Ketika mengetahui adanya kebijaksanaan baru bahwa setiap bus kota di Jakarta dan sekitarnya harus menutup pintu, tiba-tiba rasa panas dan pengap datang menyengat tubuh saya, meskipun saya tak berada dalam bus kota. Terbayang oleh saya seorang ibu dengan anaknya yang masih kecil harus berimpit-impitan dalam bus yang panas dengan pintu tertutup. Atas kebijaksanaan tersebut, seorang bekas pejabat kepolisian membandingkan dengan keadaan di luar negeri. Ia berpendapat, menutup pintu bus adalah normal. Siapa pun tentu tak menyangkal pendapat tersebut. Tapi, apakah kebijaksanaan itu normal jika diterapkan pada saat ini di Indonesia, khususnya di Jakarta? Agaknya, untuk membuat suatu kebijaksanaan tak cukup dengan cara tambal sulam, tanpa memperbaiki yang lainnya. Misalnya, apakah jumlah bus, yang menjadi kebutuhan sebagian besar masyarakat kita itu, telah cukup? Apakah kondisinya sudah memungkinkan untuk menutup pintunya? Belum lagi bahaya kebakaran yang selalu mengancam seperti yang terjadi baru-baru ini. Rasanya, kita tidak perlu pindah dari mobil ber-AC ke bus kota hanya untuk merasakan bagaimana keadaan dalam bus kota. Jadi, cobalah dipikirkan lagi, apakah itu memang satu-satunya cara untuk menciptakan ketertiban.LELYANA SANTOSAWisma Bank Dharmala, Lantai 5 Jalan Sudirman Kav. 28 Jakarta 12920
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini