Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rekayasa peradilan yang ujung-ujungnya melempar orang tak bersalah ke bui juga terjadi di Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kasusnya juga soal pembunuhan. Peristiwa pembunuhan yang menghebohkan warga Flores itu”dan terus diingat hingga hari ini”terjadi pada 2008. Ini karena yang menjadi korban pastor di Paroki St Yoseph Raja yang disegani: Faustinus Sega Pr.
Tersangkanya warga Desa Loa bernama Rogasianus Waja. Polisi menuduh laki-laki 33 tahun ini dendam kepada Faustinus karena permohonannya untuk menikah pada September 2008 tak dikabulkan. ”Saya bersumpah demi Tuhan dan keluarga, saya tak tahu apa-apa dengan kejadian itu,” kata Anus kepada Tempo pekan lalu. Akibat tuduhan itu, Pengadilan Negeri Bajawa memvonisnya bui seumur hidup.
Syahdan, pada 13 Oktober 2008, warga Ngada gempar. Seonggok mayat hampir busuk ditemukan di sela pohon gamal di padang Dena Biko. Warga segera tahu, mayat yang memakai kaus hitam dan celana jins biru itu Romo Faus. Juga dari benda-benda yang ada di sekitar jasadnya: sandal, helm, tas, sepeda motor GL Max milik paroki yang terparkir 85 meter dari mayat.
Tak ada tanda perkelahian, tak ada bekas perlawanan. Tapi kabar yang beredar dari mulut ke mulut dan pesan pendek telepon seluler di seluruh Flores menyebut pastor malang ini tewas dibunuh. Dokter Rumah Sakit Daerah Bajawa menyimpulkan Faustinus mati dua hari sebelumnya.
Polisi Resor Ngada bergerak cepat. Sejumlah orang diperiksa, mayat juga dibedah dengan memanggil ahli forensik Mun’im Idris dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kepada polisi, Mun’im menerangkan, pastor kelahiran 1974 ini mengalami serangan jantung, lalu jatuh, dan kepalanya membentur tanah berbatu.
Sampai sini penyelidikan berhenti. Tak ada yang bisa dituduh sebagai pembunuh. Juga tak ada saksi yang melihat bagaimana pastor ini meninggal. Tapi isu pembunuhan tak surut. Sampai kemudian Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur mengambil alih penyidikan.
Nah, di Polda, penyelidik memanggil dokter lain untuk menafsirkan otopsi Mun’im. Saat itu juga muncul cerita yang bersumber dari hasil investigasi Keuskupan Agung Ende. Dalam suratnya kepada polisi pada 14 November 2008, tim investigasi menyimpulkan kematian Romo tak wajar. Ada kemungkinan ia mati dibunuh. Sumber infonya Finsensius Wago.
Kepada tim itu, Wago bercerita ia didatangi Rogasianus Waja dan Imakulata Tuwa. Suami-istri yang masih sepupunya ini bercerita telah membunuh Romo dengan racun, memukul tengkuknya, lalu mengangkut mayatnya ke padang Biko. Sehari setelah diwawancara, Wago meninggal.
Polisi pun punya tersangka. Anus langsung digelandang. ”Saya ditendang dan ditodong pistol supaya mengaku membunuh Romo,” kata Anus. Ada 48 saksi yang diperiksa dan mendukung cerita Wago, meski tak satu pun yang melihat Anus bersama Faustinus pada hari pembunuhan. Tapi tujuh saksi lain menyebut Anus ada di sawah pada saat pembunuhan dan pada hari penemuan mayat.
Polisi mengabaikan kesaksian ini. Juga kesaksian Theresia Tawa. Sehari setelah mayat Romo ditemukan, perempuan 28 tahun ini mengaku ia bersama Romo pada hari kematiannya. Rupanya, sarjana lulusan Universitas Udayana, Bali, ini sudah lama berpacaran dengan Romo dan sering menghabiskan waktu berdua di Dena Biko. Padang itu mereka pilih untuk menutupi hubungan terlarang ini.
Rogasianus Waja tetap disidang. Hakim memvonisnya seumur hidup. Hakim menilai penolakan pernikahan karena Anus tak bisa merapal doa itu jadi motif pembunuhan. Anus tertawa mendengar tuduhan ini. ”Pertama, saya tak pernah ke rumah Finsen Wago karena rumah kami berjauhan. Kedua, buat apa saya dendam kepada Romo? Kami tetap menikah esok harinya,” kata jebolan kelas dua sekolah dasar ini.
Kata Anus, orang sekampungnya tahu ia memanen padi pada hari kematian dari pagi hingga sore. Hakim banding pun menilai alibi dan kesaksian tetangga Anus sangat kuat. Pada 19 Agustus 2010, majelis hakim tingkat banding pun membebaskannya dari segala tuduhan. Hakim berpatokan, tak ada satu pun saksi yang melihat Anus membunuh Faus, bahkan Theresia yang disebut ada di depan Romo saat eksekusi terjadi.
Gabriel Goa, kuasa hukum Anus dari Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia, melaporkan kasus ini ke Kepala Polri, Satuan Tugas Antimafia Hukum, dan Komisi Yudisial, sebagai rekayasa peradilan. Kepala Polres Ngada Ajun Komisaris Besar Mochamad Slamet enggan menanggapi tuduhan rekayasa. ”Kasusnya dalam proses kasasi. Kita lihat nanti putusan hakim,” katanya kepada Tempo pekan lalu. Slamet adalah polisi yang mengambil alih kasus ini ketika ia menjabat Kepala Reserse Polda Nusa Tenggara Timur.
Keluarga Romo Faus juga tak terima dengan putusan bebas itu. Nikolaus Frans menilai hakim banding mengabaikan keterangan banyak saksi yang mendukung Anus pelakunya. ”Kami yakin dia pembunuhnya,” kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kupang ini. Menurut dia, Faus tak punya riwayat penyakit jantung, apalagi hubungan asmara dengan Theresia.
Bagja Hidayat (Jakarta), Yohannes Seo (Kupang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo