Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Untukmu anak-anakku

Guruh sukarnoputra bekerja sama dengan pt nusantara film memproduksi film untukmu indonesiaku. ami priyono, bertindak sebagai sutradara. (fl)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIPAYUNGI kharisma sang ayah, almarhum Presiden Soekarno, Guruh, 28 tahun, memang menarik -- terutama buat kalangan remaja. Empat tahun lalu ia menghimpun sekelompok remaja dalam wadah Swara Maharddhika. Bersama kelompok ini, Guruh, sering mementaskan karyanya di hotel maupun di panggung. Pergelaran Karya Cipta Guruh II dengan tema Untukmu Indonesiaku, di Jakarta September lalu, misalnya, menghasilkan laba bersih Rp 30 juta. Dari pergelaran pertama, Januari 1979, ia dan kelompoknya untung Rp 19,5 juta. Sejumlah produser film kemudian menawarkan diri untuk bekerjasama. Guruh pun melihat bahwa film merupakan media ampuh buat memperoleh uang. Ia memilih bekerjasama dengan PT Nusantara Film untuk produksi Untukmu Indonesiaku. Tujuh kamera di antaranya tiga Panavision -- dikerahkan. Guruh memang menyukai hal yang spektakuler dan gemerlapan. Ami Priyono, bertindak sebagai sutradara. Tapi ia tak bisa demikian bebas memberikan pengarahan kepada pemain. Di film itu, ia lebih banyak mengarahkan kerja para jurukamera. Dan diakuinya, ia kehilangan sejumlah momen baik. Ke dalam film itu dimasukkan pula cuplikan film dokumenter, misalnya, ketika Presiden Soekarno berpidato. Suasana Hari Angkatan Bersenjata Oktober lalu, kelihatan juga. Bahan itu banyak didapat dari Pusat Produksi Film Negara. Bahan gado-gado itu -- salah satu unsur komersial -- bertujuan memancing minat calon penonton dan mencegah kebosanan. Kalau film tadi hanya merekam peristiwa di panggung, sutradara maupun produser takut penonton tak akan menyukainya. Dan sejauh itu pula, menurut Ami, Guruh menolak tampil berlebihan. Dari kepala Ami, Guruh dan Norman Benny (editor) sering muncul sejumlah gagasan memperkaya hasil shooting. Skenario akhirnya banyak dirombak. "Dibanding kerja untuk film cerita biasa, kali ini sangat melelahkan," ungkap Ami. Bahan dari luar panggug itu akhirnya merupakan penopang (sekitar 35%) dalam film yang punya masa putar 1 jam 40 menit tersebut. Sesudah Untukmu Indonesiaku, (yang menelan lebih Rp 100 juta), film berikut kelak menyusul. Guruh menyebut bahwa film, selain pangung merupakan sektor lapangan kerja menarik. Ia ingin menjadikan Swara Maharddhika sebagai organisasi kesenian profesional yang memberikan kesempatan kerja kepada anggotanya. Ia memimpikan organisasi semacam Moulin Rouge di Paris yang menyajikan pertunjukan berbobot. Ia berharap Swara Maharddhika akan mementaskan karyanya secara periodik. Secara tak teratur, kelompok ini telah sering mengisi acara di beberapa hotel Jakarta. Terpaksa rupanya. Sebab buat sekretariat dan latihan, kelompok itu setiap bulan mengeluarkan Rp 500 ribu. Prinsip kerja amatir perlahan-lahan ditinggalkannya. Dari hasil pementasan pula, Swara Maharddhika bisa memberikan imbalan (Rp 100 - 300 ribu) kepada setiap pemain. Tapi Guruh terbentur pada kenyataan bahwa sebagian besar dari 150 anggota kelompok itu masih bersekolah -- kebanyakan duduk di SLA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus