Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Reklamasi Mengancam Pembangkit Listrik

1 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELUK Jakarta sedang diuruk, disekat-sekat, lalu dibangun 17 pulau. Total luasnya 5.100 hektare atau seluas Jakarta Pusat, yang terbentang dari Jembatan Semanggi hingga Matraman. Reklamasi ini dirancang sejak 1985, ketika Pantai Marina diklaim bisa diuruk menjadi permukiman Pantai Mutiara seperti sekarang.

Majalah Tempo menuliskan reklamasi itu pada edisi 1 Mei 1993. Kawasan di Jakarta Utara ini terkenal bau tapi justru menarik orang-orang berduit bermukim di sana. Bahkan perumahan mewah Pantai Mutiara, yang dibangun PT Taman Harapan Indah (THI), tampaknya tak kekurangan pembeli. Adakah yang istimewa?

Rumah mewah itu dipisahkan oleh kanal-kanal tempat bersandar aneka rupa yacht (kapal pesiar), mirip pulau-pulau yang dipisahkan kanal. Awalnya developer cuma menguruk pantai. Hanya, sejak tahun lalu, Taman Harapan mulai mereklamasi hingga 80 hektare. Maka perumahan Pantai Mutiara yang dibangun sejak 1985 itu kian menjorok ke laut.

Ternyata reklamasi itu membuat cemas PT Perusahaan Listrik Negara. Dampak reklamasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang, yang dibangun pada 1975 dan berlokasi tak jauh dari situ, bisa fatal. Jika PLTU gagal berfungsi, beberapa lokasi strategis di Jakarta bakal gelap total, terutama bila sistem interkoneksi aliran listrik Jawa-Bali terganggu.

Sebenarnya, saat pengembang memulai reklamasi besar-besaran tahun lalu dengan biaya hingga Rp 50 miliar, PLN sudah mengadu ke Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah. Kemudian diadakan pertemuan antara PLN, Wakil Gubernur Jakarta, dan pengembang.

Di situ pengembang menyanggupi membangun kanal sebelum melakukan reklamasi. "Nyatanya, kanal belum dibangun, pengurukan jalan terus," ujar Sudadijo, pemimpin PLN Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat.

Dalam sistem PLTU, air laut diperlukan sebagai salah satu komponen pendingin mesin. Untuk itu, aliran air pendingin harus mencapai 20 ribu meter kubik per jam untuk 100 megawatt. Maka, untuk lima turbin berkapasitas 700 MW, diperlukan air pendingin 140 ribu meter kubik per jam.

Gara-gara reklamasi, luas area laut yang disedot PLTU berkurang. Maka kecepatan penyedotan air meningkat. Mesin pun cepat panas, lalu kemampuannya menurun. Selain itu, air yang disedot membawa sampah, lumpur, dan pasir. Ini mengakibatkan stabilitas turbin terganggu dan sewaktu-waktu bisa menyebabkan mesin mati. "Keadaan sekarang sudah gawat," kata J.H. Suwarto, Kepala Bagian Operasi PLTU Muara Karang.

Departemen Pertambangan dan Energi segera meminta pemerintah DKI Jakarta menghentikan reklamasi Pantai Mutiara. Pemda DKI lalu menghentikan reklamasi untuk sementara. "Pembangunan kanal harus didahulukan, untuk memperlancar aliran air pendingin mesin PLN," ucap M. Rais, Wakil Gubernur. Bagaimana reaksi THI? "Kami setuju," ujar Direktur THI Richard S. Hartono.

Richard juga menyanggupi membangun tanggul kanal demi memperlancar aliran air. Masalahnya, apakah jika kanal dibuat, pembangkit listrik dijamin aman? Menurut Suwarto, kanal tak akan memperluas ruang gerak PLTU dan tak memperbaiki sumber air pendingin.

Selain itu, memburuknya kondisi PLTU bukan semata karena reklamasi, tapi juga polusi sampah. Banyak sampah terbawa hanyut bersama aliran Kali Karang dan Kali Angke. Dan volume sampah kian bertambah tak lain karena ulah warga Pantai Mutiara juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus