Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat

3 September 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan atas Tulisan Gunung Padang

KAMI, Tim Peneliti Terpadu Gunung Padang, ingin menanggapi tulisan Profesor Mundardjito dalam Tempo edisi lalu. Guru besar arkeologi Universitas Indonesia itu mengkritik temuan kami tentang dugaan adanya bangunan yang terkubur di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.

Perlu dicatat, Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi mulai meneliti di sana sejak 1981. Menurut mereka, situs itu merupakan struktur punden berundak di puncak bukit. Maka, aneh jika mereka sinis terhadap usaha kami memindai struktur di bawah permukaan dan menguji penanggalan karbon untuk menentukan umur situs. Penelitian kami disamakan dengan antiquarian, kami seolah pemburu harta kuno yang membabi buta.  

Arkeolog Junus S. Atmodjo juga mengkritik temuan kami tanpa bukti. Istilah yang dia gunakan "hipotesis di atas hipotesis", padahal kami bertumpu pada interpretasi pemindaian georadar, geolistrik—baik dua maupun tiga dimensi—dan observasi arkeologi dekat permukaan. Interpretasi georadar dan geolistrik oleh geolog sama dengan imaji ultrasonografi atau sinar-X oleh dokter.

Saat ini analisis data Gunung Padang belum sepenuhnya selesai. Ilmuwan yang skeptis berguna supaya kami terpacu terus mencari kebenaran absolut. Tapi sikap antipati, menurut kami, kontraproduktif karena menafikan semangat keingintahuan ilmiah dan inovasi penelitian.

Danny Hilman Natawidjaja
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Sopir Taxi Express Tidak Jujur

Usai pengajian di kantor kami di Jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan, 9 Agustus lalu, saya bersama suami saya dan seorang teman pulang. Kira-kira pukul 19.30 kami panggil taksi Express putih. Saya duduk di belakang berdua dengan suami saya, teman saya duduk di depan. Teman saya sempat membaca nama sopir itu, Wahyudi, kami tak memperhatikan nomor pintunya.

Kami membawa satu koper kosong berwana hitam, dan sopir memasukkannya di bagasi. Tiba di rumah, di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, kami lupa menurunkan koper itu. Kami lalu menelepon bagian pelayanan taksi Express. Esok siangnya suami saya dihubungi bagian pelayanan, yang mengatakan bahwa sopir taksi itu mengaku tidak pernah mengantarkan penumpang ke Depok pada jam tersebut, melainkan ke Ambassador. Sabtunya saya dihubungi bagian pelayanan, memberitahukan bahwa pencarian barang yang tertinggal tidak berhasil.

Dalam berkomunikasi dengan pihak taksi Express kami dilayani Saudara Erik dan seorang wanita yang tidak menyebutkan namanya. Seandainya sopir taksi Express jujur, barang yang tertinggal milik penumpang tidak akan hilang.

Eko Gunarti
Depok Lama Alam Peramai I-2 RT 02/RW 21

Tagihan kartuHalo Telkomsel

Saya pengguna kartuHalo dari Telkomsel. Tagihan saya berupa e-bill selalu dikirimkan melalui e-mail. Jatuh tempo tagihan pemakaian kartuHalo biasanya setiap akhir bulan, tanggal 30 atau 31. Billing Cycle kartuHalo saya adalah BC-11. Berdasarkan info dari call center Telkomsel, tagihan untuk BC-11 biasanya dikirim sekitar tanggal 20 setiap bulan. Namun hal ini tidak terjadi pada saya.

Setiap menjelang tanggal 30 atau 31, saya selalu menelepon call center Telkomsel 133 (dulunya 111) untuk minta dikirim tagihan pemakaian kartuHalo saya.

Pada 31 Juli 2012, saya ke GraPARI Telkomsel di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, mengadukan hal ini. Nomor laporan saya: 5665297. Namun tidak ada perubahan. Akhir Agustus 2012 ini saya tetap harus menelepon call center Telkomsel minta dikirimi e-bill kartuHalo saya.

Mohon Telkomsel menyelesaikan masalah ini.

Eki Junaidi
Jalan Tebet Barat II No. 18, Jakarta Selatan

Jembatan Selat Sunda

Saya, sebagai warga Lampung, ngeri membayangkan apa yang akan terjadi bila jembatan Selat Sunda jadi dibuat. Kengerian saya meliputi:

1. Betapa besar biaya/uang negara/uang rakyat yang akan terkuras untuk mewujudkan jembatan itu (minimal Rp 100 triliun).

2. Kekuatan jembatan itu sendiri, mengingat sering terjadi gempa kecil maupun besar di Sumatra, khususnya Lampung dan Selat Sunda.

Saya mengusulkan, mengapa tidak dikaji ulang tawaran Konsorsium Otoritas Pelabuhan Dublin untuk membangun armada feri besar tahan cuaca dengan fasilitas pelabuhan pada kedua sisi Selat Sunda. Biayanya hanya Rp 6 triliun.

Kusnawati
Jalan Amir Hamzah 26, Bandar Lampung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus