Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koreksi Tulisan Tempo
Sehubungan dengan wawancara Tempo dengan Bapak Soedarpo Sastrosatomo yang dimuat dalam Edisi Khusus Hari Kemerdekaan, Era Liberal Demokrasi Indonesia, 13-19 Agustus 2007, ada hal yang ingin kami sampaikan. Terutama disebutkan di halaman 88, kalau Bapak Soedarpo usianya 80. Yang benar bukan 80 melainkan 87 tahun. Dan memang susah berdiri tetapi daya ingatannya masih tajam dan sama sekali tidak lemah ingatannya.
Waktu wawancara, saya sendiri menanyakan bagaimana respons Bapak Soedarpo untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kedua wartawan itu menjawab ”bagus”. Bapak dapat memberikan gambaran yang positif terhadap pertanyaan yang diajukan. Bapak Soedarpo juga memberikan satu buku tentang biografinya. Karena itu, kami mohon pemberitaan itu diralat.
Ny. Soedarpo Sastrosatomo Jalan Pegangsaan Barat 16 Jakarta Pusat Telp.: 021-3140256/3150251 Fax: 021-31900289
Jawaban Singapore Airlines
Menunjuk surat Bapak Glorius Dewayana yang dimuat di majalah Tempo beberapa waktu lalu, ada beberapa hal yang perlu kami jelaskan. Setelah menerima laporan pada 23 Juli 2007, staf Singapore Airlines di Bandara Soekarno-Hatta segera menghubungi petugas groundhandling di Bandara Heathrow, London.
Staf kami juga telah berkorespondensi dengan Bapak Dewayana tentang masalah ini dan akan selalu memberitahukan perkembangan yang terjadi karena kasus ini menyangkut dua perusahaan penerbangan yang berbeda. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami Bapak Dewayana.
Glory Henriette Manager Public Relations Singapore Airlines Jakarta
Tanggapan BCA
Membaca surat Ibu Sella Novitasari Marlissa soal layanan BCA di majalah Tempo dalam rubrik Surat Pembaca beberapa waktu lalu, ada beberapa hal yang perlu kami jelaskan. Namun sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan kepada PT Bank Central Asia Tbk.
Sebagaimana Ibu sampaikan, bahwa nomor PIN Ibu telah diketahui beberapa orang rekan kantor, sehingga terjadi penyalahgunaan dengan melakukan penarikan melalui salah satu mesin ATM BCA.
Dapat kami informasikan, data utama atas transaksi yang dilakukan tersebut adalah berdasarkan data pada komputer. Sedangkan kamera hanyalah berfungsi sebagai data pendukung.
Dalam kesempatan ini, perkenankan kami mengimbau kembali kepada segenap nasabah untuk selalu menjaga kerahasiaan nomor PIN dengan tidak menginformasikan kepada siapa pun dengan tujuan apa pun. Demikian kami sampaikan, terima kasih atas perhatiannya.
Dwi Narini Biro Hubungan Masyarakat PT Bank Central Asia Tbk.
Kecewa dengan Kuta Paradiso Bali
Saya menginap di Kuta Paradiso Hotel, pada 1-4 Agustus 2007. Pelayanan dan legitimasi saya sebagai tamu yang biasanya dianggap istimewa di setiap hotel lain ternyata diperlakukan jauh berbeda dan semena-mena oleh pihak Kuta Paradiso Hotel, Bali.
Begini ceritanya. Kami para direksi bank seluruh Indonesia diundang oleh FKDKP (Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan) Indonesia untuk mengikuti seminar sehari di Denpasar, pada 2 Agustus 2007 di Ramada Bintang Bali Hotel. Travel agent yang ditunjuk untuk mengurus kami adalah Bali Holiday. Semua biaya akomodasi disetor ke Bali Holiday. Oleh Bali Holiday saya termasuk rombongan tamu yang diinapkan di Kuta Paradiso Hotel kamar 145.
Kejadian yang saya pikir sangat memalukan saya dan tidak bisa diterima akal sehat adalah pada Sabtu, 4 Agustus 2007, ketika hendak check out. Sebagai tamu terakhir dari rombongan kami, saya dijemput oleh utusan manajer hotel dan tertahan di lobi. Bagasi saya dibawa ke sebuah ruangan dan setelah tiba di lobi, petugas bernama Wahyu menahan saya untuk tidak boleh meninggalkan hotel. Alasannya, agen Bali Holiday belum membayar seluruh biaya hotel.
Tentu saja saya komplain ke pihak hotel sambil menunjukkan bukti lunas yang saya bayar ke agen Bali Holiday, tapi mereka tidak menggubrisnya. Saya tetap ditahan sekitar dua jam. Permintaan saya bertemu langsung dengan manajer hotel tidak dikabulkan. Saya malah dibiarkan saja di lobi dan dijaga 10 satpam yang dikerahkan manajer/staf bernama Suyatno. Perlakuan pihak hotel ini jelas tidak bisa saya terima.
Sekitar pukul 14.12, perwakilan Bali Holiday, Ibu Sari, datang ke hotel untuk menyelesaikan masalah. Ia meminta hotel melepaskan saya ke bandara dan kembali ke Kupang. Namun dengan amat arogan, Saudara Suyatno tetap menahan saya sebagai sandera, meskipun Ibu Sari telah berulang kali menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bertanggung jawab.
Saya karena merasa tak bersalah akhirnya nekat saja pergi ke mobil yang hendak membawa saya ke Bandara Ngurah Rai. Namun lagi-lagi perlakuan tidak menyenangkan yang saya terima. Mobil yang saya tumpangin tidak diperkenankan keluar dari area hotel. Bahkan dari arah lobi hotel Suyatno berteriak keras agar menahan mobil saya. Maka mobil saya pun dipalang.
Saya pun nekat turun dari mobil dan meninggalkan kopor saya, mobil dan pihak hotel yang telah memperlakukan saya semena-mena. Saya kecewa dengan pihak Kuta Paradiso Hotel, juga dengan Bali Holiday. Saya pun kemudian berangkat ke bandara dengan taksi. Selang sejam baru saya ditelepon oleh pihak hotel bahwa kopor dan mobil yang hendak membawa saya sudah dilepas.
Sebagai tamu dan juga sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang selama ini membanggakan pariwisata Bali, saya ikut merasa malu memiliki manajer hotel bertaraf international dengan wawasan kampung di Kuta Paradiso Hotel. Barangkali ada komitmen antara hotel dan pihak agen bahwa hotel berwenang menyandera tamu sebagai jaminan pembayaran utang agent kepada hotel?
Kalau ini yang terjadi, sangatlah berbahaya bagi tamu yang hendak berwisata di Bali. Saya merasa sudah sangat dipermalukan oleh pihak hotel. Lebih kecewa lagi karena sampai saat ini tidak ada satu pun pihak hotel yang menghubungi saya untuk meminta maaf. Hati-hatilah kalau menginap di Kuta Paradiso Hotel atau memilih agen yang mengurusi perjalanan Anda.
Helena Beatrix Parera Direktur Kepatuhan Bank NTT, Kupang
Pengemplang BLBI
Sudah lima tahun lebih kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum terselesaikan. Para pengemplang BLBI seakan melecehkan hukum. Mereka lari ke luar negeri untuk menghindar dari jerat hukum. Bahkan hingga kini para obligor nakal itu belum juga tertangkap.
Jaksa Agung Hendarman Supanji memang berniat membuka kasus ini lagi. Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan telah mempersiapkan 35 jaksa terbaik untuk memburu para pengemplang BLBI. Dukungan kepada Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus BLBI terus mengalir deras dari berbagai kalangan.
Ketua BPK Anwar Nasution menyatakan lembaganya siap membantu kejaksaan dengan memberi segepok dokumen BLBI milik BPK. BPK juga membentuk tim khusus untuk mendistribusikan informasi yang diperlukan tim jaksa kasus BLBI.
Negara telah dirugikan lebih dari Rp 15 triliun akibat penyalahgunaan BLBI. Angka tersebut dari perhitungan sekitar 8 orang pengemplang BLBI yang sekarang sudah dicekal dan menjadi buron. Dana sebesar itu, bila digunakan untuk kepentingan rakyat saat krisis begini, sangat membantu.
Rifa Irtafa Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor. Email : [email protected]
Kasus Munir Sarat Politisasi
Pengakuan Indra Setiawan menerima surat perintah dari Wakil Kepala BIN M. As’ad dinilai sangat lemah sebagai bukti. Pengakuan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia ini tidak bisa dijadikan bukti sebagai pengajuan peninjauan kembali (PK) ke MA.
Pengadilan kasus pembunuhan Munir dengan tersangka Indra Setiawan memang banyak menguak hal baru. Misalnya keberadaan surat tugas Pollycarpus yang dikatakan dibuat oleh Wakil Kepala BIN As’ad.
Namun Indra pun buru-buru mengaku bahwa surat itu hilang dicuri. Secara hukum memang bila tidak ada bukti material yang kuat, tudingan itu lemah. Apalagi Polly juga membantah memberikan surat itu ke Indra. Ini menunjukkan PK diajukan ke MA sangat lemah dan tentunya pengakuan-pengakuan seperti ini tidak bisa dijadikan dasar untuk pengajuan PK.
Secara hukum material itu tidak bisa dibuktikan karena surat itu tidak ada. Untuk mengungkap siapa pembunuh Munir sebenarnya harus ada bukti otentik. Jangan asumsi dijadikan bukti. Jika begitu, jadinya mudah dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
Pengakuan Indra Setiawan bahwa dirinya mendapat surat perintah dari pimpinan BIN agar mengeluarkan surat tugas kepada Pollycarpus juga sesuatu yang mustahil. Alangkah bodoh dan gegabahnya kalau intelijen sampai mengeluarkan surat seperti itu.
Dyan Yustisia, SH Pokja Praktisi Hukum Bogor Jalan Roda 54, Bogor
Kebersamaan dan Separatisme
Akhir-akhir ini separatisme kembali menjadi masalah di negeri ini. Ambisi segelintir orang untuk berkuasa mengakibatkan keinginan untuk memisahkan diri dari negara kesatuan ini hampir tak pernah berhenti, seperti yang terjadi di Aceh, Maluku, dan Papua. Mereka berupaya terus mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Bersatunya semua elemen bangsa dari berbagai daerah merupakan kunci kekuatan yang mendorong berdirinya negara ini. Saat itu semua rela berkorban apa saja untuk kepentingan bersama yang lebih besar, yakni kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka sadar bahwa kekuatan yang besar itu lebih sulit dipatahkan daripada kekuatan yang kecil.
Kesadaran ini agaknya yang semakin pudar seiring dengan menonjolnya kepentingan sedikit orang. Suasana kehidupan yang tidak lagi diwarnai semangat kebersamaan tentunya memunculkan kekhawatiran akan masa depan bangsa Indonesia karena perbedaan sering kali disikapi dengan emosional.
Selain itu, berbagai kekhawatiran dan ketakutan juga kerap dialami segenap lapisan masyarakat. Terutama ketika banyak kelompok berupaya memamerkan kekuatan dengan caranya masing-masing, dari pernyataan sikap sampai aksi unjuk rasa. Semua berakhir anarkis dan tidak lain ditujukan untuk menunjukkan eksistensinya masing-masing.
Rinny Ramdhika Perum Pojok Salak Blok P No.27 Jonggol, Bogor
Soal Merah Putih di Aceh
Saya menyayangkan terjadinya penyobekan dan penurunan bendera Merah Putih di wilayah Aceh. Kasus ini akan mengganggu proses perdamaian di Aceh yang telah dibangun selama ini. Karena itu, sebaiknya aparat bertindak tegas terhadap pelaku. Sebab, merusak bendera negara sudah mengarah pada makar.
Kasus penurunan bendera Merah Putih yang dilakukan orang tak dikenal tidak hanya terjadi di Lhok Seumawe, tapi juga di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kepolisian harus menindak tegas siapa pun pelakunya. Karena jelas-jelas dilakukan orang tak menginginkan situasi aman setelah penandatanganan kesepakatan damai, sekaligus teror pada masyarakat menjelang perayaan HUT Proklamasi 17 Agustus 2007.
Sudah seharusnya semua pihak tetap mewaspadai tindakan teror dan intimidasi menjelang 17 Agustus yang dapat merusak perdamaian yang telah dirasakan masyarakat Aceh. Komitmen proses perdamaian di Aceh harus tetap dalam konteks NKRI. Semua pihak harus menyadari itu, sehingga damai yang telah dirasakan masyarakat dapat dipertahankan.
Tengku Firmansyah Jalan Tebet Barat, Jakarta Selatan
Sambut Calon Independen
Berlaganya calon independen dalam pemilihan kepala daerah masih terhadang beberapa masalah, antara lain masih dipermasalahkannya persentase dukungan calon independen oleh DPR. Fraksi Partai Golkar menghendaki calon yang maju memperoleh dukungan minimal 15 persen dari jumlah pemilih. Sedangkan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menilai syarat itu terlalu berat. PAN menilai 3 persen sampai 5 persen sudah cukup logis.
Sebagai warga negara yang baik, seharusnya para elite partai menyikapi keputusan MK dengan tulus. Mereka seharusnya menerima lahirnya calon independen, karena banyaknya potensi politik warga negara yang terabaikan oleh partai politik. Tindakan partai yang ingin mempersulit kesempatan bagi calon independen sangat tidak bijak dan hanya akan menimbulkan persoalan baru.
Setiap bentuk tuntutan masyarakat yang muncul, pada dasarnya masyarakat menginginkan perubahan menuju ke arah perbaikan. Telah timbul kesadaran dari masyarakat bahwa berkeinginan munculnya figur-figur pemimpin yang benar-benar memperhatikan nasib mereka. Karenanya, sebaiknya para elite partai tidak dengan serta-merta mengganjal calon independen. Partai politik tidak perlu takut kehilangan pendukungnya jika memang benar-benar programnya berpihak kepada rakyat.
Yonas G. Jalan Gandaria Tengah II, Jakarta
SBY dan Penegakan Hukum
Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk langsung melaporkan kembali mantan Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif ke pihak kepolisian atas tudingan pencemaran nama baik adalah langkah yang tepat. Pasalnya, pernyataan Zaenal Ma’arif tersebut merupakan serangan yang bersifat pribadi, bukan terhadap institusi kepresidenan.
Pendapat tersebut disampaikan oleh beberapa kalangan, di antaranya disampaikan oleh Andrinof Chaniago dan Cecep Efendi, dua orang pakar politik dari Universitas Indonesia. Terutama terkait dengan tudingan Zaenal Ma’arif yang menyatakan bahwa SBY sudah pernah menikah sebelum dirinya masuk di Akabri.
Dugaan Zaenal Ma’arif akan keterlibatan SBY atas penarikan dirinya dari DPR juga tidak beralasan. SBY itu hanya berwenang menandatangani surat pergantian antarwaktu. Namun siapa yang memutuskan, bukan kewenangan SBY. Karena itu, tindakan SBY untuk segera melaporkan Zaenal Ma’arif merupakan langkah yang wajar sebagai bagian dari proses penegakan proses hukum.
Jenifer Woworuntu Komp. Lenteng Agung Persada Kav. 54A, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo