Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reformasi Polisi

PERSETERUAN antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi tahun lalu terjadi karena masalah makelar kasus. Kini kepolisian Indonesia kembali diguncang masalah dengan sebab serupa. Seharusnya Polri mampu belajar dari kasus-kasus yang pernah ada. Sa­atnya polisi benar-benar direformasi. Ja­ngan sampai institusi ini jadi sarang penyamun.

Sebagai rakyat biasa, saya salut polisi sigap menangkap para teroris. Tapi apa­kah mereka juga sigap dan bisa menangkap makelar kasus di tubuhnya sendiri? Karena mencintai polisi, rakyat sangat menunggu keseriusan reformasi kepolisian.

RIRIS HERAWATI
Tangerang, Banten


Markus = Teroris

Makelar kasus mirip teroris. Me­reka sama-sama jahat. Teroris langsung membunuh orang melalui aksinya. Makelar kasus secara umum membunuh kepentingan masyarakat luas. Teroris tidak memilih korban, makelar kasus juga demikian.

Sepanjang para pejabat publik dan birokrasi masih kotor, selama itu pula makelar akan tetap hidup. Makelar kasus amat mungkin tak hanya berada di kepolisian, tapi hampir di setiap tempat pelayanan publik. Di tempat pembuat­an SIM menumpuk calo, begitu juga di tempat pembuatan KTP, surat akta tanah, atau penjualan tiket kereta api. Memerangi makelar kasus harus sama dengan memberantas teroris. Hancurkan markus sampai ke telur-telurnya sehingga tidak menjadi gurita.

HENDRIWAN ANGKASA
Tambora, Jakarta Barat


Gayus, Oh, Gayus

IRONIS sekali Indonesia ini. Kita bayar pajak dengan ikhlas dan sadar agar negeri ini maju, bebas dari kemis­kinan, dan sejahtera. Tapi, setelah kita bayar, duitnya ditilap oleh orang-orang macam Gayus Tambunan. Menurut be­rita, Gayus melakukan aksinya secara berkelompok di Direktorat Pajak dan Pengadilan Pajak. Anehnya, pengadil­an ini tak diketahui Mahkamah Agung karena strukturnya di bawah Kemen­terian Keuangan. Kian aneh saja Indonesia ini. Saatnya kini reformasi total seluruh lembaga birokrasi. Jangan cuma Direktorat Pajak.

CYNTIA MANGINDA
Depok, Jawa Barat


Nonaktifkan Jenderal Markus

Tuduhan Susno Duadji harus ditindaklanjuti dengan pembuktian. Soal ­motif pengungkapan kasus tersebut ­akan terbuka setelah laporan Susno dituntaskan. Karena itu, Kepala Kepolisian ha­rus bersikap fair dalam kasus ini. Perwira tinggi kepolisian yang diduga terlibat makelar kasus harus dinonaktifkan. Dengan begitu, Kepala Polri menunjukkan iktikad baik untuk menyelesaikan persoalan makelar kasus.

Informasi dari Susno adalah pintu masuk untuk mengungkapkan dan membersihkan institusi penegak hukum dari mafia hukum. Kasusnya harus diproses secara hukum untuk membuktikan kebenaran informasi Susno. Pengungkap­an kasus ini akan mempercepat reformasi kepolisian.

Kisruh Susno dan Polri sudah terjadi. Kepolisian diharapkan bisa mengusut semua persoalan secara tegas. Jangan biarkan kepolisian disandera dengan kasus seperti ini di kemudian hari.

ANDI BASSO
Jalan Pahlawan 22, Makassar


Tikus di Kandang Buaya

Menuding Susno Duadji sakit hati karena dilengserkan hanya mengecilkan dan menjauhkan masalah pokok, yakni membongkar mafia kasus di kepolisian. Sebagai mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Susno memiliki banyak informasi. Seharusnya petinggi Polri tidak menuduh Susno memfitnah atau mengacaukan sistem kepolisian. Saya berharap Polri tidak buru-buru menolak informasi Susno, melainkan menjadikannya sebagai momentum untuk membersihkan kepolisian.

Pemecatan mereka yang terlibat bisa menjadi langkah pemberantasan tikus-tikus yang menggerogoti kepolisian. Kita menanti Kepala Polri, apakah akan ikut dalam pembersihan markus atau hanya menjadi penonton.

VINO SIREGAR
Pasar Minggu, Jakarta Selatan


Ganti Nama KPK

KPK singkatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Mungkin karena namanya, lembaga ini lebih menonjol dengan prestasi penindakan, yaitu seberapa banyak koruptor yang dipenjarakan. Padahal KPK punya fungsi pencegahan tapi sejauh ini kurang menonjol. Masyarakat tidak tahu bagaimana komisi ini melakukan sistem pencegahan. Fungsi ini sebenarnya seribu kali lebih penting dibanding fungsi pemberantasan korupsi.

Analoginya, sebuah pipa air besar bocor. Penilaiannya bukan dari berapa ratus ember air bocoran dari pipa yang bi­sa ditampung, tapi seberapa efektif ke­bocoran pipa itu dapat ditanggulangi.­ Maksudnya, walau ada seribu koruptor dipenjara, koruptor baru akan terus bermunculan. Sampai kapan pun pemberan­tasan korupsi tak akan pernah berhenti.

Karena itu, nama lembaga ini sebaik­nya diganti menjadi Komisi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi atau KPPK. Masyarakat harus tahu seberapa efektif mereka mencegah korupsi. Kalau perlu, prestasi kualitatifnya diumumkan menggunakan angka dan grafik.

HARIYANTO IMADHA
Tangerang


Helm di Bogor

DI Bogor, orang boleh tak memakai helm pada saat berkendara. Bisa juga mem­bonceng dua orang di jalan raya yang ramai. Polisi tak peduli kendati ba­nyak pengendara motor tanpa helm ini le­wat pelan-pelan di depan mereka. Saya tak hanya sekali-dua melihat orang yang dibonceng tanpa helm. Memang saya tak tahu seberapa banyak orang gegar otak akibat terjatuh dari sepeda motor karena tak memakai helm. Tapi, di luar urusan gegar otak, mestinya pengendara sepeda motor tetap memakai helm. Polisi wajib menegur atau menilang mereka yang melanggarnya.

Memakai alat standar berkendara yang aman tentu tak hanya untuk kepenting­an sendiri tapi juga untuk menghormati orang lain yang berkendara. Sebab, di jalan raya, hati-hati saja tak cukup. Anda juga terancam oleh pengendara yang sembarangan menyeberang. Helm bukan hanya untuk gaya, tapi lebih kepada soal perlindungan.

HIDAYAT
Bogor, Jawa Barat


Lebih Baik NU Tak Berpolitik

Nahdlatul Ulama harus menjadi payung yang meneduhkan semua nahdli­yin dari partai serta pilihan politik apa pun. Kebesaran NU harus diikuti­ dengan memberikan kebebasan ke­pada warga­nya­ untuk menentukan pilihan. Seba­gai­ kekuatan masyarakat sipil, keputusan­ Muk­tamar ke-32 NU di Makassar pekan­ lalu dalam masalah politik praktis agak­nya dapat menjelaskan posisi NU akan menjadi payung masyarakat atau tidak.

Tidak hanya untuk warga, Muktamar Makassar juga mampu mengatur pemim­pin NU dalam kaitan politik praktis. Pemimpin NU yang mengincar jabatan po­litik mulai presiden hingga bupati/wali kota harus mundur dari jabatannya. Keputusan Muktamar Makassar men­janjikan NU akan lebih indah karena pengurusnya tidak tersandera urus­an politik praktis. Pengurus harus lebih fokus pada masalah ekonomi kerakyatan, kebudayaan, kesehatan, dan pendidikan masyarakat bawah.

MASRUR SYU’DI
Kemayoran, Jakarta Pusat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus