12 orang dari Bandung membawa keramik mereka ke Ruang Pameran
TIM -- 25 s/d 30 Juni. Sekitar 90 buah keramik yang berharga
antara Rp 15 ribu sampai Rp 250 ribu menjadikan suasana
benar-benar elit. Barang-barang yang lebih banyak merupakan
karya seni daripada karya pakai itu memberikan udara yang lain
sekali dibanding udara yang tercium dalam pameran keramik
Kanatali beberapa waktu berselang.
Mereka yang menamakan dirinya Grup 12 adalah: Ratna, Yardini,
Ondang, Hanif, Sylvia, Prasetyo, Didid, Nicolette, Lengganu,
Bonzan, Yanto dan Bibib. Lengganu, kelahiran Sumedang (1942),
kini anggota staf pengajar di Seni Rupa ITB. Dari tangan orang
ini kita melihat keramik memakai pigura digantung di dinding.
Berupa piring, cermin atau perpaduan dengan benang wol. Lengganu
kelihatan paling menonjol -- dan kemudian laku paling keras.
Bikin Silau
Suasana yang meriah dari warna-warna Lengganu, mendapat imbangan
dari beberapa buah piring dan poci yang pewarnaannya sudah
digarap. Ini merupakan hal yang membuat pameran terasa lebih
unggul dari Kanatali. Piring-piring yang dikerjakan Nicolette
misalnya (lahir 1948) menunjukkan perhatian yang besar pada
kemungkinan warna.
Kemudian muncul Bibib (lahir 1955) yang menampilkan bentuk-bentuk
unik. Anak ini mencoba berekspresi dengan mempertaruhkan seluruh
keberaniannya: membuat patung-patung keramik yang memberi asosiasi
pergolakan emosi. Ini berbeda dengan yang dikerjakan Prasetyo,
yang menyusun lempeng-lempeng bagaikan menyusun bata yang
menimbulkan kesan bunyi dan irama. Bibib lebih imajinatif.
Ada sebuah bentuk dari Ratna (lahir 1949) bagaikan dua buah labu
dengan warna coklat berbintik-bintik. Labu yang juga memberikan
asosiasi dua buah susu raksasa. Ini perpaduan yang baik antara
nilai artistik dan nilai pakai. Bentuk itu bisa dianggap sebagai
sebuah patung yang berdiri sendiri, tetapi juga tak menolak
sekiranya diberi unsur lain. Misalkan dimanfaatkan sebagai pot
bunga.
Barang-barang keramik tersebut telah tumbuh sejalan dengan
perkembangan seni dekorasi interior pada masa sekarang. Jelas
terasa dilahirkan untuk rumah-rumah gedongan yang apik. Ini
tentu saja membawa tingkat harganya yang memang tidak
ketulungan, tetapi toh yang laku tidak sedikit.
Kalau dalam folder disebut bahwa Dewan Kesenian Jakarta
mengharapkan keramik akan menjadi bagian kehidupan rakyat
sehari-hari, pameran ini tampaknya hanya bikin silau. Di samping
harga, juga kemungkinan pakainya masih terlalu jauh. Lebih
merupakan barang hias atau barang pajangan untuk klas atas.
Namun kwalitas artistik serta juga ketrampilan teknis yang
terbayang, menggembirakan.
Tak syak lagi kehidupan keramik, yang memang telah punya
sejarah panjang di negeri ini, makin lama akan makin terang.
Industri rakyat yang kini tersebar di beberapa buah desa tinggal
menunggu sedikit bimbingan teknis, menunggu penggalakan biaya
produksi. Kalau itu sudah terlaksana barangkali keramik yang
mencerminkan temperamen tanah negeri ini dapat diharapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini