Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gundukan tanah uruk bercecer di pesisir Pantai Desa Pernajuh, Kecamatan Socah, Kabupaten BangkaÂlan. Di lokasi ini sedang dibangun pelabuhan peti kemas berskala internasional, Madura Industrial Seaport City, sebagai perluasan Tanjung Perak, Surabaya. Namun, sejak dua tahun lalu, proyek PT Misi Lamicitra Surabaya itu mangkrak. "Kabarnya dihentikan karena masalah pembebasan lahan," kata Ahsan, warga Pernajuh, kepada Tempo di lokasi proyek itu, Senin pekan lalu.
Pembangunan Kota Baru Labang dengan perumahan eksklusif dan pusat industri di Bangkalan juga terhenti. Proyek-proyek itu langsung digeber begitu Jembatan Suramadu diresmikan empat tahun lalu. Selain melibatkan pengusaha swasta, pemerintah mendirikan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura untuk mengembangkan Bangkalan sebagai daerah penyangga metropolitan Surabaya, yang semakin padat.
Lahan seluas 600 hektare disiapkan. Tapi pelaksanaan proyek tak semulus rencana. Di kanan-kiri jalan sepanjang 10 kilometer dari kaki Suramadu menuju Kota Bangkalan sekarang hanya ada hamparan tanah kosong dan persawahan. Penerangan jalan pun tak ada. Bahkan proyek paling ringan, yaitu pembangunan rest area untuk penataan pedagang kaki lima dan Islamic center, tak kunjung digarap. Padahal fasilitas umum itu diharapkan menjadi pemantik investor tertarik segera menanam modal di sektor perumahan dan perkantoran di sisa lahan lainnya.
Kepala Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura Muhammad Irian mengakui belum sepetak pun tanah bisa dibebaskan. Pada 2011-2012, dua kali rencana pembebasan lahan mental karena pemilik tanah meminta harga lebih tinggi dari tawaran Badan. Padahal dana Rp 400 miliar sudah disiapkan. "Sekarang konstruksi di kaki jembatan belum berjalan karena masalah pembebasan tanah," ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa pekan lalu. "Kami tidak berani lebih tinggi lagi karena harga ini dari appraisal (penilai independen). Bisa dipanggil kejaksaan kalau kami mengubah-ubah harga seenaknya," Pandit Indrawan, Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, menambahkan.
Selain membangun kawasan Labang, Badan Pengembangan ditugasi membangun dan mengelola kawasan khusus seluas 600 hektare berupa pelabuhan peti kemas Tanjung Bulu Pandan beserta kawasan industri pendukungnya. Termasuk, tentu saja, jalan dari jembatan menuju Bulu Pandang sejauh 30 kilometer. Pengerjaan pelaÂbuhan dan jalan tol senilai Rp 10,5 triliun itu nantinya akan dipaketkan pengerjaannya. Proyek ini baru berupa rencana.
Selain itu, menurut Irian, peran Badan Pengembangan adalah memfasilitasi dan mendorong kegiatan pembangunan di Jawa Timur. "Saya perjuangkan ke Jakarta. Saya bikin berbagai kajian untuk meyakinkan Jakarta sehingga turun dananya," ucap bekas Deputi Perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum itu.
Peran itu diklaim Irian sudah mulai menunjukkan hasil. Tahun ini, misalnya, turun dana Rp 572,5 miliar dari Kementerian Pekerjaan Umum untuk digelontorkan ke Madura. Uang itu antara lain untuk perbaikan dan pelebaran jalur lintas selatan dan lintas utara Madura (Bangkalan-Sumenep) senilai Rp 230 miliar. "Tahun depan turun lagi Rp 1 triliun," kata Irian. Dana-dana itu di luar belanja normatif kabupaten yang hanya senilai Rp 20-30 miliar setiap tahun untuk empat kabupaten.
Irian mengakui pihaknya saat ini justru lebih banyak menggarap pengembangan potensi Madura timur, Sumenep, dan Pamekasan. Sedangkan penataan kaki jembatan di Bangkalan masih menunggu kejelasan soal pengadaan lahannya. "Kami mau menata, tapi tidak punya lahan sehingga terhenti," ujar Pandit. Ditargetkan 40 hektare lahan bisa dibebaskan agar pembangunan rest area dikebut tahun ini. Ada kemungkinan pasal pembebasan lahan untuk kepentingan umum akan digunakan sebagai penekan permainan spekulan tanah.
Pemerhati pembangunan Madura dari Central for Islam and Democracy Studies Bangkalan, Matur Husairi, menilai sulit menggarap kaki Suramadu karena tanah sudah dipegang banyak spekulan. Kiprah mereka melambungkan harga tanah menjadi Rp 500-600 ribu per meter persegi—naik lebih dari seribu persen dibanding saat Suramadu dibangun. Spekulan tanah ini mengakar hingga ke birokrasi pemerintah. "Kalau ada warga menjual tanahnya dengan harga murah, prosesnya dipersulit oleh orang kecamatan," kata Matur.
Pemerintah Bangkalan membantah mempersulit pembebasan lahan untuk Badan. Mereka balik menuding, badan bentukan Kementerian Pekerjaan Umum itu justru yang mengabaikan kultur masyarakat Madura saat melakukan pendekatan untuk pembebasan lahan. Bahkan sempat muncul gerakan pembubaran Badan Pengembangan oleh masyarakat karena dianggap akan memonopoli banyak kewenangan. "Kami tidak mau ada negara dalam negara," ujar Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad menilai keberadaan Badan Pengembangan.
Menurut Makmun, Badan Pengembangan sering kali baru berkomunikasi dengan pemerintah kabupaten bila menjumpai jalan buntu. Sikap seperti ini, kata dia, seolah-olah memposisikan Bangkalan sebagai ban serep. Padahal empat kabupaten di Madura ingin diposisikan sebagai mitra dalam membangun Madura. "Keinginan kami, kepala daerah masuk kepengurusan BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura). Tapi tidak pernah disetujui," ucapnya. Irian mengakui itu dan sekarang sudah ada solusinya. Nanti para bupati juga akan dimasukkan ke dewan koordinasi percepatan pembangunan dengan gubernur sebagai ketuanya.
Bukan hanya soal tanah dan konflik kewenangan, Bangkalan ternyata juga mempersoalkan bagi hasil jalan tol Suramadu. Anggota Komisi Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan, Mahmudi, mengatakan akan memanggil Badan untuk membahas soal bagi hasil ini. "Sejak Suramadu beroperasi, Bangkalan kehilangan pendapatan dari pelabuhan penyeberangan Kamal," katanya.
Soal ini, Badan Pengembangan masih pikir-pikir karena undang-undang mengatur pendapatan jalan tol untuk investasi. "Kalau dibagi-bagi, mana ada investor mau bangun jalan tol?" ujar Agus Wahyudi, Deputi Pengembangan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura.
Agus Supriyanto, Musthofa Bisri, Mariesta Harsal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo