RISIKO senantiasa mengintip wartawan dalam tugas. Senin pekan lalu, risiko itu ternyata menimpa fotografer kami: Dahlan Rebo Paing. Tustel milik Dahlan disita petugas keamanan dan ketertiban (Kamtib) yang tengah melakukan operasi becak di daerah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Apa pasal? Pagi itu, ketika Dahlan berangkat tugas untuk memotret tokoh-tokoh bisnis di Hotel Indonesia, di Bendungan Hilir, ia melihat dua mobil pick-up sarat becak. Naluri untuk mengabadikan momen itu langsung muncul dalam dirinya. Ia langsung memarkir mobilnya, lalu membidikkan kameranya ke arah kendaraan pickup tersebut. Baru beberapa kali jepretan tiba-tiba seorang petugas Kamtib menarik Dahlan agar menemui komandan yang memimpin operasi becak itu. Tanpa banyak tanya, kamera berikut lensa dan kartu wartawan Dahlan langsung disita. Semula Dahlan mencoba menawarkan agar komandan operasi becak itu mengambil film hasil jepretannya saja. Tawaran itu langsung ditampik petugas bersangkutan. Dahlan hanya diberi tahu bahwa kameranya bisa diambil di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat. Sesuai dengan ketentuan, kami melaporkan peristiwa itu ke berbagai instansi berwenang, dan sekaligus minta bantuan agar alat kerja fotografer kami tersebut bisa segera dikembalikan. Antara lain, kami menulis surat kepada Pengurus PWI Jaya, Kepala Biro Humas Pemda DKI Jakarta, Kapolres Jakarta Pusat, Kadispen Polda Metro Jaya. Di samping itu, kami juga menceritakan peristiwa penyitaan kamera Dahlan tersebut kepada sejumlah rekan wartawan. Ternyata, solidaritas rekan-rekan wartawan terhadap nasib Dahlan cukup tinggi. Mereka menyediakan kolom di harian mereka untuk pemuatan berita penyitaan kamera tersebut. Esoknya, begitu membaca berita itu, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto langsung turun tangan menangani kasus tersebut. Wiyogo mengatakan tindakan aparat Kamtib menyita kamera wartawan tak dapat dibenarkan. Jumat pekan lalu, Kepala Kamtib Jakarta Pusat, R. Rasyid, dengan didampingi stafnya dan Kepala Kantor Deppen Kota (Kandeppenko) Jakarta Pusat, Monny S. Manangka, langsung berkunjung ke kantor kami untuk menyelesaikan masalah penyitaan kamera itu secara kekeluargaan. Kecuali menyerahkan kembali kamera dan lensa dalam keadaan utuh, Rasyid juga meminta maaf atas kesalahan anak buahnya. Setelah mendengar penjelasan Rasyid mengenai risiko yang dihadapi anak buahnya selama operasi becak -- ada yang diejek-ejek dengan kata-kata yang menyakitkan hati, ada yang dilempari batu, ada yang dibacok, bahkan mereka juga pernah dipotret oleh "orang suruhan" seorang juragan becak (entah apa maksudnya) -- kami pun maklum mengapa Dahlan sampai mendapat perlakuan tak mengenakkan dari mereka. Sebaliknya, mereka, setelah mendapat penjelasan dari kami tentu, juga dapat memahami tugas seorang wartawan. Maka, Kepala Kandeppenko, Monny Manangka, mengatakan kepada wartawan selepas bertamu ke kantor TEMPO, "Kasusnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan." Mudah-mudahan kasus ini kasus pertama dan terakhir -- tak hanya untuk kami, juga untuk wartawan-wartawan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini