Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Pesawat KepresidenanTak Perlu

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda pemerintah membeli pesawat kepresidenan?
(periode 15-22 Juni 2011)
Ya
39,06% 275
Tidak
58,95% 415
Tidak Tahu
1,99% 14
Total 100% 704

Pemerintah akhirnya memutuskan membeli pesawat khusus kepresidenan. Kontrak pembelian pesawat Boeing Business Jet 2 seharga US$ 58 juta atau sekitar Rp 500 miliar itu akan ditandatangani Desember mendatang.

Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi memastikan pesawat tiba di Indonesia pada 2013. ”Tahun depan mulai dirakit,” katanya. Sudi mengaku rencana pembelian pesawat presiden ini sudah disetujui parlemen.

Memiliki pesawat khusus untuk perjalanan kenegaraan RI-1 memang mimpi lama pemerintah. Rencana ini digagas sejak periode pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Para petinggi Republik mengaku biaya perjalanan rombongan presiden ke luar negeri bisa dihemat jika bepergian dengan pesawat sendiri.

Meski sudah digagas lama, rencana ini tetap mengundang pro dan kontra. Politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo, misalnya, menolaknya mentah-mentah. ”Kondisi ekonomi rakyat masih memprihatinkan,” katanya.

Adapun pengamat industri penerbangan Dudi Sudibyo menolak dengan alasan lain. Menurut dia, pesawat sebesar Boeing Business Jet tak akan bisa dipakai di banyak bandara di dalam negeri. ”Bodi pesawat ini besar, padahal landasan bandara di Indonesia rata-rata pendek,” katanya. Artinya, penghematan biaya perjalanan yang diinginkan pemerintah bisa tak tercapai karena, toh, presiden tetap harus menyewa pesawat untuk kunjungan di dalam negeri.

Pendapat ini dibenarkan sebagian besar responden jajak pendapat Tempo Interaktif. Hampir 60 persen pembaca situs berita ini tidak setuju pemerintah membeli pesawat kepresidenan.

Indikator Pekan Ini
Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya akan menerapkan aturan baru untuk pengguna mobil di Ibu kota. November nanti, mobil dengan nomor pelat ganjil dan genap harus bergantian melaju di jalan utama. “Ini untuk menyambut penyelenggaraan pesta olahraga Asia Tenggara, SEA Games,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa.

Kebijakan ini, menurut dia, bisa jadi metode efektif mengurangi kemacetan Ibu Kota. Tentu, aturan ini tak diterapkan di semua jalan raya di Jakarta. “Hanya di jalan yang ada busway-nya,” kata Royke. Sebagai alternatif moda transportasi untuk pengguna jalan yang haknya dibatasi oleh aturan baru ini, Royke meminta jumlah bus Transjakarta ditambah dua kali lipat.

Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendukung gagasan Polda Metro Jaya. Persetujuan terakhir diharapkan datang dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Rencana ini diharapkan bakal menyambung kesuksesan pembatasan truk di jalan tol dalam kota, yang berhasil menekan kemacetan Jakarta hingga 40 persen.

Setujukah Anda pemerintah DKI Jakarta menerapkan pembatasan mobil di jalan utama Ibu Kota dengan sistem pelat nomor ganjil-genap untuk hari-hari tertentu? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus