Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trauma masih menggantung di raut muka Roli dan Wandi. Sebulan bebas dari bui, Roli masih takut jika melintasi pos polisi. Adapun Wandi tergeragap jika mendengar deru mobil. Ia bersumpah tak akan melewati kantor pengadilan. Wandi bahkan sempat menghindar saat wartawan Tempo datang ke gubuknya. Baru setelah diyakinkan Usman, ayah Roli, Wandi bersedia diwawancarai.
Keduanya dituduh membunuh Sariyun, tetangga mereka di Desa Rejomulyo, Lampung Utara, yang menjadi mandor kebun nanas PT Great Giant Pineapple. Polisi mengarahkan tuduhan kepada dua pemuda 18 dan 19 tahun ini karena kesaksian Wagiman, sesama mandor, yang mengaku mengobrol dengan Sariyun setengah jam sebelum tubuhnya ditemukan bersimbah darah.
Pagi itu, 30 Juni 2010, Sariyun mengumpulkan 50 anak buahnya dan membagi pekerjaan sesuai dengan wilayah. Kebun nanas PT Great Giant terhampar seluas 55 ribu hektare. Hari itu ia meminta izin akan menengok anaknya di Bandar Jaya, Lampung Tengah, 60 kilometer dari tempatnya bekerja. ”Pagi itu saya lihat ia ceria sekali,” kata Wagiman. Keduanya mengobrol sebentar sebelum Sariyun pamit dan memacu sepeda motor Suzuki Shogun.
Setengah jam kemudian, Rejomulyo yang sunyi geger. Seorang pencari rumput mengabarkan menemukan tubuh Sariyun tergeletak di parit pinggir jalan Petak 139. Ada sepuluh tusukan benda tajam pada tubuhnya. Darah beleber. Sepeda motornya hilang. Yang tinggal hanya jam tangan, jaket, dan helm.
Polisi yang dilapori bergerak cepat. Mereka menyimpulkan kematian Sariyun akibat aksi begal. Semua orang yang berhubungan dengan Sariyun pagi itu ditanyai. Nah, Wagiman memberi kesaksian penting yang memberi petunjuk bagi polisi: lima belas menit setelah ia mengobrol dengan Sariyun, ia berpapasan dengan tiga orang tak dikenal.
Ciri-ciri yang disebutkan Wagiman mengarah pada Roli, Wandi, dan Mursalin. ”Ketiganya mau meminjam korek api kepada Wagiman,” kata Ajun Komisaris Besar Frans Sentoe, Kepala Kepolisian Resor Lampung Utara. Sejumlah penyidik dibantu petugas satuan pengamanan PT Great Giant pun disebar mencari tiga orang yang masih kerabat ini.
Esoknya, pengejaran sampai di Lampung Tengah, sekitar 20 kilometer dari Rejomulyo. Di rumah Ilyas, paman Roli, polisi menemukan sepeda motor milik Roli. ”Mereka mencari sepeda motor Sariyun, ya, tidak ketemu,” kata Ilyas. Tapi, oleh istri Ilyas, polisi diberi tahu bahwa Roli dan Wandi sudah lama bekerja di kebun karet di Prabumulih, Sumatera Selatan.
Sepuluh penyidik diberangkatkan dengan tiga mobil. Tak susah mencari keduanya. Pada 8 Juli 2010 sore, Wandi ditangkap di rumah saudaranya saat menonton televisi. Wandi bercerita, saat itu dua polisi langsung menerobos masuk dan menghantamkan gagang pistol pada pelipisnya. Ia terjengkang. Lukanya masih membekas hingga kini.
Kepada polisi, Wandi memberitahukan tempat tinggal Roli, yang terpisah 60 kilometer. Malam itu juga Roli dibekuk. ”Saya ditangkap setelah dijebak,” kata Roli. Ia berkisah, enam temannya sesama penderas getah karet datang ke bedengnya. Mereka mengabarkan Wandi, sepupunya, telah ditangkap karena dituduh membunuh.
Roli, yang penasaran, ikut enam temannya yang, kata mereka, hendak menemui Wandi. Di tengah jalan, mereka dihadang tiga mobil. Salah seorang polisi bertanya nama kepadanya. Setelah dijawab, polisi dengan penutup wajah ini menghantamkan kunci Inggris ke muka Roli. Pemuda kerempeng ini pun limbung dan roboh. Ia pingsan.
Saat siuman, Roli merasa ia berada dalam mobil. Matanya tak bisa melihat karena dilakban. Dua tangannya diikat. Dan tiba-tiba, ”Dor!” terdengar letusan pistol diikuti bentakan seseorang, ”Wandi sudah kami tembak. Kini giliran kamu, mau ngaku atau bernasib sama dengan dia?” Roli tak mengerti. Seorang polisi menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Roli menyangkal telah membunuh Sariyun. Ia beralibi sudah tiga bulan bekerja di kebun karet di Prabumulih. Tapi, belum selesai ia menjelaskan, pintu mobil menjepit kaki kirinya. Tak ayal, ia pun terkaing-kaing kesakitan.
Penyiksaan berlanjut sepanjang Prabumulih-Lampung Tengah. Roli dan Wandi dibawa dalam mobil terpisah. Sepanjang 12 jam perjalanan, keduanya disundut rokok. Luka pada tangan, kaki, dan punggung itu kini menyisakan pitak. Roli pingsan beberapa kali karena haus dan lapar. Polisi hanya memberinya tiga tetes air.
Di kantor Polres Lampung Tengah, keduanya dipertemukan dengan Mursalin. Kata polisi, Mursalin lebih dulu ditangkap dan lama diincar karena beberapa kali mencuri sepeda motor. Keduanya dibujuk agar mengakui Mursalin pelaku utama pembunuhan Sariyun. Siksaan demi siksaan mereka terima setiap kali menolak bujukan polisi. Tak tahan disiksa, akhirnya Roli dan Wandi menyerah. Mereka ikut skenario polisi.
Dalam berkas pemeriksaan yang dijadikan bahan tuntutan oleh jaksa dalam sidang, Mursalin menghabisi Sariyun dengan parang setelah mandor itu tak berdaya dihantam kayu oleh Roli dan Wandi. Sepeda motor kemudian dilarikan dan dijual Rp 1,7 juta. Menurut jaksa Yudhy Setiawan, sebelum hasil penjualan itu dibagi-bagi, Mursalin meminta Roli dan Wandi melarikan diri dengan membekali mereka masing-masing Rp 50 ribu.
Setelah 24 kali sidang, yang selalu riuh-rendah dipenuhi petugas sekuriti dan mandor PT Giant di Pengadilan Negeri Kotabumi, hakim memvonis Roli sembilan tahun bui dan Wandi 12 tahun. Shafruddin, pengacara keduanya dari Balai Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Lampung, mengajukan permohonan banding.
Shafruddin menyoroti bolong-bolong dalam dakwaan. Misalnya soal barang bukti. Jaksa hanya menghadirkan kayu karet yang diduga dipakai melumpuhkan Sariyun. Padahal Sariyun dinyatakan meninggal karena sepuluh tusukan dan sayatan parang pada leher. ”Parang tak bisa dihadirkan jaksa,” kata Shafruddin.
Penangkapan Mursalin juga aneh. Shafruddin punya data, Mursalin ternyata telah lama dibui di penjara Metro karena tertangkap setelah mencuri sepeda motor. Tak ada hubungan dengan Roli dan Wandi. Padahal dakwaan jaksa berpijak pada penyidikan polisi yang menyebutkan penangkapan Roli dan Wandi berasal dari pengembangan penangkapan Mursalin.
Berdasarkan fakta itu, hakim banding kemudian membebaskan keduanya dari segala hukuman. Dalam sidang 3 Mei lalu, hakim menerima alibi Roli dan Wandi yang mengaku berada di Prabumulih saat kejadian. Juga kesaksian Wagiman yang tak meyakinkan dalam sidang.
Saat Tempo menemui di rumahnya, Wagiman tetap mengaku bertemu dengan tiga orang asing sesaat sebelum mayat Sariyun ditemukan. ”Tapi ciri-ciri orang itu tak seperti Roli, Wandi, atau Mursalin,” katanya. Dalam sidang, ia mengaku tak kenal dengan ketiganya saat ditanyai hakim apakah mereka orang asing yang ditemuinya di kebun nanas itu.
Bebasnya Roli dan Wandi menyulut tuduhan pengadilan terhadap keduanya direkayasa, mirip kasus Sengkon-Karta, dua petani yang dibui karena dituduh membunuh di Bekasi pada 1977. Sengkon saat itu divonis 12 tahun penjara dan Karta 7 tahun. Bertahun-tahun mendekam di bui, belakangan terbukti mereka tak membunuh. Kasus Sengkon-Karta hingga kini dipakai untuk merujuk kasus-kasus sejenis: orang-orang kecil yang tak berdaya menghadapi rekayasa yang menggiring mereka dihukum. Shafruddin menduga Roli-Wandi ditangkap karena keluarga mereka menolak menjual tiga hektare kebun karet di tengah area PT Great Giant.
Keluarga Usman adalah satu-satunya yang hingga kini bertahan di area yang berimpit dengan lahan milik Great Giant. Sejak 1982, kebun-kebun tetangganya dibeli perusahaan penghasil nanas terbesar di Indonesia ini. Dua tahun lalu, PT Giant juga menawarkan tukar guling dengan luas sama di daerah lain. ”Saya tolak karena lahannya daerah banjir,” kata Usman, yang mengaku mendapat Rp 1,5 juta sebulan dari menjual getah karet di kebunnya.
Machfud, juru bicara PT Giant, menampik tudingan ini. ”Kami selalu menyelesaikan apa pun, termasuk masalah lahan, lewat jalur hukum,” katanya. Polisi dan jaksa juga menampik telah merekayasa kasus ini. Divisi Profesi Polres Lampung Utara dan Kepolisian Daerah Lampung memeriksa para penyidik dalam penangkapan Roli-Wandi. ”Masih kami tunggu hasilnya,” kata Frans Sentoe. ”Tapi saya pastikan tak ada rekayasa. Kami bekerja profesional.”
Apa pun tampikannya, luka pada tubuh Roli-Wandi menjadi bukti penyiksaan itu benar-benar terjadi. Juga trauma yang menghantui hidup dua pemuda tamatan sekolah dasar ini. ”Dada saya masih nyeri sampai sekarang,” kata Roli.
Bagja Hidayat, Nurochman Arrazdie (Rejomulyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo