Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saperti diberitakan harian Ibu Kota, 11 Mei 2000, perintah menembaki rakyat sipil dalam kasus Tanjungpriok (12 September 1984) memang benar adanya. Berita itu berdasarkan keterangan Lasmana Ibrahim, purnawirawan TNI AU yang ketika peristiwa itu meletus bertugas di Ruang Yudha, ruang monitoring lalu lintas informasi.
Namun, dapatkah kesaksian Lasmana ini dijadikan barang bukti yang bisa membawa pelakunya ke penjara? Pasti mustahil. Sebab, Lasmana pasti tidak mungkin mampu menyodorkan bukti radiogram yang berisi perintah itu. Apalagi, semua bukti otentik sudah dimusnahkan, termasuk data yang ada di rumah sakit.
Sebenamya, bila menggunakan akal sehat, kasus Tanjungpriok dapat diselesaikan dengan mudah. Pertama, berdasarkan peraturan internasional, yang menyatakan bahwa tentara tidak dibenarkan menembaki rakyat sipil, bahkan dalam situasi perang.
Kedua, dengan adanya korban hidup, pengadilan bisa langsung menetapkan bahwa institusi militer bersalah. Tinggal dicari siapa pelaku penembakannya dan siapa yang bertanggung jawab (komandan) atau pelaku penembakan.
Mudah sekali. Tidak perlu menggali kuburan yang sudah berusia belasan tahun, tidak perlu mencari tahu di mana kuburan korban yang ratusan jumlahnya itu. Cukup dimulai dari saksi korban yang masih hidup. Yang menjadi korban penembakan brutal itu sebenarnya tidak terbatas pada anggota masyarakat yang menghadiri pengajian Amir Biki, tapi juga masyarakat lain yang baru pulang nonton bioskop.
RAHMAT PRIBADI, S.P.G.
Kp. Kebalen RT 01/01
Babelan, Bekasi 17610
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo