Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SENIN pekan lalu, dialog terbuka digelar di kantor Tempo di kawasan Velbak, Jakarta Selatan. Sekitar 40 wartawan—dari reporter hingga pemimpin redaksi—berkumpul. Hadir pula redaktur senior Goenawan Mohamad dan Direktur Produksi Toriq Hadad.
Hari itu semua mendengarkan penjelasan Pemimpin Redaksi Wahyu Muryadi tentang keterlibatannya dalam Forum Pemred—lembaga yang menghimpun pemimpin redaksi media massa di Indonesia. Pekan sebelumnya, forum itu menggelar konferensi tingkat tinggi di Nusa Dua, Bali.
Telah beberapa hari perhelatan itu jadi omongan. Yang umumnya dipersoalkan adalah perihal sponsor acara—dari pelbagai pengusaha dan badan usaha milik negara—yang dianggap bisa merongrong independensi pers. Aliansi Jurnalis Independen mengeluarkan statemen keras memprotes perhelatan itu.
Pertemuan Senin siang itu diselenggarakan untuk membahas secara terbuka perihal Forum Pemred dan keterlibatan Wahyu sebagai ketua.
Wahyu membuka dengan menjelaskan latar belakang Forum dan penyelenggaraan konferensi. Menurut Wahyu, Forum dibuat dengan niat mulia: menyatukan pemimpin redaksi dalam sebuah wadah diskusi—antar-pemimpin redaksi atau antara pemimpin redaksi dan narasumber. Selain itu, kata Wahyu, Forum dipakai untuk menularkan etika dan cara kerja jurnalistik yang selama ini dipraktekkan Tempo kepada media lain. Soal konferensi, Wahyu mempersilakan acara itu diaudit. Diselenggarakan oleh sebuah organisasi penyelenggara hajatan (event organizer), pertemuan itu dipercaya menghasilkan banyak untung.
Satu per satu hadirin memberi tanggapan. Tak ragu terhadap niat baik Wahyu, umumnya wartawan yang hadir cemas akan efek buruk organisasi terhadap kemandirian media. Alih-alih menularkan nilai baik, Forum dikhawatirkan disalahgunakan untuk ”menekan” narasumber. Seorang redaktur terisak menyatakan kecemasannya. Baginya, menjadi wartawan Tempo adalah ”jalan pedang”. Wartawan yang lain bertanya perihal mekanisme kontrol Forum terhadap anggotanya yang ”nakal”. Semua penanya sepakat: kemandirian jurnalistik adalah harga mati. Semua protes dinyatakan tidak dengan suara tinggi. Hari itu semua percaya, perbedaan bisa didiskusikan dengan santun.
Ruang rapat tercekat oleh rasa haru ketika Goenawan Mohamad angkat bicara. Menitikkan air mata, Goenawan menyatakan bangga terhadap kepedulian awak Tempo pada etika—sesuatu yang hari-hari ini oleh sebagian orang telah dianggap menggelikan. ”Para wartawan itu, dalam umur yang mungkin separuh umur saya, meneguhkan kembali: jurnalis yang bermutu dalam kerja dan dalam kejujuran bukan hanya sebuah mitos,” demikian ia menulis dalam akun Facebook-nya beberapa hari kemudian.
Wahyu menyadari kekhilafannya: ia menyatakan mundur dari Forum Pemred. Dua hari kemudian, berita pengunduran diri Wahyu diumumkan di Koran Tempo dan situs Tempo.co.
Pembaca yang budiman, menyadari kekhilafan bukan pertama kali kami lakukan. Beberapa tahun silam, kami pernah pula berkumpul membahas perihal iklan di majalah Tempo yang dinilai melanggar kode etik. Dipesan oleh sebuah kelompok usaha, iklan itu membantah hasil investigasi Tempo tentang penyalahgunaan lahan di bekas Bandar Udara Kemayoran, Jakarta Pusat. Alih-alih menyampaikan hak jawab, narasumber investigasi itu membeli halaman iklan yang isinya menjelek-jelekkan pihak lain yang beperkara dengannya. Dalam pertemuan yang dihadiri pemimpin redaksi hingga pesuruh kantor, kami bersepakat iklan itu keliru. Permintaan maaf kepada pembaca kami sampaikan pada Tempo edisi berikutnya. Kami juga menyatakan menolak pembayaran atas iklan bermasalah tersebut.
Pembaca, kami percaya bahwa independensi—kebebasan bekerja tanpa tekanan pemerintah, pemilik media, pemasang iklan, atau siapa pun—harus diperjuangkan. Tanpa independensi, media kehilangan rohnya. Independensi tidak datang dari deklarasi atau klaim yang dipidatokan terus-menerus. Kemandirian harus diterapkan dan diuji coba dalam praktek sehari-hari.
Di tengah godaan zaman yang membuat begitu banyak orang takluk, keteguhan pada prinsip itu kini kian menemukan relevansinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo