LAU alias Suyanto, tadinya hanya seorang supir truk di
Palangkaraya. Namun suatu malam, arwah Bawi Kuwu (perempuan
pingitan) yang terkungkung dalam Batu Banama (batu berbentuk
kapal) di Tangkiling, 30 Km dari Palangkaraya, berkenan
memberikan nasib baik padanya. Setelah bersemedi di batu keramat
itu, tahun lalu dia berhasil menebak nomor Undian Harapan yang
tepat, dan menang Rp 75 juta.
Dia segera membeli 4 taksi air a Rp 4 juta untuk angkutan sungai
di trayek Banjarmasin-Palangkaraya dan Kualakapuas-Muarateweh.
Anak-anak muda suku Banjar dari kampung halamannya di sungai
Kapuas, Mandomai diangkatnya jadi awak kapal. Begitu cerita
Ardan, juragan alias nakhoda KM Hernita, salah satu kapal sungai
milik jutawan muda itu.
Investasi Suyanto di sungai memang tepat. Sebab taksi air adalah
kendaraan rakyat paling populer untuk perjalanan jauh di
sungai-sungai Kal-Teng. Dan masih langka. Buktinya hanya setiap
dua hari ada yang berangkat dari Palangkaraya ke hilir. Harga
karcisnya yang murah - Rp 750 untuk trayek
Palangkaraya-Kualakapuas yang jauhnya kurang lebih 500 Km, atau
12-14 jam berlayar - membuatnya selalu sarat penumpang.
Fungsinya seperti bis atau kereta api kelas rakyat di Jawa.
Bentuknya sederhana saja: sebuah peti terapung di atas chassis
perahu dengan satu ruang utama di mana 30 penumpang lebih duduk
di atas tikar atau berbaring dempet-dempetan. Di sela-sela kaki
dan tubuh penumpang, teronggoklah keranjang, kopor, rantang
untuk bekal bermalam di sungai, serta barang-barang cangkingan
lainnya. Dari langit-langit yang hanya « - 1 meter tingginya,
bergantungnlah bayi-bayi yang didudukkan atau ditidurkan kedalam
selendang. Di bagian depan, ruang penumpang itu dipotong sedikit
dengan sekat tripleks untuk ruang nakhoda. Sedang ruang mesin di
bagian belakang hanya dipisahkan dengan kawat kasa dari ruang
penumpang. Komunikasi antara juragan dan masinis hanya berjalan
lewat seutas tali nilon penarik pukulan bel, yang sesekali
disentakkan oleh nahkoda sesuai dengan kode pengatur kecepatan
mesin.
Longboat
Dalam perjalanan mudik ke Palangkaraya, atap peti terapung itu
tak tampak karena sarat ditimbuni pisang, sayur mayur, karung
dan keranjang yang hanya ditutup terpal penangkis hujan yang
menyirami bumi Kalimantan dengan curah 6-10 ribu mili setahun.
Selain di atas atap, masih ada ruang barang tersembunyi. Yakni
di ruang palka di bawah lantai papan di ruang penumpang. Di
situlah biasanya disimpan karung-karung beras dan benda-benda
berat lainnya sebagai stabilisator jalannya kapal.
Untuk jarak pendek dan bila tak membawa banyak barang, rakyat
biasanya naik longboat: sampan beratap rendah dan bertubuh
ramping panjang, yang digerakkan motor tempel bensin campur
bertenaga 6 PK (bandingkan dengan mesin disel taksi air yang
bisa mencapai 33 PK). Meskipun tenaganya lebih kecil, tapi
karena penumpangnya lebih sedikit -- yang pendek 5 orang, yang
panjang 10 orang -- kecepatannya lebih tinggi dari taksi air.
Tapi tarifnya juga 2 x lipat. Saking rendahnya, perahu bermotor
ini mudah oleng, dan penumpang sering kecipratan air. Terutama
kalau disalib motor balap (speedboat).
Selain taksi dan sampan panjang, ada juga perahu kelotok yang
dapat disamakan dengan becak di darat karena paling murah tapi
juga paling lambat. Alat angkutan sungai ini pada dasarnya
adalah perahu tradisionil dengan penumpang sampai 10 orang, dan
dilengkapi mesin disel hasil rakitan dalam negeri yang bersuara
'tok, tok, tok'. Makanya disebut kelotok. Kendaraan ini populer
untuk lalulintas antar kampung, untuk menyeberangi sungai, dan
sebagai penghubung muara-muara anjir (terusan-terusan yang
digali Belanda awal abad ini).
Meskipun frekwensi kecelakaan di sungai lebih rendah dari pada
di darat, keselamatan pelayaran di sungai cukup Askan. Pemancar
radio Direktorat Lalu Lintas & Angkutan Sungai, Danau & Ferry
(DLLASDF) seperti yang dipakai untuk berkomunikasi dengan
kapal-kapal di sungai Kapuas Bohang, Kalimantan Barat, belum
dikenal di propinsi Reynout Sylvanus ini. Para juragan lebih
banyak mengandalkan pengenalan medan, tradisi, intuisi, dan
teknologi yang masih sangat sederhana. Padahal sungaisungai di
propinsi yang besarnya 1¬ x pulau Jawa itu merupakan urat nadi
ekonomi dan perhubungan yang paling vital.
Hapuskan
Bayangkan saja: dari 2000 sungai dan anak sungai di Kal-Teng ada
10 sungai besar yang dianggap ekonomis karena tidak banyak
terpengaruh dalam dan arusnya oleh pasang surut air sungai dan
laut. Yang utama adalah Barito yang hilirnya bermuara di
Kal-Sel, Kapuas, Kahayan, Katingan dan Mentaya. Lewat
sungai-sungai berikut anak sungai dan anjirnya ini para pedagang
hasil bumi berselisih jalan dengan rakit-rakit kayu meranti
ramin dan agatis yang mau diekspor atau digergaji di hilir. Juga
anak sekolah, pejabat yang sedang turne, serta guru-guru dan
pegawai-pegawai rendahan dari hulu yang milir ke Palangkarya
mengurus gaji yang sering terlambat 3-4 bulan, bedayar di sungai
itu.
Air tenang jangan disangka tak berbuaya. Tapi lebih-lebih lagi
yang ditakuti para pengemudi dan penumpang adalah kayu-kayu
tenggelam yang tersembunyi ibarat ranjau di bawah permukaan.
Makanya harapan para juragan adalah agar pengerukan Anjir
Sarapat oleh DLLASDF juga diikuti dengan pemeliharaan kebersihan
dan kedalaman alur sungai dari ranjau-ranjau kayu itu. Dan bukan
sekedar pembersihan kiambang-kiambang oleh tongkang-tongkang
'Dinas Sampah Sungai'. Namun apa yang ada di benak Dirjen
Perhubungan Darat Sumpono Bayuaji lain lagi. "Hapuskan kapal
kayu, karena tidak aman" kata Sumpono Bayuaji, "lalu ganti
dengan kapal fibreglass, atau paling baik lagi: kapal besi".
Sebagai tahap pertama, ada pinjaman dari Yugoslavia untuk
pembuatan 22 bis sungai dan 22 truk sungai yang bakal dilayarkan
di Kalimantan dan Jambi. Lantas, mau dikemanakan ratusan -
ba'nkan ribuan -taksi, longboat, kelotok dan sampansampan yang
sudan mendarah-daging dalam kehidupan penduduk perairan sungai
Kalimantan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini