Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAYA sudah lama menunggu Presiden B.J. Habibie merealisasikan janjinya untuk meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang hak asasi manusia, di antaranya Konvensi ILO 169 tentang Masyarakat Adat, di negara-negara merdeka. Ternyata, jangankan meratifikasi, Habibie menyebut kata "masyarakat adat" saja belum pernah saya dengar.
Bukan hanya Presiden Habibie, para pejabat pemerintahan dan wakil rakyat (baik pusat maupun daerah) pun tidak pernah terdengar bersuara agar keberadaan masyarakat adat (indigenous people) dan hak-haknya diakui. Padahal sebagian besar penduduk Indonesia ini adalah masyarakat adat.
Selama ini, eksistensi masyarakat adat dicap sebagai masyarakat terasing, perambah hutan (sehingga harus dimukimkan), peladang berpindah, dan aneka sebutan lain yang sesungguhnya merupakan penghinaan dan penindasan.
Hak-hak mereka dirampas demi, untuk, dan atas nama "pembangunan", "negara", "kepentingan nasional", dan aneka jargon penundukan. Lihat saja, seenaknya perusahaan HPH, HTI, perkebunan besar, dan pertambangan membabat kayu, menggusur kebun, mematikan anak-anak sungai, menghabiskan binatang buruan, serta memusnahkan keanekaragaman hayati di Kalimantan, Irian, Sulawesi, Sumatra, Jawa, dan lain-lain.
Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat adat untuk memberdayakan diri, seperti mengelola hutan menurut kearifan mereka dan mengelola ekonomi menurut kemampuan mereka. Tapi upaya-upaya demikian sering dituding sebagai tindakan menghambat pembangunan. Aneka penolakan masyarakat adat terhadap aneka perusahaan (HPH, HTI, pertambangan, perkebunan besar, dan industri lainnya) hendaknya dilihat dalam perspektif di atas--bukan antipembangunan.
Menurut saya, jika eksistensi, hak-hak, dan kearifan asli masyarakat adat diakui pemerintah RI, berbagai konflik masyarakat adat dengan aneka perusahaan dan pemerintah bisa dihindari. Pernahkah pemerintah dan perusahaan duduk setara membicarakan permasalahan dengan mereka?
Edi Petebang
Pontianak
Alamat lengkap pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo