Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Sate Untuk Berbagai Penyakit

Waryanti membuka warung sate bekicot di Kediri. selain dimakan dapat juga menyembuhkan sakit kepala, eksim dan jerawat. bekicot dapat juga dijadikan krupuk.

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA mulanya adalah seorang ayah dari enam orang anak yang bernama Harjo Suwito. Bekerja sebagai sopir pabrik gula Pesantren di Desa Jengkol, kehidupan keluarganya amat prihatin, walaupun istrinya, Waryanti, membantu dengan membuka warung nasi kecil-kecilan. Agar anak-anak mereka bisa melanjutkan sekolah, Harjo dan istri kemudian memutuskan untuk hidup berpisah dulu. Artinya Harjo tetap di Jengkol dan Waryanti bersama anak-anaknya mencoba peruntungan di Kediri. Di tempat baru ini istri Harjo kembali membuka warung nasi. Hal itu terjadi sekitar 1976. Sebuah warung yang menempel di samping gudang pabrik rokok Gudang Garam pun,tidak segera dikenal orang. Bahkan orang segan datang ke situ, karena pemilik warung, Waryanti, berpenyakit batuk. Jika menjenguk istri dan anak-anaknya, secara iseng sesekali Harjo membawa bekicot. Dia menganjurkan agar oleh-oleh bekicot itu dibuat sate. Waryanti menurut. Karena ia juga ingat di zaman Jepang, tentara-tentara Dainipon itu amat rakus melahap bekicot. Dan konon, tentara Jepang itulah yang pertama kali membawa binatang melata itu ke Indonesia. Eksim & Jerawat Mula-mula Waryanti hanya membuat 10 tusuk sate. Lauk baru ini dijajarkan bersama tahu, tempe di warungnya. Sesekali ada pembeli yang mencobanya. Sisanya dimakan Waryanti. Anak-anaknya sendiri rupanya masih enggan mencobanya. Tetapi sesuatu yang aneh telah terjadi pada Waryanti. Batuknya hilang sama sekali setelah beberapa kali makan sate bekicot. Waryanti kemudian mendapat semacam "petunjuk", bahwa binatang yang bernama bekicot ini akan membawa rezeki baginya. Harjo Suwito juga setuju kalau pencarian bekicot tetap diteruskan. Dia kemudian memasang spanduk di depan warungnya yang reyot dengan nama warung "Lumayan". Kemudian datang beberapa orang yang sengaja mencari daging bekicot. Ratmi, ibu dari beberapa anak. Salah seorang putranya yang berusia 4 tahun, menderita gatal-gatal di kaki. Berbagai obat dan Puskesmas telah dilewatinya. Tapi setelah 10 hari berturut-turut Ratmi menyuguhkan sate bekicot kepada anaknya itu, penyakit tadi pun hilang. Katam, 28 tahun, bekerja di pabrik rokok sebagai tukang bongkar tembakau. Pegel linunya hilang, setelah secara teratur melahap tiga piring sate bekicot setiap minggu. Begitu pula Sumiati, pusing kepala dan gatal-gatal pada tubuhnya lenyap, setelah empat bulan berkenalan dengan bekicot. "Mulanya saya jijik memakannya," ujarnya. Rupanya sakit kepala, eksim, bahkan sampai jerawat, bisa hilang karena memakan sate bekicot. Seberapa jauhkah kemujaraban bekicot? "Kami belum mengadakan penelitian tentang hal itu," kata dr. Asmuni Rachmat MPH, Kepala Bagian Gizi Fakultas Kedokteran UI (lihat box). Yang pasti, dagangan Waryanti semakin latis. Anak-anaknya bisa lestari bersekolah berkat bekicot ini. "Kini paling tidak sehari habis 2.000 tusuk," kata Waryanti tentang sate bekicot dagangannya. Para pengunjung warung Lumayan mengakui, sate bekicot lebih gurih dibanding sate kerang yang sudah banyak dijual orang. Krupuk Paru-Paru Kini Harjo tidah lagi langsung mencari bekicot. Karena dia telah mempunyai sekitar delapan orang yang siap melanglang desa mencari binatang itu. Satu kuintal bekicot dapat dilego ke warung. Lumayan dengan harga 4 - 5000 rupiah. Kalau musim kemarau, agak sulit mencari binatang itu, karena itu harus didatangkan dari daerah yang lebih dingin dan lembab, seperti Malang. Dan di musim kemarau harganya juga lebih tinggi. Mengolah bekicot menjadi makanan, mula-mula direbus dengan digarami. Setelah masak, dagingnya kemudian dipisahkan dari rumahnya Seekor bekicot kemudian diirisnya menjadi lima, cukup untuk satu tusuk sate. Sebelum ditusuk, bekicot itu digoreng dulu dengan diberi berbagai bumbu. Bila sudah dipesan pembeli barulah dibakar lagi disertai bumbu kecap atau kacang, seperti sate kambing atau ayam. Harga setiap tusuk Rp 15 kalau musim hujan, dan menjadi Rp 25 pada musim kemarau. Waryanti juga kemudian membuat krupuk bekicot. Bekicot yang telah direbus, diiris tipis-tipis melebar. Kemudian dijemur. Setelah kering betul, dimasukkan ke dalam bungkusan plastik. "Krupuk ini atas saran seorang langganan yang tetap tidak bisa menelan sate bekicot, " kata Waryanti. Kalau sudah jadi krupuk, bayangan bekicot memang hilang, karena rupanya mirip krupuk paru-paru yang banyak dijual di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Setiap hari, tidak kurang dari 1000-2000 bungkus habis terjual dengan harga Rp 40 sebungkus. "Saya dengar krupuk saya sudah sampai di Jakarta bahkan sampai ke Kalimantan," kata Waryanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus