Sejak Juni 1993 lalu, sekitar 50 penjual koran dan majalah di Jalan Mustofa, Tasikmalaya, Jawa Barat, tak bisa mengedarkan barang dagangannya. Soalnya, sejumlah majalah kami disita oleh petugas tanpa ampun. Nasib kami ibarat maling. Setiap hari kami selalu diburu oleh petugas tibum (ketertiban umum) kota. Alasan kami diburu, termasuk juga pedagang K-5, demi mewujudkan Tasik sebagai kota bersih, dan Tasik sudah meraih penghargaan Adipura. Ironis, memang, ketika penilaian dilakukan, kami tak dilarang berjualan, tapi setelah meraih penghargaan justru diburu-buru. Ketika dikonfirmasikan, ternyata pihak Kotif dan Polres sama- sama lempar batu sembunyi tangan. Kotif bilang, itu Polres yang punya gawe karena akan diberlakukan UU Lalu Lintas. Sebaliknya, Polres mengatakan, itu kan tindakan Kotif yang ingin mempertahankan Adipura. Sebenarnya, masalah ''penggusuran''' ini telah kami ungkapkan kepada anggota DPRD Tasikmalaya. Hasilnya? Nihil. Perlu diketahui, usaha kami (penjual koran & PK-5) di sepanjang Jalan Mustofa itu sebenarnya sudah mendapat restu dari Bupati Tasikmalaya H. Adang Roosman, S.H. Pak Bupati pernah berkata, ''Silakan berjualan di Jalan H.Z. Mustofa, asal menjaga kebersihan ....'' Ucapan itu dilontarkannya pada waktu pembentukan koperasi bagi pedagang kaki lima di Gedung Pendona, Mei 1991. Harapan Pak Bupati itu telah kami penuhi, dan kami membayar kewajiban, yakni retribusi, tiap hari Rp 300. Satu harapan kami, yakni turun tangannya Bupati H. Adang Roosman yang bijaksana dan kami cintai untuk menuntaskan masalah ini. Setidaknya, mencari jalan keluar, misalnya menempatkan kami di tempat yang layak. Nama & Alamat pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini