SENDI Kias memutar moviola dengan tekun. Dari tiga jam wawancara
yang dibuatnya selama dua minggu, dia harus menyunting sepadat
30 menit. Kerja ini meletihkan badan. Tapi dia senang karena
acara TV Ufuk Budaya saluran 12 asuhannya itu sudah dua tahun
menempati tingkat tigabesar di antara 180 stasiun TV langganan
Palapa. Kekuatannya yang utama adalah pada ide acara, penguasaan
bahan dan suntingan atau editingnya yang dinamik.
Beberapa bagian dari Ufuk Budaya Oktober, seperti berikut
ini.
(I)
(Dr. Imran Salmm, Direktur Pusat Bahasa, mencebur ke danau
dengan perlengkapan selamnya. Sendi Kias ikut menyelam pula.
Kamera TV menembak wawancara itu).
SK: Penonton Ufuk Budaya yang budiman. (Gluk gluk). Saya
mengajak anda, sehubungan dengan Tahun Bahasa ini, berbincang
dengan Dr. Imran Salim. (Gluk). Selamat menyelam, bung.
IS: Selamat menyelam juga, bung Kias. (Gluk).
SK: Saya tahu bahwa anda senang sekali olahraga menyelam
(Gluk), tapi mengapa justru anda memilil3 dasar Danau Maninjau
ini sebagai tempat wawancara kita? (Gluk).
IS: Dalam memperingati 200 tahun Sumpah Pemuda ini tak ada
salahnya kita mengingat pula (gluk) bahwa lebih dari 200 tahun
yang lalu, pengajaran tata bahasa Indonesia modern untuk pertama
kali diajarkan (gluk) di sebuah sekolah di Bukittinggi, yang
tidak jauh dari danau ini. Kira-kira 60 belokan jalan dari dasar
danau ini.
SK: Apa nama sekolah itu?
IS: Sekolah Raja.
SK: Raja mana saja (gluk) yang tamat dari sana?
(II)
(Dipotong di sini. Kemudian wawancara di kebun wortel.
Prof. Andi Hamid Nasution mencabut wortel dua umbi,
mencucinya, dam mengulurkan sebuah untuk Sendi Kias. Mereka
makan wortel dengan nikmat. Kamera TV menembak poster di
dinding, berbunyi Makan Wortel dan Sehat).
SK: Prof. Bagaimanakah penggunaan bahasa Indonesia di bidang
(mengunyah-ngunyah wortel) ilmu pengetahuan kini, menurut anda?
AHN: Pesat. Tapi dulu, sekitar 100 tahun lamanya bahasa kita
mengalami cobaan berat. Slogan terlalu banyak dari zaman ke
zaman. Kata-kata aus. Banyak pemakai bahasa tak dapat memaparkan
pikiran secara logis, tak dapat menganalisa dan mengambil
kesimpulan dengan bahasa sebagai alat. Sedihnya orang terpelajar
pun, mahasiswa, guru-guru mereka banyak pula begitu. Termasuk
wartawan.
SK: Wah? Begitu benarkah kemelutnya dulu?
AHN: Seratus tahun diperlukan untuk membenahi kebalauan
bahasa lisan dan bahasa tulisan kita. Dan yang lebih asasi,
meluruskan jalan logika. Karena baik dan benar, bukan
semata-mata soal tata-bahasa.
(III)
(Waliullah Durahim Wahid, kiai cendekia itu sedang menabur
pil-pil protein untuk ikan-ikan emas di kolam pesantrennya di
kaki perbukitan. Medium shot).
DW: Tepat sekali. Baik dan benar bukan semata-mata urusan
tata-bahasa. Soalnya lebih dalam lagi.
SK: Maksud kiai?
DW: Kekeliruan kita dari dulu ialah tidak sungguh-sungguh
membenahi yang di dalam lebih dahulu. (Menunjuk ke dada). Yang
diisi cuma kepala dengan ilmu, rumah dengan barang. Kitab Suci
dinyanyikan merdu-merdu, tapi tidak dibaca.
SK: Hubungannya dengan berbahasa baik dan benar?
DW: Bahasa itu pancaran dari apa yang ada di dalam. Yang di
dalam ini yang harus gemerlapan. Sifat munafik yang tumbuh pesat
di negeri kita sebelum datang kutuk Gempa P,umi Besar di akhir
abad yang lalu, jangan diberi kesempatan berkembang lagi.
(IV)
(Kamera menembak kamar kerja penyusun kamus. Nampak rak buku
yang padat, setinggi langit-langit kamar. Di meja berserakan
kartu penuh lubang).
SK: Mas Hari Cuti, dapatkah anda menjelaskan secara ringkas
perkembangan kosakata bahasa kita, selama setengah abad terakhir
ini?
HC: Perkembangan 50 tahun belakangan ini sebenarnya tidak
begitu menarik.
SK: Karena?
HC: Karena normal. Perkembangannya amat normal. yang menarik
ialah perkembangan dari keadaan parah menjadi pulih, kemudian
bertumbuh. Juga tentang perkembangan singkatan. Ha, itu yang
menarik.
SK: Misalnya?
HC: Misalnya mengenai pergeseran arti dari kata. Atau
serangkaian kata. Kata revolusi, umpamanya. Beberapa abad yang
lalu, kata itu bermakna perubahan besar, cepat dan berani.
Sekarang? Coba tanya anak muda, dia akan balik bertanya pada
anda, "Oh itu oom, yang saban menitnya 33 1/3 putaran itu? RPM?"
Nah.
SK: Ilustrasi lain?
HC: Banyak.
SK: Maaf mas Hari. Waktu kita terbatas.
HC: Misalnya lagi, kata kebijaksanaan, yang berasal dari
bijak, atau bijaksana. Pada kuartal ketiga abad yang lalu,
banyak orang bilang begini. "Menurut peraturan, ini memang agak
sulit. Tapi tergantung kebijaksanaan bapaklah." Nah. Arti
kebijaksanaan bergeser menjadi penyimpangan, atau bahkan dalam
praktek pelanggaran. Sehingga arti kalimat itu menjadi "Pak,
tolongiah bapak menyeleweng, tidak apa, kan bapak berkuasa."
SK: Wah menarik ini. Saya baru tahu ini. Bagaimana nasib
kata-kata itu?
HC: Sesudah peristiwa Gempa Bumi Besar itu, yang ditafsirkan
sebagai kutukan Tuhan, kata-kata itu serta-merta tidak dipakai
lagi. Termasuk juga kata ganyang, berkenan, dan 43 kata lainnya.
Mengenai singkatan . . .
SK: Maaf mas Hari. Waktu sudah habis.
(V)
(Adegan terjun payung bersama Kresno Yuwono, penulis novel
terkenal. Kresno santai berbuai di ujung parasutnya. KiasJuga
begitu).
SK: Kres, Kres, bagaimana sastra Indonesia sekarang?
KY: Sehat-sehat saja.
SK: Maksud kau?
KY: Penulisan subur. Pembaca beli buku. Kritikus mengeritik.
(Percakapan terhenti sebentar karena mereka menembus awan).
SK: Wah. Kalian sastrawan sudah mapan kalau begitu.
KY: Memang agak mapan. Jadi sebaiknya ditindas sedikit.
SK: Supaya?
KY: Supaya keluar karya yang hebat.
SK: Kres. Saya dengar ada krisis dalam puisi mutakhir
Indonesia.
KY: Taik kucing itu.
SK: Puisi kucing apa? Kurang jelas suara kau.
KY: Itu pendapat spesialis krisis. Tidak pernah dalam sastra
Indonesia selama dua abad ini, yang tiga tahun berturutturut
tidak krisis.
SK: Jadi krisis terus?
KY: Krisis melulu. Tetap gawat. Selalu krisis tersedia untuk
dipakai. Krisis puisi. Krisis kreativitas. Krisis novel. Krisis
kepercayaan. Krisis kritik. Yang paling akhir sebenarnya krisis
tidak adanya krisis.
(VI)
(Kamera ke sisi wajah Dr. Yuyun Sammi, ahli filsafat itu).
SK: Bung Yuyun. Sastrawan bicara tentang krisis. Bagaimana
tentang pemikiran? Tentang kedudukan bahasa Indonesia dalam
pemikiran? Dalam filsafat?
YS: Apa pernah orang Indonesia berpikir? Dan berfilsafat?
Saya rasa orang Indonesia dari dulu cuma mengucapkan
kata-kata mutiara.
(VII)
(Adegan pusat belanja Houston, Texas. Seorang bocah menjajakan
koran sore Houston Evening Post. Kamera memperbesar halarnan 98,
ruang iklan).
SK: Demikianlah para penonton TV, besarnya pengaruh bahasa
kita ke seluruh dunia pada hari Sumpah Pemuda ke 200 ini. Bukan
nasi goreng, batik dan wayang kulit saja menyerbu mancanegara,
juga bahasa kita. Bahasa kita dipakai di seminar internasional,
jadi medium resmi kesembilan di PBB. Nah. Di kota minyak Houston
ini, ada perusahaan pengeboran yang pasang iklan dalam bahasa
Indonesia. Anda sudah baca sendiri tadi. Iklan mencari tenaga
sopir truk tangki bensin. Di Amerika. Dalam bahasa Indonesia.
Apakah kita tidak terharu?
**
Sendi Kias, untuk acara Ufuk Budaya ini, mendapat hadiah
tertinggi TVRI, tahun 2128. Kata dewan juri dia "penuh
angan-angan, kreatif, idenya majemuk" dan lima kata sifat lagi
yang begitu-begitu itulah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini