DENGAN batik hijau dan rok putih, seromhongan anak-anak
menyingkap layar Tcatcr Tertutup TIM. Ialu menyanyi. Hari itu,
30 April, penonton ramai. Di belakang piano terlihatlah Agus
Rusli, lulusan AMI 1963 yang kini berusia 36 tahun. Sementara
Kak Obi, salah seorang pengasuh Bina Musika yang sering muncul
di TV, nongol dan mengajari hadirin menghafal lirik lagu Pagi
Hari.
Selembar kertas partitur yang sederhana sudan terentang
dipanggung. Juga beberapa buah ring bell telah dibagikan kepada
penonton guna menuntun irama. "Nah marilah kita mulai bermain
musik dengan gampang. Bunyikan alat itu mengikuti ketukan Kak
Obi", ujar Agus. Kertas partitur pun kemudian ditutup. Disusul
pembagian beberapa buah block flute dan harmonika. Dengan
alat-alat sederhana itu diusahakan muncul semacam pengertian:
"bahwa hakekatnya bermain musik bisa dilakukan dengan alat-alat
sederhana, dapat dimulai dengan enteng".
Dari Nol
Ini memang kelompok Bina Musika. Mereka berusia antara 5 - 14
tahun, masih dalam tingkat-tingkat Persiapan I dan II. Kemahiran
pun masih sangat sederhana. Namun mereka berhasil juga
menyelesaikan Lagu Malam Ini, kemudian Menanam Padi. Lantas
dengan dukungan kakak-kakaknya dari tingkat-tingkat Indriya I
dan II, mereka sempat membawakan Ibu Kita Kartini dan Melati
Suci. Pada akhirnya baru dengan uluran tangan anak-anak kelas
Madya dan Inti, muncul lagu Bunda Piara, Garuda Pancasila, Satu
Nusa Satu Bangsa - yang tersampaikan utuh.
Yang menarik adalah wajah-wajah mereka yang ceria. Banyak di
antaranya kelihatan sedang mempersiapkan diri untuk menjadi
penyanyi di masa datang. Banyak pula yang gembira karena memang
senang berkumpul dan sedikit kya-kya. Salah-seorang ayah
anak-anak itu menyangka kegembiraan itu datang, karena
adakalanya Bina Musika tampil bersama kelompok Bina Vokalia -
lantas dapat menyaksikarl dari dekat wajah-wajah penggede
seperti Presiden atau Ali Sadikin. Tetapi ini sarlla sekali
tidak mengecilkan arti bakat mereka yang dipujikan sendiri oleh
Agus Rusli. Bahkan seorang penonton sempat meremang bulu
kuduknya, tatkala lagu Syukur mereka lontarkan pada akhir
penampilan .
Bina Musika didirikan tahun 1972. Kini memiliki # orang
pengasuh. Mereka mencoba kurikulum dengan membagi pendidikan
jadi 4 tingkat: Persiapan, Indriya, Madya dan Inti. Pelajaran
dimulai dari nol: belajar kenal alat-alat dram, ring bell,
harmonika, pianika, ditancapkan lebih lanjut pada organ,
akordeon, marimba, ibrafon dan sebagainya. "Mereka tidak kami
kotak-kotakkan. Karni biarkan berkembang sendiri. Mereka tidak
terikat yada alat musik saja. Mereka kami didik juga untuk
mengenal alat-alat musik sejak kecil", demikian Agus. Baginya
usia tidak jadi soal.
Kesulitan Umum Transportasi
Tidak semua orang percaya pada Bina Musika tentu saja. Sebab ada
yang menilainya hanya sebagai loncatan untuk mempelajari musik
serius. Banyak orangtua yang menitipkan anaknya berpendapat
bahwa Bina Musika hanya bersifat memberi hiburan dan sedikit
apresiasimusik pada anak-anak. Ya ketimbang anak-anak nganggur
di rumah dan tidak tahu mainan apa yang harus digumuli.
Anak-anak itu sendiri tidak selamanya juga sangat antusias. "Yah
kadang-kadang saya senang kadang-kadang tidak Oom", kata Roi,
kelas VI SD, kepada TEMPO. "Nggak senang kalau pelajarannya cuma
sedikit, tapi gurunya tidak datang".
Bina Musika besar sangkut-pautnya dengan Direktorat Pengembangan
Kesenian Dep. P & K. "Bina Musika tengah diusahakan untuk
menjadi yayasan, menyusul Bina Vokalia dan Tunas Musika, supaya
ia jadi milik masyarakat dan tut wuri handayani", kata Sampurna
sang direktur Direktorat tersebut. Subsidi pun disediakan
berujud fasilitas tempat bermain serta peralatan musik. "Pangkal
tolak pendidikan Tunas Musika dan Bina Musika lain. Yang pertama
sifatnya lebih profesional, sedang yang kedua lebih menanamkan
apresiasi musik", kata Sampurna lagi. Demikiaul, jelas tidak ada
kesinambungan keduanya. Kecuali kalau memang ada seorang yang
berbakat, dari Bina Musika ia bisa saja lantas sambung langkah
ke Tunas Musika.
Meski begitu metode pendidikan Bina Musika sejalan dengan
kurikulum musik di SD -- barangkali itu salah satu sebab ia
cukup populer di kalangan para orangtua. Penampilannya di TIM
memang bukan untuk dinilai, tapi lebin menyerupai untuk
disaksikan. "Selama ini kok saya tidak melinat ada anak-anak
tidak berbakat", ujar Agus memberi komentar. "Memang ada yang
malas atau drop out, tapi hanya sekitar lOo setahun. Umumnya
kesulitan mereka dalam soal transportasi - sementara tenaga guru
juga kurang, baik kwantitas maupun kwalitas".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini