Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Pohon bongsor apsari

Pohon beringin di desa garaham, silo, jember dijadikan tontonan. dianggap tumbuh cepat dan mengalahkan kepopuleran makam keramat kakek tegowati. cerita tersebar ketika minggu tenang pemilu.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERIKUT ini dongeng -- kalau mengutip kata-kata Kaskopkamtib Sudomo -- tentang ekses-ekses Pemilu. Di desa Garahan, Kecamatan Silo Kabupaten Jember, ada berita bersliweran dengan santer. Ada sebatang pohon beringin yang tumbuh luar biasa cepatnya. Mirip-mirip cerita Kacang Ajaib, begitu. Dalam tiga hari, pohon lambang Golkar itu sanggup meninggikan batangnya sampai satu setengah meter. Hitung saja, berapa tinggi sang beringin kalau dia sudah mencapai umur seminggu, sebulan atau setahun! Pokoknya bongsor alias subur. Pokoknya, pohon itu begitu populer sehingga beringin Garahan yang letaknya di antara Jember dan Banyuwangi, banyak dijadikan omongan dan barang tontonan. Lucunya, ceritera beringin ajaib ini lahir, begitu minggu tenang menjelang Pemilu baru lalu dimulai. Karena itu Garahan, desa yang biasanya sepi dan tidak diperhatikan, tiba-tiba ramai mendapat kunjungan orang. Pekuburan Garahan terletak di tengah desa dan terbentang di dekat rel kereta api dari dua kabupaten tersebut. Di kuburan itu pula, ada makam kakek dan nenek Tegowati yang dikeramatkan orang. Suami isteri Tegowati ini kabarnya adalah pendiri dan cikal bakal penghuni Garahan. Merekalah yang membuka desa dan menebas hutan, sementara hutan di Jawa Timur waktu itu, penuh macan dan binatang buas lainnya. Tidak ada yang tahu persis, kapan si cikal bakal tersebut meningal. Tapi seorang kakek tertua dari Garahan yang masih hidup cuma bisa berkata bahwa kakek dan nenek Tegowati meninggal di zaman Belanda. Paling tidak tahun 1940 ke sana! Melihat bentuk makam (dengan batu-batu yang aus) dan pohon kamboja dengan batang besar dan meliuk-liuk usia kuburan memang telah renta. Sehingga banyak orang bernazar dan mengadakan sedekahan di kuburan tersebut. Kalau hari Jum'at Pon, banyak penduduk Garahan yang mengirim kembang setaman dan membakar kemenyan. Memohon sesuatu di kala kehidupan sedang terjepit, adalah harapan sekelumit yang menyegarkan penduduk di situ. Dan lebih dari 30 tahun sudah, makam mbah Tegowati jadi tugu kehormatan penduduk Garahan, sesuatu yang di hampir setiap tempat di Indonesia bukan hal baru. Karena begitu banyaknya kuburan keramat, batu keramat, pohon keramat, muncul di berbagai tempat. Tapi kepopuleran mbah Tegowati luntur seketika, begitu ceritera beringin bongsor (subur) tadi muncul. Ajaib? Orang lebih banyak nonton pohon beringin, yang secara ujudnya, tidak banyak beda dengan pohon-pohon beringin di mana saja. Berapa banyak orang yang datang berziarah dan melihat pohon "ajaib" itu, sudah tak dapat dihitung lagi. Yang paling beruntung adalah seorang pemuda yang mempunyai nama seorang pemudi, Apsari. Ia secara tiba-tiba mengangkat diri jadi juru kunci sang pohon. Kabarnya, dialah yang melihat beringin ini pertama kali. Dia pula yang mengukur berapa tinggi pohon itu. Hari Senin, tingginya 80 senti. Enam hari kemudian, jadi 125 senti. Empat hari lagi, 190 senti dan dua hari berikutnya 215 senti. Sebatang bambu berdiri tegak di samping pohon dijadikan sebagai pengukur pohon. Tinggi tersebut kabarnya tercapai ketika diukur di bulan April, bulan sedang demam-demamnya Pemilu. Tapi ketika sebulan kemudian diukur, beringin cuma setinggi 178 senti. Menciut? Apsari -- yang paling tidak selama seminggu bisa mengumpulkan beberapa stoples duit receh hasil sedekah pengunjung cuma mengatakan bahwa yang mengukur pohon itu tadinya seseorang, yang kini sakit ingatan. Tipu murahan? Tidak jelas. Yang pasti penduduk kota kecil yang selalu haus berita-berita kejutan, turut terkecoh. Tidak ada yang bisa memastikan pula, apakah pohon itu sudah ada sejak lama, atau muncul begitu saja. Daerah itu, ketika Pemilu tahun 1971 unggul untuk suara NU. Golkar sendiri kalah waktu itu. Marjoko yang jadi kepala desa menyangkal bahwa ini ada hubungannya dengan Pemilu. Cuma dia berkata: "Tapi kalau Golkar nanti sampai menang, saya akan kaulan memberi pagar makam mbah Tegowati." Pohon itu telah lama ada di situ, tambah Letkol (Pol) Soegono meyakinkan. Dia adalah komandan Resort Kepolisian 1033 Jember. Dan sangkalnya pula: "Mana ada pohon ajaib." Makam mbah Tegowati kini semakin jarang dikunjungi orang. Apsari juga tidak lagi mendapat hokki. Stoples tempat uang recehnya sering kosong. Beringin, tumbuh seperti biasa, sedikit demi sedikit mengikuti alur alam. Kemudian Golkar memang menang di daerah itu. Tapi tidak diketahui, apakah Marjoko telah membayar kaulnya, karena kuburan mbah Tegowati semakin menyemak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus