Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selamat Jalan, Bung Yusril
Kehidupan dan kematiannya seperti persambungan pagi dan petang: erat, cepat, bersahabat. Segar-bugar di hari Rabu, dia rebah oleh stroke esok paginya. Dan berakhir pekan di tilam rumah sakit, dikawani keluarga, kerabat, para sahabat dan kolega. Senin pagi pekan lalu dia berpulang, setelah lima hari dirawat di unit perawatan intensif Rumah Sakit Mitra Keluarga, Jatinegara, Jakarta Timur,
Yusril Djalinus, 64 tahun, adalah editor senior dan komisaris Tempo. Dia pejalan jauh yang tangguh dengan enduransi yang melampaui usianya. Tapi pagi itu dia berhenti. Jalan telah berujung. Tenggat akhirnya tiba, setelah tugas kehidupan ia tunaikan sepantas-pantasnya, dengan prestasi terpuji. Sahabat almarhum, Goenawan Mohamad, menulis dalam salah satu sandek, ”Dia tidak pergi, dia hanya pulang.” Wajah Yusril tenang dan lena, seperti pejalan jauh yang pulang ke rumah lalu lelap dalam tidur panjang.
Bahkan kematiannya adalah perjalanan yang bahagia. Begitu banyak keluarga dan para sahabat mengantarnya dalam iring-iringan bus dari Jakarta ke rumahnya yang asri di Jalan Kapten Halim, Purwakarta. Setelah didoakan, perjalanan diteruskan ke Pemakaman Pasar Senen, Purwakarta. Di sana jenazah Bang Yusril—begitu kami memanggilnya—diturunkan ke bumi. Bunga ditabur, doa-doa didaraskan mengiringi arwah yang pulang kepada Yang Maha Pencipta.
Bang Yusril menyatukan hidupnya dalam dua dunia yang akrab dan mesra: keluarga dan Tempo. Ia suami, bapak tiga anak, dan kakek empat cucu yang membanggakan. Turut mendirikan Tempo bersama Goenawan Mohamad dan kawan-kawan pada 1971, dialah arsitek sistem manajemen modern Tempo, yang mendasarkan penilaian pada meritokrasi. Dia arsitek sistem koordinasi reportase, lembaga yang menjadi urat nadi sebuah majalah berita. Dari sistem pendidikan internal yang digagasnya, lahir banyak wartawan andal yang kemudian memimpin Tempo atau tersebar memimpin sejumlah media penting di Tanah Air.
Yusril barangkali lebih tepat disebut ejawantah, embodiment, salah satu—dari beberapa saka guru—yang menyokong kehidupan bernama Tempo. Dia bertahan bersama kegiatan penerbitan ini dalam aneka pasang-surut. ”Bersama dia, kita terpacu untuk bekerja,” ujar Karni Ilyas, bekas wartawan Tempo dan anak buah YD—begitu sebagian orang Tempo memanggilnya—yang kini memimpin salah satu televisi swasta.
Banyak yang mengenangnya sebagai sosok yang teguh dan konsisten membela independensi wartawan. Dia bubar bersama Tempo saat majalah ini dibredel rezim Soeharto pada 1994. Dia kembali tatkala Tempo terbit lagi pada 1998. Jejak Yusril ada hampir di seluruh lini: produksi, pemasaran, hingga sumber daya. Dari majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo Newsroom, hingga Pusat Data dan Analisa Tempo.
Bahkan hari terakhirnya sebelum sakit ia habiskan sebagian di kantor redaksi. Yusril datang siang-siang. Dua jam dia ikut rapat opini bersama para editor. Ah, kenang-kenangan itu…: wajahnya segar, seusai rapat dia melintasi ruang demi ruang, bertanya kabar atau sekadar beruluk salam. Sesekali, tawanya pecah berderai. Humor nyaris identik dengan dirinya.
Dan Tuhan agaknya berkenan mendengar derai tawa Yusril Djalinus lebih dekat. Dia memanggilnya pulang, lima hari kemudian. Untuk selama-lamanya. Pembaca, kami kehilangan seorang yang begitu berarti.
Innalillahi wainnailahi roji’un.
Stop Anarkisme
MENINGGALNYA Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara dalam demonstrasi pembentukan Provinsi Tapanuli membuktikan kita masih belum menghargai demokrasi. Para demonstran tak menghargai lembaga negara. Ini sangat memprihatinkan. Apa pun alasannya, kekerasan dalam bentuk apa pun tak dibenarkan dalam demokrasi.
Dalam demokrasi, kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan berserikat dan berkumpul memainkan peran penting. Dalam Pasal 28 UUD 1945, kebebasan semacam itu juga dijamin penuh dan memainkan peran penting bagi terpenuhinya kepentingan serta aspirasi rakyat. Kebebasan tidak hanya menampilkan perbedaan, tapi juga pertentangan.
Konflik bisa terjadi di antara siapa saja, di mana pun, dan setiap saat. Namun konflik tidak harus berubah menjadi kekerasan. Konflik dalam demokrasi tidak boleh destruktif atau merusak. Karena itu demokrasi mensyaratkan kemampuan warga masyarakat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi agar tidak berubah menjadi destruktif dan anarkis. Yang diperlukan di sini adalah keterampilan menyelesaikan konflik sehingga potensi konflik tidak berakibat fatal bagi masyarakat dan demokrasi itu sendiri.
FARAH HANAFIAH
Lhok Seumawe, Aceh Utara
–Redaksi menerima surat senada dari Ricard Raja di Kupang, Nusa Tenggara Timur; Agung Wiratama di Depok, Jawa Barat; Christoper Simanjutak di Jakarta Selatan.
Lima Keanehan Mahkamah Konstitusi
MAHKAMAH Konstitusi membuat ketetapan menolak menindaklanjuti permohonan tim Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono dalam sengketa pemilihan Gubernur Jawa Timur. Partai Persatuan Pembangunan yang mendukung calon pasangan ini menganggap keputusan itu tak adil. Setidaknya ada lima keanehan:
1. Mahkamah menolak karena ada pelanggaran administratif. Bukankah hakikatnya kisruh itu sengketa hasil akhir perhitungan suara yang pangkalnya soal administrasi seperti salah hitung, salah menjumlah, salah data, dan lain-lain?
2. Mahkamah tak mau menangani karena soal ini prima-facie (penilaian awal) bukan kewenangannya. Aneh, Mahkamah belum memeriksa alat bukti dan mendengar keterangan dari pihak-pihak yang bersengketa tapi sudah memutuskan.
3. Mahkamah menilai permohonan itu pelanggaran individual tim Khofifah sehingga ini kewenangan penegak hukum. Atas dasar apa kesimpulan ini? Bukankah Mahkamah belum memeriksa berkas dan alat bukti dari tim Khofifah?
4. Mahkamah menolak memeriksa perkara ini. Bukankah hakim dilarang menolak permohonan kasus? Penolakan ini bisa diancam pidana.
5. Mahkamah menilai ini bukan permohonan baru karena bagian dari keputusan Mahkamah sebelumnya. Jika begitu, setiap keputusan tentang pemungutan suara ulang harus diterima sebagai kebenaran meski ada kecurangan karena tak bisa diperiksa lagi.
PPP akan meminta tim Khofifah melakukan eksaminasi untuk menjawab keanehan ini.
LUKMAN HAKIM SAIFUDIN
Ketua DPP PPP Bidang Hukum dan HAM
–Redaksi menerima surat senada dari Teguh Nugroho, SPd, di Depok, Jawa Barat. Teguh menekankan kasus yang terjadi di Jawa Timur ini akan meningkatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemilihan umum.
Pembatasan Jaipongan
GUBERNUR Jawa Barat Ahmad Heryawan menganjurkan para penari jaipong mengurangi 3G (goyang, gitek, dan geol). Bagaimana bisa, 3G adalah unsur dan ciri khas jaipong. Apakah Pak Gubernur lebih tergoda ketimbang menikmati keindahan tarian ini?
Kebijakan ini juga diskriminatif dan bias gender. Lebih celaka lagi, anjuran ini menggunakan dalil agama. Sayang faktanya tak sesuai dengan konteks geografis. Ibarat bermimpi di siang bolong, para agen neo-Wahabi hendak ”men-Talibanisasi” dan ”mem-Balkanisasi” Indonesia yang ”Bhinneka Tunggal Ika” ini. Ajaran agama toh menuntun kita melihat kebenaran (spirit) di balik badan (ritual) dan menemukan esensi spiritualitas. Dalam napas universal itulah kita semua bersatu dalam harmoni.
Mengatur gerakan ataupun cara berpakaian para penari jaipong sungguh merendahkan inteligensi manusia dan menafikan kearifan leluhur yang mengkreasinya. Oleh sebab itu, mari katakan tidak untuk kejahatan terhadap budaya! Sebagai elemen bangsa, kita justru perlu melestarikan titipan anak-cucu, yakni budaya luhur Nusantara dari Sabang sampai Merauke.
NUGROHO ANGKASA, SPd
Way Halim, Bandar Lampung
Bubarkan Korpri
SAYA tak melihat manfaat Korps Pegawai Negeri (Korpri), baik kepada anggotanya maupun masyarakat. Setiap bulan gaji pegawai dipotong tapi tak pernah jelas pertanggungjawabannya. Ketika saya dan ribuan eks pengungsi Timor Timur (kini Timor Leste, Red.) harus keluar rumah pasca-jajak pendapat, Korpri juga tak berbuat apa-apa.
Karena itu bubarkan saja Korpri. Tapi sebelumnya audit dulu uang potongan itu oleh lembaga independen. Jika ada korupsi, tuntaskan secara hukum. Dengan begitu, Korpri akan menjadi organisasi contoh dalam hal transparansi dan keterbukaan. Pembubaran juga akan menjadikan pegawai negeri sebagai abdi masyarakat, bukan abdi yang lain.
DRS S. SARAGIH
Pekanbaru
Harga BBM Turun Lagi
KATA para menteri, harga bahan bakar minyak akan turun lagi Februari ini, yang diikuti harga-harga dan bantuan lainnya. Semoga tak hanya pemerintah sekarang yang begitu, tapi pemerintahan berikutnya. Dan penurunan harga ini tak hanya karena pemilihan umum yang sifatnya sesaat.
RIRIS HERAWATI
Ciputat, Tangerang
Kritik dalam Politik Kita
IKLAN politik calon presiden kian menegaskan bahwa para politisi kita tak pandai berpolitik. Mereka saling menyerang dan menjatuhkan dengan alasan mengkritik. Padahal kritik mesti disampaikan secara santun, sehat, berdasarkan alasan rasional tanpa sentimen pribadi, dan tidak diutarakan secara emosional. Dalam demokrasi, kritik adalah bagian dari dinamika.
Rakyat boleh mengkritik pemimpinnya, pemimpin boleh mengkritik rakyatnya, apalagi oposisi yang tugasnya memang menjadi alat kontrol bagi penguasa. Melihat saling kritik antar-pemimpin kita saat ini, betapa menyedihkan mereka: saling kritik untuk mendapat citra baik. Saya kira masyarakat mulai rasional dan akan menilai apakah mereka layak menjadi pemimpin pada 2009 nanti.
RONALD SURBAKTI
Tebet Barat, Jakarta Selatan
Ratapan Pengendara Mobil
SAAT ini jalanan dikuasai pengendara sepeda motor. Mereka dijuluki ”raja jalanan”. Mereka tak mau tahu tata tertib di jalan dan seakan harus menang di jalanan. Apalagi kelakuan klub-klub sepeda motor yang memaksa pengendara lain mengalah seperti rombongan presiden saja. Risikonya dua: macet dan kecelakaan.
Di setiap lampu merah atau pintu rel kereta api, semua jalur akan dipadati motor, sehingga pada saat berjalan masih juga macet. Ini karena terjadi rebutan jalur dua arah. Cara menyalip dari semua arah dan cara mengendarai zigzag, tanpa mengukur tingkat keamanan semua pihak, berisiko tinggi terjadinya kecelakaan. Nah, saat terjadi kecelakaan antara motor dan mobil, pengendara mobillah yang disalahkan.
Saya dan teman-teman pernah mengalami: sudah mobil rusak tetap harus menanggung biaya pengobatan, meski pengendara sepeda motor itulah yang salah. Saya mengimbau masyarakat dan polisi agar meneliti dulu kronologinya sebelum memaksa pengendara mobil mengganti dan membayar semua kerusakan. Jangan sampai ini menjadi pemerasan berkedok kecelakaan.
IR RIAN ARDIWIBOWO, ME
Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Pengembang Menghilang
SAYA pemegang kontrak jual-beli Villa Hambalang Golf & Country Estate di kaveling A-122 di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Saya sudah melunasi uang tanda jadi dan uang muka saat teken kontrak. Di kontrak disebutkan vila selesai dibangun Oktober 1995. Angsuran bulanan saya lunasi hingga cicilan ke-14 (Juni 1995).
Waktu itu vila belum dibangun juga. Berulang kali saya mengirim surat, tapi jawabannya selalu tak memuaskan. Akhirnya kantor PT Megatama Nusa Sukses yang direkturnya bernama Santosa Widjaja di Gate Way Building juga tutup. Hilanglah jejak pengembang itu kini. Saya tak tahu harus mengadu dan bertanya ke mana.
Saya yakin banyak orang yang senasib dengan saya karena banyak bangunan yang terbengkalai. Mudah-mudahan surat ini ada yang menanggapi.
A.M. ARDIAN
Alam Elok, Jakarta Selatan
Awas, Aliran Sesat
DI INDONESIA masih saja tumbuh aliran sesat. Terakhir aliran mesum dari Kebagusan, Jakarta Selatan. Ini sekte yang membolehkan saling tukar pasangan dan melarang orang sakit diobati karena untuk menebus dosa. Pemerintah dan kita seolah tidak tahu bagaimana mencegahnya. Padahal, sebaiknya kita yang preventif terhadap aliran-aliran sesat semacam aliran mesum ini.
Idealnya, kiai yang punya andil soal ini. Tapi mereka berpolitik sehingga lupa umatnya. Jadi kitalah yang tetap harus waspada.
DODY CANDRA
Depok II Tengah, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo