Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HIDUP-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah. ''Ajaran" pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan itu tampaknya dipegang kuat oleh salah seorang kader terbaiknya hingga akhir hayat. Ia adalah Lukman Harun, yang 8 April 1999 lalu dipanggil Ilahi dalam usia 65 tahun. Pak Lukman, sapaan akrabnya, meninggal akibat kanker otak.
Sejak belia, Lukman mencurahkan hidupnya untuk kepentingan Muhammadiyah dan umat Islam, antara lain lewat dakwah dan pendidikan. Salah satu dari hasil ''karyanya" ialah bangunan megah Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya 52, Jakarta Pusat, dan Pondok Pesantren Al Kautsar di Payakumbuh, Sumatera Barat. ''Bagi Lukman, Muhammadiyah adalah segalanya," kata Dr. Hariyanto, mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, kepada Arief A.K. dari TEMPO, tentang seniornya itu.
Lelaki kelahiran Limapuluhkoto, Sumatera Barat, 6 Mei 1934, ini pada 1952 menghidupkan kembali organisasi Pemuda Muhammadiyah dan aktif di dalamnya. Pada 1970, ia terpilih sebagai ketua umumnya. Pada tahun yang sama, ia merintis berdirinya organisasi Pemuda Muslim se-Dunia atau disebut WAMY (World Association Moslem Youth).
Meskipun Lukman getol di Muhammadiyah, itu bukan berarti karirnya di organisasi tersebut mulus. Ia pernah ''terpental" dalam persaingan untuk kursi Ketua Umum PP Muhammadiyah di muktamar Yogyakarta pada 1990 dan di Aceh pada 1995. Kekalahannya di muktamar 1990 diduga akibat idenya yang dianggap tak sejalan dengan Muhammadiyah. ''Saya minta Muhammadiyah diurus secara profesional, bekerja secara full time, bila perlu digaji?," ujarnya kepada wartawan pada 1997. ''Saya dituduh mencari duit," katanya waktu itu.
Di muktamar Aceh, ia kalah bersaing dengan Amien Rais.
***
KELUARGA Besar ''Maung Lodaya"Jawa Barat berkabung. Mantan Panglima Daerah Militer (Pangdam) Siliwangi, Letjen (Purn.) Ibrahim Adjie, meninggal dunia, Jumat, 2 April 1999 lalu. Ibrahim meninggal dalam usia 76 tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama tiga pekan akibat penyakit komplikasi dan gangguan pencernaan.
Jenazah almarhum dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Blender, Bogor, dengan inspektur upacara Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Purwadi.
Ketika menjabat Pangdam (1960-1966), ia dikenal gigih menentang kehadiran PKI di Jawa Barat. Pasukannya berhasil membebaskan beberapa wilayah di Tanah Air dari tekanan komunis.
Meraih Gelar |
Sastrawan Bur Rasuanto, 62 tahun, Jumat, 9 April 1999 lalu, mendapat gelar doktor filsafat dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Disertasinya, bertajuk ''Keadilan Sosial Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas", dinyatakan sangat memuaskan oleh tim penguji. Ini adalah buah ketertarikan sarjana sastra UI tersebut terhadap kajian-kajian keadilan sosial seiring dengan perubahan-perubahan yang berlangsung di berbagai negara.
Bagi lelaki kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, ini, gelar tersebut ibarat ''kado" ulang tahunnya, yang jatuh pada 6 April. Bur adalah sosok sastrawan yang banyak berkarya. Karya tulisnya berjudul Bumi yang Berpeluh (1962) dan Mereka Akan Bangkit (1963) memenangi Hadiah Sastra. Keduanya diterbitkan oleh Mega Bookstore. Novelnya Tuyet dimuat di harian Kompas dan kemudian dibukukan (1979).
Selain sebagai sastrawan, Bur juga pernah dikenal sebagai redaktur di harian Indonesia Raya dan Majalah TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo