Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, nama Jasa Raharja sudah tidak asing lagi. Sebab, BUMN yang bergerak di bidang perasuransian ini terbukti berhasil dan mampu menyantuni korban kecelakaan lalu-lintas jalan dan korban kecelakaan alat angkutan penumpang umum. Hal ini ditunjang oleh kesadaran masyarakat yang sudah semakin membaik dan masih dipegangnya aji pamungkas, yakni Undang-Undang No. 33 dan 34/1964, yang secara tidak langsung telah memberikan hak monopoli bagi Jasa Raharja untuk mengelola kedua undang-undang tersebut.
Namun, undang-undang itu sudah cukup lama, kemungkinan menyimpangnya juga semakin dalam. Karena Jasa Raharja terlalu lama dipercaya oleh pemerintah untuk mengelola Undang Undang No. 33 dan 34/1964, penyimpangan yang dilakukan lumayan besarnya bila diukur dari omzet premi AKDP sejak 1994 hingga saat ini, melalui loket Samsat di seluruh Indonesia. Jumlah omzetnya mencapai miliaran rupiah.
Bagi kita, jumlah tersebut tidak terlalu mengejutkan karena selama ini banyak kita dengar, yang jumlahnya triliunan pun adem-adem saja. Satu hal yang sangat mengherankan saya ialah kemampuan duet Jasa Raharja dan Jasaraharja Putera mengangkangi Undang-Undang No. 2/1992. Lebih mengherankan lagi, pihak Departemen Keuangan RI selama ini, kok, diem saja, padahal menterinya sudah gonta-ganti.
Dengan telah diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang No. 2/1992, PT Jasa Raharja (Persero) sebagai asuransi sosial dibatasi/dilarang oleh aturan yang berlaku, bahkan diharamkan, untuk mengelola jenis pertanggungan lainnya. Ironisnya, sejak 1994 hingga detik ini, yang namanya PT Jasa Raharja (Persero) masih memasarkan dan memaksakan dengan cara mewajibkan pelunasan premi pertanggungan AKDP kepada masyarakat pemilik kendaraan angkutan barang umum dan pribadi di seluruh Samsat di Indonesia.
Dalam operasionalnya di Samsat, Jasa Raharja berduet dengan anak perusahannya, yang diberi nama PT Jasaraharja Putera. Mereka berlindung di balik aparat yang ada di Samsat sehingga segalanya berjalan dengan mulus. Tindakan mencari keuntungan sendiri yang dilakukan kedua perusahaan asuransi tersebut sebenarnya sangat tercela karena jelas merupakan tindakan pembodohan masyarakat dan pelanggaran ketentuan hukum.
HARYONO
Petisah Hulu, Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo