Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, bisakah Forum untuk Selamatkan Bangsa mengganti kepemimpinan nasional? (16-23 April 2004) | ||
Ya | ||
41,44% | 358 | |
Tidak | ||
53,47% | 462 | |
Tidak tahu | ||
5,09% | 44 | |
Total | 100% | 864 |
Setelah pemilihan umum legislatif usai, gerilya para politisi tak lantas berhenti. Targetnya tentu bukan mendongkrak hasil suara pemilihan, melainkan menggalang kekuatan melalui koalisi menghadapi pemilihan presiden. Maka lahirlah Poros Penyelamat Bangsa pada 13 April 2004.
Belakangan namanya berganti menjadi Forum untuk Selamatkan Bangsa. Pergantian ini dilakukan setelah forum itu kedatangan tokoh partai lain seperti Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Alwi Shihab, Ketua Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan Ryaas Rasyid, Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan Eros Djarot, Ketua Umum Partai Pelopor Rachmawati Soekarnoputri, dan fungsionaris Partai Persatuan Pembangunan, Habil Marati.
Salah satu target forum itu, seperti disampaikan Habil Marati, adalah mengganti kepemimpinan nasional. Hanya, banyak kalangan yang memprediksi bahwa target ini terlampau mahal untuk bisa dibeli. Apalagi tiap-tiap partai menyimpan harapan, ambisi, dan target yang berbeda.
Keraguan yang sama muncul pada mayoritas responden yang mengikuti polling Tempo Interaktif. ”Aliansi ini bisa mengganti kepemimpinan nasional jika mereka bersatu dan hanya mengusung satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dengan koalisi yang tidak merugikan satu sama lain,” kata Addinul Yakin, responden dari Mataram. Kesamaan kepentingan dan visi adalah kunci sukses gerakan ini.
Perkembangan politik di lapangan semakin menguatkan dugaan bahwa target itu bakal jauh dari kenyataan. Namun itu bukan berarti politisi di forum ini tak bisa bertemu lagi. Sebab, memang tak ada yang tidak mungkin dalam politik.
Indikator Pekan Ini: Lolosnya Jenderal (Purn.) Wiranto dalam konvensi Partai Golkar membuat peta pertarungan dalam pemilihan presiden bakal berlangsung seru. Mantan Panglima TNI ini menyusul langkah Susilo Bambang Yudhoyono, yang lebih dulu masuk arena pertandingan pemilihan presiden. Yudhoyono berpasangan dengan Jusuf Kalla, sedangkan Wiranto masih mencari pendamping. Di luar nama itu, masih ada calon yang akan berlaga. PDI Perjuangan tetap mengusung ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri. Partai Amanat Nasional mengusung Amien Rais. Dua-duanya juga sedang melakukan pendekatan untuk mencari politisi yang tepat sebagai calon orang kedua. Masuknya dua bintang militer itu memang menimbulkan spekulasi dan rumor yang kuat di tengah masyarakat tentang kembalinya militerisme. Dan ini bukan kekhawatiran yang mengada-ada. Seperti disampaikan cendekiawan Nurcholish Madjid, kekhawatiran itu beralasan karena kita memang memiliki trauma dengan rezim militer. Menurut Anda, rasionalkah kekhawatiran munculnya militerisme karena adanya calon presiden dari kalangan militer? Kami tunggu pendapat Anda dalam sepekan ini di www.tempo.co.id. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo