Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUNTUTAN profesionalisme tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas adalah hal yang tidak dapat ditawar. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan disosialkannya Undang-Udang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Rambu-rambu dalam undang-undang itu bersifat mengatur, membatasi kewenangan, sampai pada pemberian sanksi administratif, denda, dan kurungan penjara.
Menyimak beberapa pasal yang ada dalam undang-udang tersebut, tentu sangat berat beban dan risiko yang dipikul petugas kesehatan di lapangan. Beberapa kebijakan yang ikut menambah beratnya beban kerja di lapangan seperti penugasan kepada seseorang yang bukan dokter untuk melakukan pengobatan (banyak terjadi di daerah terpencil yang tidak ada tenaga dokter), apalagi penugasan tersebut tanpa disertai dengan pendelegasian tugas dan wewenang secara tertulis. Dalam kasus ini petugas yang ditunjuk tidak mempunyai pilihan lain, padahal dengan melaksanakan tugas tersebut berarti melanggar undang-undang dalam arti lain menghadapi ancaman kurungan dan denda.
Faktor budaya dan tingginya tuntutan masyarakat juga ikut menambah beratnya beban itu. Misalnya, masyarakat yang ada di pedalaman ada yang beranggapan bahwa petugas tersebut bisa mengobati orang, bisa menolong persalinan, dan harus siap dipanggil setiap saat. Tanpa membedakan apakah petugas itu hanya perawat atau pegawai kesehatan.
Berdasarkan beberapa contoh kejadian di atas, rasanya tidaklah berlebihan kalau kita mengategorikan profesi pelayan masyarakat seperti dokter, bidan, dan perawat adalah profesi yang mulia sekaligus berisiko tinggi.
Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, sebagai organisasi profesi di bidang kesehatan, memiliki peran sangat strategis dalam mengupayakan pembinaan, perlindungan hukum, dan kesejahteraan anggotanya. Namun, saya melihat beberapa upaya yang dilakukan selama ini belumlah optimal. Indikasinya, masih terjadi malapraktek, aborsi, dan pencurian alat medis.
Sangat dimengerti memang, mengapa upaya organisasi profesi bidang kesehatan tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Beberapa alasan seperti keterlibatan anggota dalam organisasi lebih bersifat pasif sehingga anggota tidak mengetahui misi dan visi organisasi. Sebab lain misalnya kesibukan pengurus di luar organisasi, ketua yang berdasarkan senioritas, tanpa melalui mekanisme fit and proper test dalam berorganisasi. Beberapa tindakan oknum di masyarakat menggambarkan bahwa organisasi tersebut hanya merupakan alat legitimasi politik semata.
JUMADI
Puskesmas Loa-Duri,
Kecamatan Loa Janan, Kutai,
Kalimantan Timur 75391
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo