Ada yang kurang sesuai dalam tulisan "Pemutihan dan Berebut Ringgit" (TEMPO, 11 Januari 1992, Nasional) yang membahas biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap pekerja untuk pemutihan di Malaysia. Untuk itu, saya ingin menjelaskan agar kekeliruan tersebut bisa diluruskan. Setelah diputuskan menggunakan agen untuk membantu pelaksanaan legalisasi, ditetapkan biaya M$ 180 dengan rincian: M$ 55 untuk biaya administrasi, M$ 10 untuk biaya SPLP, dan M$ 10 untuk foto. Sisanya, M$ 55, sebagai imbalan untuk jasa agen, dan M$ 50 untuk koordinator. Dalam pelaksanaannya, semua agen sepakat menyeragamkan dan memasukkan kegiatan mengurus izin kerja dan tinggal sebagai bagian dari komponen biaya. Kemungkinan juga memasukkan pembayaran retribusi kepada pemerintah Malaysia. Karena itu, tercatat harga sampai M$ 550. Setelah ditegur oleh KBRI, para agen masih memungut M$ 250, yang M$ 180 harga yang ditetapkan, sedangkan yang M$ 50 untuk biaya operasional, dan M$ 20 sebagai uang panjar pengurusan izin kerja dan tinggal. Pada 7 Januari 1992, ditegaskan bahwa pungutan menjadi M$ 135 dengan rincian: M$ 75 untuk KBRI dan M$ 60 untuk agen. Dalam pernyataan tersebut, disebutkan pula bahwa biaya tersebut akan ditinjau dari waktu ke waktu, dan diusahakan untuk menurunkannya. Dalam tulisan TEMPO itu disebutkan, "Kalau saja ada 300 ribu buruh yang diputihkan, ketujuh agen itu paling tidak bisa menangguk M$ 27,5 milyar lebih." Semestinya, ketujuh agen itu mendapat Rp 12 milyar lebih (300.000 x Rp 40.150 = Rp 12,045 milyar). Semoga keterangan ini dapat memperjelas keadaan sebenarnya. SOENARSO DJAJUSMAN Duta Besar Indonesia di Malaysia Kuala Lumpur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini