-anak agar tidak menerobos masuk ke pekarangan
belakang untuk menyaksikan penyanyi-penyanyi band. Sementara
karyawan lainnya sibuk menyerbu nasi tumpeng.
Pengantin tebu selalu terjadi tiap tahun. Tapi tahun ini,
kabarnya habislah sudah kontrak PNP menggiling tebu milik
PG/PNP. Sebab mulai tahun depan, konon 100% kebun-kebun tebu itu
sudah milik rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini