Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberatan Rohani Budi
Seorang teman yang sangat baik memberitahukan lewat media sosial bahwa nama saya disebut majalah Tempo edisi 11-17 Maret 2013, dalam laporan berjudul "Hikayat Politikus, Ulama, dan Bisnis Emas Syariah". Masalah yang terkait dengan saya terdapat pada halaman 96 alinea ke-9.
Saya kutipkan alinea itu: "'Surat permohonan dari Pak Marzuki,' ujar pengurus masjid, Muh. Suaeb Surya, kepada Ira Guslina Sufa dari Tempo, Kamis pekan lalu. Upacara dipimpin pegawai DPR, Rohani Budi, yang fasih berbahasa Inggris, disaksikan antara lain Imam Besar Baiturrahman HM. Sofwan Amiruddin, Aziddin, Marzuki, dan Ma'ruf."
Saya tegaskan bahwa saya tidak pernah memimpin atau hadir dalam acara dimaksud. Ada dua keberatan saya terhadap alinea ke-9 itu, yaitu: (1) Saya tidak fasih berbahasa Inggris; saya hanya fasih berbahasa Jawa ngapak karena saya lahir dan besar di Banyumas, Jawa Tengah; (2) Saya tidak memimpin acara pengislaman Michael Ong sebagaimana yang dimaksud pada pemberitaan.
Rohani Budi Prihatin
Peneliti P3DI Sekretariat Jenderal DPR
Nama Anda disebut oleh Muhammad Suaeb Surya, pengurus masjid DPR. Maaf atas kekeliruan ini.
—Redaksi
Penjelasan Bambang Soesatyo
Terkait dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 18-24 Maret 2013, berjudul "Setelah Persamuhan di Restoran Kepiting", dengan ini saya menerangkan:
1. Dalam pemberitaan tersebut sama sekali tidak dibuat bantahan yang pernah saya kemukakan, bahwa tidak benar saya waktu itu berada Kafe De Luca, Plaza Senayan. Saya juga sudah menegaskan, dalam kasus ini, saya tidak pernah menerima apa pun termasuk tudingan yang ditulis Tempo.
2. Tanpa keterangan dari saya sebagai subyek berita, pemberitaan Tempo tersebut tidak berimbang dan dapat menimbulkan persepsi yang menyesatkan. Tempo wajib berimbang pada setiap berita yang ditulis (Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik). Penjelasan pada berita lain di halaman lain tidaklah menghilangkan kewajiban untuk menghadirkan berita yang berimbang pada berita yang ditulis tersebut.
3. Saya mendukung reportase investigasi Tempo untuk mengungkap kasus korupsi oleh siapa pun. Hanya, saya ingin Tempo berimbang, tidak melanggar asas praduga tidak bersalah, dan memperhatikan kepentingan serta hak para pihak yang terkait dalam pemberitaan.
Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar
Bank BJB Menjawab 'Raison D'Etre'
Ini tanggapan atas artikel "Raison D'Etre Bank Jabar-Banten" oleh Lin Che Wei pada majalah Tempo edisi 18-24 Maret 2013, yang memberikan judgment bahwa Bank BJB telah keluar dari raison d'etre (alasan keberadaannya). Berikut alasan keberadaan Bank BJB sesuai dengan visi menjadi 10 bank terbesar dan berkinerja baik di Indonesia.
1. Sebagai bank yang sudah go public, dalam melaksanakan fungsi sebagai penggerak dan pendorong laju perekonomian daerah, BJB harus memiliki profitabilitas yang tinggi, mengingat bank juga merupakan sumber pendapatan bagi pemegang saham. Bank BJB adalah badan usaha milik daerah yang menjadi penyumbang terbesar dividen tunai yang diakui sebagai pendapatan asli daerah bagi pemerintah daerah di Jawa Barat dan Banten.
2. Adalah keliru menilai kredit konsumtif—yang sebagian besar disalurkan kepada pegawai negeri sipil di daerah Jawa Barat dan Banten—tidak memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Pegawai negeri sipil pada dasarnya menggunakan kredit itu untuk pendidikan anak, pembelian rumah/alat transportasi, sekitar 40 persen dari kredit digunakan untuk mendukung usaha produktif-mikro.
3. Struktur pemegang saham Bank BJB terbagi dua, yang terdiri atas saham seri-A yang dimiliki 33 pemerintah daerah sebesar 75 persen di mana Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi mayoritas dengan 38,26 persen. Berikutnya saham seri-B yang dimiliki publik 25 persen.
Dalam anggaran dasar bank jelas tercantum bahwa tidak terdapat perbedaan antara saham seri-A dan seri-B, kecuali dalam hal pemilihan pengurus—harus disetujui dua pertiga pemegang saham seri-A. Dari struktur anggaran dasar itu, keliru jika ada kesan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki kendali penuh atas operasional bank.
4. Pengelompokan bank pembangunan daerah tidaklah eksis di dalam Undang-Undang Perbankan yang membagi bank menjadi tiga: bank umum, bank syariah, dan bank perkreditan rakyat. Penyebutan bank pembangunan daerah sering dikaitkan dengan bank yang dimiliki pemerintah daerah di berbagai provinsi di Indonesia.
5. Penggunaan nama Bank BJB adalah bagian dari strategi mengembangkan usaha, bukan hanya di daerahnya sendiri, tapi juga secara nasional. Pemikiran dan konsep bahwa bank pembangunan milik pemerintah daerah harus gurem, kecil, dan hanya merupakan bank lokal tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan semangat globalisasi serta integrasi.
Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, kita memerlukan lebih banyak bank yang sanggup bersaing pada skala nasional dan internasional. Mindset besar itu tecermin dari sisi kinerja, di mana Bank BJB berhasil membukukan laba di atas Rp 1 triliun untuk pertama kalinya dalam sejarah—tepatnya Rp 1,19 triliun. Kinerja itu jauh di atas rata-rata perbankan nasional.
Hanel Topada
Group Head Investor Relation Bank BJB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo