KARPOV dan Korchnoi bertanding di Baguio City, Pilipina -- jauh
dari negeri tempat mereka berdua lahir dan dibesarkan.
Seandainya Korchnoi tidak melarikan diri dari tanahairnya dua
tahun yang lalu, perebutan juara catur itu mungkin akan
berlangsung di Uni Soviet. Negeri ini adalah negeri tempat catur
dianggap sebagai olahraga utama, bahkan seperti dikatakan oleh
Niklai Bokov, seorang penulis pelarian Rusia, di sana catur
punya hubungan langsung dengan politik. 'Kan menurut dongeng di
Uni Soviet, Lenin bermain catur?
Tak mengherankan bila kompetisi buat gelar juara catur nasional
Uni Soviet kabarnya lebih berat ketimbang umumnya
pertandingan-pertandingan internasional. Di dalam proses ini tak
jarang seorang juara sejak masa bocah sudah harus menyiapkan
diri. Yang menarik ialah bahwa proses itu kini menjalar ke
kalangan gadis-gadis -- dan bukan mustahil Uni Soviet sebentar
lagi bisa memunculkan juara catur wanita untuk menghadapi,
misalnya, Fischer.
Pemain catur wanita memang jarang terdengar. Tapi khususnya di
Georgia, salah satu negara bagian Uni Soviet, kenyataan
nampaknya berbicara lain. Di sini terdapat apa yang pernah
disebut sebagai "fenomena Georgia" semangat yang tinggi dari
para wanitanya dalam mengikuti dunia catur. Dan juara wanita,
"sang Ratu" catur yang kini di singgasana, memang berasal dari
sini: Nona Gaprindashvili.
Di samping itu, yang kini jadi pembicaraan orang adalah seorang
gadis remaja, berumur 17 tahun. Namanya Maya. Lengkapnya Maya
Chiburdanidze. Dalam sebuah artikel yang dimuat dalam Novostic
Press dituliskan, betapa dalam sejarah catur "belum pernah ada
contoh seorang gadis dapat jadi master internasional pada umur
13 tahun, juara nasional Uni Soviet dan grandmaster
internasionaI pada umur 16 dan penantang mahkota dunia pada umur
17".
Betah Tiga Jam
Seorang pelatih yang berpengalaman selama 40 tahun, Mikhail
Shishov tak berhenti memuji Maya. "Maya memiliki tinjauan catur
yang cemerlang dan memperlihatkan konsentrasi mutlak dalam
pertandingan. Ia dengan cepat dapat menemukan pemecahan terhadap
kombinasi-kombinasi yang paling rumit sekalipun. Gadis ini
memang gila catur dan dengan gampang dapat betah duduk selama
tiga jam latihan, seraya tetap gembira dan meriah sebagaimana
yang jadi wataknya."
Ia kini belajar bahasa Georgia kuno dan bermaksud masuk
Departemen Filologi di Universitas Tbilisi. Waktu kecil ia
mempelajari puisi Georgia lama berkat pengaruh ibunya, seorang
guru kesusasteraan Georgia.
Di samping itu, catur tak lagi cuma jadi selingan penghibur.
"Catur bukan lagi permainan bagi saya," kata Maya, "Catur sudah
jadi hidup saya dan membawa seluruh diri saya." Namanya jadi
mashur ketika dalam umur 15 ia ikut dalam pertandingan nasional
untuk pria. Maya berhasil memperoleh posisi nomor 6.
Di Georgia sendiri kesempatan memang cukup. Di ibukotanya,
Tbilisi, ada Istana Catur. Juga sekolah-sekolah catur banyak
terdapat. Lebih khas lagi, dalam tradisi daerah ini semacam
"matriarkhi" catur -- di mana para wanita pegang peran penting
-- konon memang punya akar. Catur selamanya populer sejak zaman
dulu, dan papan catur selalu termasuk dalam maskawin --
melambangkan bahwa si pengantin wanita punya kemampuan
memberikan keputusan yang baik. Tinggal "zaman baru" saja yang
kemudian mengadakan emansipasi di dunia catur, hingga wanita
bisa ikut bertanding.
Tak jauh dari tradisi ini, Maya belajar main catur dari
kakaknya, Revaz. Delapan tahun sejak itu, bintangnya dengan
cepat bersinar. Visi taktisnya sangat menonjol. Unsur
permainannya yang utama adalah menyerang.
Taktikus Yang Jelek
Dan ini nampak ketika ia berumur 12 tahun. Maya tampil dalam tim
junior pada pertandingan Uni Soviet-Yugoslagia. Ia menghadapi
Vlasta Kalchbrenner, juara wanita catur dari negeri tetangga
itu. Orang-orang Yugo menyesal mula-mula, karena meletakkan
seorang pemain senior buat menghadapi seorang junior. Mereka
menganggap enteng anak kecil berambut hitam lebat dengan pipi
merah merona yang suka main boneka itu.
Grandmaster Yugoslavia, Milan Matulovic, memperhatikan si anak
kecil itu dan meramalkan: Maya tak akan melihat langkah
kemenangan dengan mengorbankan Gajah-nya. "Wanita adalah
taktikus yang jelek," katanya kepada Mark Taimanov, grandmaster
Uni Soviet yang ikut bertanding dalam turnamen itu, sementara
mereka mengamati permainan Maya vs. Vlasta. Ternyata dugaan
salah: bukan saja Maya melihat langkah kemenangan, tapi bahkan
cara ia melanjutkan langkah itu mencengangkan banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini