Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dumai, Pro Dan Kontra

Pendapat dari beberapa pihak yang pro dan kontra terhadap kelayakan/perlunya proyek hydrocracker, pihak amex melihat perlunya proyek ini, sedang beberapa kalangan perbankan di indonesia meragukannya. (eb)

8 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN resmi tentang perubahan rencana membangun proyek bydrocracker di Dumai akhirnya keluar juga. Dir-Ut Pertamina Piet Haryono, selesai bertemu dengan Presiden akhir bulan lalu, mengatakan: "Proyek itu sepenuhnya akan dibiayai oleh pemerintah." Tadinya, dengan maksud tak mengganggu dana pemerintah, proyek pengilangan untuk mengolah jenis minyak berat itu akan dibangun sebagai usaha patungan. Yaitu antara Pertamina dengan suatu konsorsium Spanyol-Taiwan. Konsorsium itu sedianya akanmenguasai 51% dari saham proyek patungan tersebut. Tapi yang menarik adalah bantahan Piet Haryono bahwa proyek yang masih dalam rencana itu kini sudah menggelembung biayanya menjadi sekitar US$ 1 milyar. "Sampai sekarang masih tetap sekitar US$ 800 juta, dan pemerintah Indonesia akan membiayai dari anggaran dalam negeri sekitar US$ 350 sampai US$ 400 juta," katanya. Dengan demikian, sisanya yang sekitar US$ 400 juta akan dicari dari utang komersial perbankan di luar negeri. Tarohlah rencana pembiayaan proyek itu tidak berubah. Tapi manfaat apakah yang akan diperoleh dengan membenamkan US$ 800 juta ke proyek di Dumai itu? Para pendukung gagasan proyek Dumai mengemukakan akan adanya penhematan devisa yang berasal dari penghematan impor. Menurut mereka, selama ini setiap tahun Indonesia telah m>nghabiskan US$ 200 juta untuk mengirnpor minyak tanah, bensin dan solar dari Singapura. Menurut mereka, dengan penghematan devisa sebarlyak itu, maka dalam waktu lima tahun investasi proyek Dumai akan kembali. Seperti diketahui, proyek hydrocracker bertujuan untuk memproses residu lilin berkadar belerang rendah (low sulphur waxy residue) Menjadi beberapa hasil minyak seperti minyak tanah, bensin dan solar. LSWR merupakan bagian dari hasil produksi kilang-kilang Pertamina di Riau, yang menyuling minyak mentah dari lapangan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), dikenal dengan Minas crude atau Sumatran Light crude. Setiap barrel Minas menghasilkan tak kurang dari 55% LSWR. Hasil sampingan itulah sejak beberapa tahun lalu sulit mendapat pasaran di luar negeri. Pendapat yang melihat perlunya proyek hydrocraker ini terutama didukung oleh bank American Express (Amex) cabang Hongkong. Pihak Amex mengharapkan bisa memimpin suatu sindikat bank-bank di Eropa, untuk mencari kredit sejumlah US$ 200 juta bagi proyek di Dumai. Tadinya ada kabar bahwa rencana Amex itu juga dibatalkan, karena Pertamina sendiri bisa membiayai yang US$ 200 juta. Tapi ternyata kemudian usaha Amex tetap disetujui oleh pemerintah Indonesia. Seorang pejabat Amex di Hongkong dalam suatu keterangan kepada koran The Asian Wall Street Jornal berkata yakin: "Proyek Dumai sangat layak bagi Indonesia." Demikian pula C.F. Braun, perusahaan pembangun hydrocracker di AS berkesimpulan: "Investasi di Dumai merupakan investasi yang sangat penting bagi Indonesia." Ragu-ragu Dir-Ut Piet Haryono yang hari itu banyak senyum, menerangkan proyek itu sudah mulai dipersiapkan. Dia optimistis seluruh pekerjaan raksasa itu akan bisa selesai di akhir tahun 1982. Kapasitas penyulingan bydrocracker itu diperkirakan berjumlah 80.000 barrel sehari, sekalipun ada yang beranggapan cuma sekitar 62.000 barrel sehari. Yang pasti, jumlah tersebut jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang akan dihasilkan oleh penyulingan di kilang minyak Cilacap dan Balikpapan, kalau pekerjaan perluasan kedua kilang itu selesai nanti: masing-masing 200.000 barrel sehari dengan jumlah biaya yang kurang lebih sama. Agaknya itu pula yang membuat beberapa kalangan perbankan di Indonesia mulai merasa ragu-ragu terhadap kelayakan proyek Dumai itu. Menurut mereka, seperti dikutip koran yang terbit di Hongkong itu, harga residu lilin yang tadinya tak laku kini sudah membaik. Maka mereka berpendapat akan lebih efisien kalau Indonesia tetap mengimpor dari Singapura ketimbang menginvestasikan duit sebanyak US$ 800 juta. Proyek di Cilacap dan Balikpapan akan dikerjakan oleh perusahaan Fluor dan Bechtel, keduanya dari AS, yang sudah mempunyai reputasi dalam soal soal membangun kilang-kilang besar. Tapi yang di Dumai, meskipun tak lagi berupa proyek patungan, akan tetap dikerjakan oleh dua kontraktor Spanyol, yakni Centurion dan Technicas Reunidas. Kedua perusahaan itu dianggap belum berpengalaman dalam soal-soal membuat kilang minyak, sekalipun Technicas kabarnya pernah membangun proyek hydrocracker berkapasitas 20.000 barrel sehari di Argentina. Beberapa sumber yang dihubungi TEMPO secara tak langsung mengakui memang kedua Spanyol itu tak sehebat kontraktor Amerika. Maka setiap peralatan yang akan mereka kirim ke Indonesia nanti, menurut seorang pejabat Migas, "akan dirundingkan bersama dengan pihak Indonesia." Juga, kata pejabat itu, "peralatan yang akan digunakan dari Spanyol akan dijamin memiliki suatu pengakuan internasional." Jaminan lain diungkapkan oleh Dr. Willibald Pahr, Menlu Austria. Berada di Jakarta sebagai tamu Menlu Mochtar Kusumaatmadja dua pekan lalu, Menlu Pahr menyatakan kesediaan negerinya untuk memberi kredit ekspor sebanyak US$ 150 juta untuk rencana kilang di Dumai. Tapi sebagaimana kedua swasta Spanyol, kontraktor Voest Alpine dari Austria--yang menurut rencana akan ikut membangun hydrocracker itu--belum sampai pada tahap meneken kontrak. Seperti halnya kontraktor Technicas Reunidas, perusahaan Voest Alpine, menurut seorang anggota rombongan Menlu Austria itu, pernah mempunyai pengalaman membuat kilang hydrocracker di Argentina. Seorang ahli hydrocracker yang rupanya ikut dalam rombongan Menlu Pahr, ketika dihubungi, menolak menjelaskan kapasitas hydrocracker yang pernah dibuat oleh Voest Alpine. Kalau yang mereka bangun adalah kilang yang dikerjakan oleh Technicas, mudah diduga kedua kontraktor itu akan bertemu kembali di Dumai nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus