Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

12 Yang Menyilaukan

Cirup 12 dari Bandung memamerkan 90 buah keramik di TIM. Cenderung bernilai seni daripada karya pakai. Tumbuh sejalan dengan perkembangan seni dekor interior dan untuk rumah gedongan.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

12 orang dari Bandung membawa keramik mereka ke Ruang Pameran TIM -- 25 s/d 30 Juni. Sekitar 90 buah keramik yang berharga antara Rp 15 ribu sampai Rp 250 ribu menjadikan suasana benar-benar elit. Barang-barang yang lebih banyak merupakan karya seni daripada karya pakai itu memberikan udara yang lain sekali dibanding udara yang tercium dalam pameran keramik Kanatali beberapa waktu berselang. Mereka yang menamakan dirinya Grup 12 adalah: Ratna, Yardini, Ondang, Hanif, Sylvia, Prasetyo, Didid, Nicolette, Lengganu, Bonzan, Yanto dan Bibib. Lengganu, kelahiran Sumedang (1942), kini anggota staf pengajar di Seni Rupa ITB. Dari tangan orang ini kita melihat keramik memakai pigura digantung di dinding. Berupa piring, cermin atau perpaduan dengan benang wol. Lengganu kelihatan paling menonjol -- dan kemudian laku paling keras. Bikin Silau Suasana yang meriah dari warna-warna Lengganu, mendapat imbangan dari beberapa buah piring dan poci yang pewarnaannya sudah digarap. Ini merupakan hal yang membuat pameran terasa lebih unggul dari Kanatali. Piring-piring yang dikerjakan Nicolette misalnya (lahir 1948) menunjukkan perhatian yang besar pada kemungkinan warna. Kemudian muncul Bibib (lahir 1955) yang menampilkan bentuk-bentuk unik. Anak ini mencoba berekspresi dengan mempertaruhkan seluruh keberaniannya: membuat patung-patung keramik yang memberi asosiasi pergolakan emosi. Ini berbeda dengan yang dikerjakan Prasetyo, yang menyusun lempeng-lempeng bagaikan menyusun bata yang menimbulkan kesan bunyi dan irama. Bibib lebih imajinatif. Ada sebuah bentuk dari Ratna (lahir 1949) bagaikan dua buah labu dengan warna coklat berbintik-bintik. Labu yang juga memberikan asosiasi dua buah susu raksasa. Ini perpaduan yang baik antara nilai artistik dan nilai pakai. Bentuk itu bisa dianggap sebagai sebuah patung yang berdiri sendiri, tetapi juga tak menolak sekiranya diberi unsur lain. Misalkan dimanfaatkan sebagai pot bunga. Barang-barang keramik tersebut telah tumbuh sejalan dengan perkembangan seni dekorasi interior pada masa sekarang. Jelas terasa dilahirkan untuk rumah-rumah gedongan yang apik. Ini tentu saja membawa tingkat harganya yang memang tidak ketulungan, tetapi toh yang laku tidak sedikit. Kalau dalam folder disebut bahwa Dewan Kesenian Jakarta mengharapkan keramik akan menjadi bagian kehidupan rakyat sehari-hari, pameran ini tampaknya hanya bikin silau. Di samping harga, juga kemungkinan pakainya masih terlalu jauh. Lebih merupakan barang hias atau barang pajangan untuk klas atas. Namun kwalitas artistik serta juga ketrampilan teknis yang terbayang, menggembirakan. Tak syak lagi kehidupan keramik, yang memang telah punya sejarah panjang di negeri ini, makin lama akan makin terang. Industri rakyat yang kini tersebar di beberapa buah desa tinggal menunggu sedikit bimbingan teknis, menunggu penggalakan biaya produksi. Kalau itu sudah terlaksana barangkali keramik yang mencerminkan temperamen tanah negeri ini dapat diharapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus