Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekuriti Carrefour Arogan

Pada 22 Juli 2006, saya berbelanja di Carrefour di Plaza Medan Fair, Medan, bersama kakak saya. Pada hari itu, awalnya kami tidak bermaksud belanja, karena hanya ingin jalan-jalan di plaza tempat Carrefour itu berada.

Tapi karena saya tertarik dengan iklan di pintu masuk dengan ukuran besar, ”Beli 2 Dapat 3” *dengan syarat dan ketentuan berlaku, saya tertarik masuk hiper­market ini. Saya lalu membeli sejumlah ba­rang yang masuk kategori promosi ”Beli 2 Da­pat 3”.

Setelah membayar, saya pun ikut antre untuk mengambil bonusnya. Setelah antre sekian lama, banyak produk yang bonusnya sudah habis. Sales promotion girl (SPG) di sana menyarankan saya mengambil hadiahnya besok dan mereka berjanji bahwa saya tidak perlu mengantre lagi.

Keesokan harinya saya dan kakak saya kembali ke sana pada pukul 11 pagi. Karena sudah dijanjikan ”tidak perlu mengantre”, maka saya pun langsung menuju ke tempat pengambilan hadiah, lalu kami di­cegat oleh salah satu petugas keamanan Carrefour. Kami langsung menjelaskan ke­pada petugas tersebut bahwa semalam ka­mi dijanjikan oleh SPG bahwa tidak perlu mengantre.

Tapi si petugas tanpa mau mendengarkan langsung saja berteriak dengan keras ”Mbak, lihat saja sendiri, antreannya panjang. Antre dong!” Tentu saja kami ka­get. Saya tersinggung, meski begitu, kami masih berbicara baik-baik dengan petugas itu. Tapi dengan gaya kasar dan arogan, dia kembali meneriaki kami semakin keras. ”Saya tak mau tahu apa pun. Kalau mau ambil, antre saja.”

Teriakan itu tentu saja mengundang perhatian orang yang ada di sana. Semua pe­ngunjung menoleh dan mendatangi kami. Perlakuan itu membuat saya dan kakak saya tidak merasa nyaman. Karena merasa tidak nyaman, kami melaporkan kejadian itu di customer service. Dan tentu saja, laporan saya tidak dihiraukan sama sekali.

Saya sangat kecewa dengan pelayanan pihak Carrefour yang semena-mena. Se­bagai pelanggan, kami cukup tahu diri, sehingga petugas keamanan Carrefour tidak perlu memperingatkan pelanggan de­ngan berteriak-teriak. Selain itu, sebaiknya Car­refour juga tak perlu menjanjikan sesuatu jika tidak dapat memenuhinya.

Kalau tahu kejadian begini, lebih baik saya cuma berbelanja di pasar swalayan biasa yang tanpa ada bonus tapi mendapat pelayanan yang jauh lebih baik, dengan karyawan yang sopan dan tidak teriak-teriak ke customer di depan umum. Sungguh sangat disayangkan sebuah hipermarket yang cukup ternama ternoda karena tidak bisa memberikan training bagaimana melayani pelanggan dengan baik.

Suriyanti, SE Jalan Iming No. 4F, Medan


Pilih Kasih Pengusutan Kasus Korupsi

Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak boleh ditunda dan pilih kasih. Jika hal itu berlangsung terus, kebijakan tersebut justru akan membebani perekonomian nasional. Bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan sekarang, jangan ditunda dan jangan ada pengecualian. Kalau kita tidak melakukan aksi sekarang, korupsi akan terus terjadi dan membebani perekonomian dan rakyat kita.

Pemerintah tentunya menyadari langkah bersama untuk memberantas korupsi sering terhalang berbagai masalah yang kompleks. Budaya korupsi telah menggurita ke mana-mana, tidak hanya terjadi di sektor publik maupun swasta, tapi juga di kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kita harus bekerja sangat keras untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Semua elemen bangsa ini harus membuktikan bisa menghentikan praktek tercela ini. Memberantas korupsi adalah tugas yang sangat berat, namun bukan tidak mungkin itu bisa dilakukan.

Upaya tersebut antara lain sistem peng­awasan ketat dalam pelayanan pajak dan imigrasi, mengawasi pengeluaran dan pen­dapatan, meningkatkan pelayanan masya­rakat di pusat dan daerah, serta membawa ke meja hijau setiap kasus korupsi.

Dalam upaya memberantas korupsi, ja­ngan terperangkap kepada pertanyaan yang tidak pernah selesai. Misalnya, dari mana harus memulai atau siapa yang akan menjadi sasaran. Supremasi hukum harus sejalan dengan landasan kebijakan peme­rintah dan sistem hukum nasional harus terus diperkuat dalam upaya memberantas korupsi.

Dyan Yustisia, SH Pokja Praktisi Hukum Bogor Jalan Roda 54, Bogor


Kemacetan di Jalan Gajah Mada

Sebagai pengguna jasa jalan yang setiap hari melintasi Jalan Gajah Mada di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, saya merasa kawasan itu semakin lama semakin semrawut. Terutama di seputar kantor pengadilan dan sekitar Gajah Mada Plaza sampai dengan lampu merah Sawah Besar. Selalu saja ada kemacetan yang cukup padat, yang pasti membuat pengguna jasa lain akan merasa kurang nyaman. Padahal kawasan itu adalah kawasan perdagang­an penting yang berada di pusat Kota Jakarta.

Sayangnya, sampai saat ini kawasan itu terkesan jauh dari penataan yang profe­sio­nal. Terutama karena jalur busway yang bersatu menggunakan jalan umum. Be­lum lagi kalau ada acara sidang di Peng­adilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada. Bahu dan badan jalan dipakai untuk parkir liar, hingga 3-4 baris mobil de­ngan panjang parkiran sampai 100 meter. Anda bisa ba­yangkan, waktu tempuh dari lintasan Harmoni sampai dengan lampu me­rah Sawah Besar bisa mencapai 30 menit.

Karena itu, mohon kiranya pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian memberikan solusi dengan mengarahkan lalu-lintas yang akan parkir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, supaya dapat memarkir di kawasan Duta Merlin. Atau di Wisma Niaga Veteran, PT Pelni, bahkan juga di Gajah Mada Plaza.

Saya yakin dengan pengaturan dan ko­or­dinasi yang tepat dari pi­hak kepolisian dan pengelola gedung di se­kitar Jalan Gajah Mada, setidaknya perma­salahan tersebut akan dapat dipe­cahkan. Minimal, bahu dan badan jalan di sekitar Jalan Gajah Ma­da sampai dengan lam­pu merah Sawah Besar pada jam efektif terbebas dari parkiran dan dapat dipergunakan secara optimal oleh pengguna jalan yang lain.

Iwan Fachru El-Zaman Taman Tridaya Indah, Tambun, Bekasi


Soal Sinetron Ramadan

Ramadan tinggal dua minggu lagi. Saya yakin, para produser, penulis cerita, serta sutradara pasti sudah menyiapkan tayangan yang bernuansa Ramadan atau katakanlah yang bercirikan religius.

Dengan penuh kasih, saya ingin mengingatkan beberapa hal yang berhubungan dengan sinetron Ramadan ini. Mohon sebaiknya dihindari cerita yang berbau mistik. Utamakanlah logika yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Walaupun cerita rekaan, tak ada salahnya minta petunjuk kepada alim ulama atau lembaga seper­ti MUI, FPI, HMI, dan lain-lain.

Selain itu, usahakan jam tayang sinetron Ramadan ini selepas pukul 20.30 (Jakarta). Artinya setelah kaum muslim selesai mengerjakan salat tarawih berjamaah di masjid atau musala. Alasannya, ja­ngan ada masyarakat yang tidak ke masjid gara-gara menyaksikan sinetron televisi. Meskipun ini urusan pribadi, televisi bertanggung jawab mengajak dan menuntun masyarakat berbuat baik.

Kemudian, pasanglah artis yang mempunyai nama baik di dunia hiburan Indonesia. Terutama yang tak pernah bikin onar, bikin sensasi, atau memeragakan auratnya di panggung atau di layar kaca. Pilih­lah artis yang baik atau yang sudah insyaf dan untuk seterusnya memakai busana muslimah. Banyak contoh, misalnya Astri Ivo, Inneke Koesherawaty, Dewi Yull, Cici Paramida, Titiek Sandora, dan lain-lain. Boleh juga memasang artis nonmuslim, asalkan citranya bagus.

Menurut saya, janganlah memasang artis muslim yang cuma pandai berakting religius, tapi begitu Ramadan berlalu dia pamer aurat lagi. Mohon maaf dan terima kasih. Jaya­ah sinetron Indonesia.

Pandu Syaiful Perumahan Cendana Blok A-02 Balairaja, Duri, Riau


Revitalisasi Masyarakat Adat

Keberadaan masyarakat adat selama ini seakan sudah lama ditinggalkan. Mere­ka dianggap tradisional, terbelakang, dan penghambat kemajuan. Padahal tanpa mereka, republik ini tidak akan pernah ada. Kesediaan masyarakat adatlah yang menyebabkan negara ini bisa terbentuk dengan segala keragamannya.

Komitmen Presiden Susilo Bambang Yu­dhoyono memberdayakan masyarakat adat adalah langkah awal bagi revitalisasi pe­ran masyarakat adat. Mereka bahkan bisa diberdayakan tanpa harus menghila­ngkan kekhasan yang mereka miliki. Karena itu­­lah, penting diraih sinergi antara ke­ra­gaman budaya, suku, dan golongan yang tersebar di ranah pertiwi ini.

Proses pemberdayaan masyarakat adat bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya menjadikan hukum adat sebagai pilar bagi hukum nasional. Bahkan Presiden Yudhoyono sendiri menekankan masalah ini ketika berpidato dalam Peringatan Hari Internasional Masyarakat Hukum Adat Sedunia, di TMII, Jakarta, 9 Agustus lalu. Menurut Presiden, memba­ngun manusia Indonesia seutuhnya ber­arti juga membangun dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia yang berada di dalam hukum adat.

Pernyataan Presiden di depan para tetua dan sesepuh atau pemangku adat di seluruh Indonesia ini tentu memberi harapan baru bagi masyarakat yang selama ini tidak banyak tersentuh oleh derap pembangunan yang lebih berorientasi profit. Padahal pembangunan masyarakat adat merupakan upaya jangka panjang yang dapat memperkuat eksistensi negara di tengah gempuran globalisasi yang cende­rung menggilas seluruh kekuatan yang dianggap tradisional.

Langkah pemberdayaan masyarakat dan hukum adat ini tentu harus didukung oleh seluruh instansi terkait, khususnya peme­rintah daerah yang berhubungan langsung dengan masyarakat adat. Otonomi d­aerah dan pemekaran wilayah yang diberikan pemerintah seharusnya menjadi media yang dapat memaksimalkan pemberdaya­an masyarakat lokal. Kalau tidak, maka masyarakat adat akan terus tergilas.

Tentu semua upaya pemberdayaan masyarakat lokal atau adat tersebut harus tetap berada dalam frame Negara Kesatu­an Republik Indonesia (NKRI). Sehingga semua usaha tersebut betul-betul memberi dampak positif bagi seluruh warga bangsa, tanpa membedakan dari suku atau golong­an apa mereka berasal. Dengan kata lain, kemajuan masyarakat adat adalah kemajuan seluruh warga. Dan kemajuan seluruh warga adalah kemajuan negara Indonesia.

Dono Sardono Jalan Bangka Raya, Jakarta Selatan


Jawaban untuk Syharir Muchtar

Sehubungan dengan tulisan Saudara Syharir Muchtar dalam rubrik Surat Pembaca majalah mingguan Tempo, edisi 21-27 Agustus 2006, yang ditujukan kepada Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan, mengenai kenaikan gaji untuk pensiunan, kami sampaikan jawaban se­bagai berikut.

  1. Pembayaran kenaikan pensiunan pokok terlambat karena adanya keterlambatan penetapan peraturan pemerintah yang menjadi dasar pembayaran atas kenaikan pensiun pokok tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 13, 14, 15, 16 dan 17 Tahun 2006 (ditetapkan pada 20 April 2006).
  2. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, Dirjen Perbendaharaan telah menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-32/PB/2006 Tanggal 28 April 2006 tentang Penyesuaian Besaran Pensiun Pokok Tahun 2006.
  3. Perlu kami informasikan, berdasar surat edaran tersebut, kenaikan pen­siun pokok dibayarkan pada Juni 2006, sedang­kan kekurangan pembayaran pen­siun (rapel) dari Januari sampai Mei 2006 dibayarkan pada Mei 2006 melalui kantor bayar pensiun (bank/pos).
  4. Apabila ada penerima pensiun yang belum menerima kenaikan pensiun pokok dimaksud, agar menghubungi kantor cabang PT Taspen (Persero) setempat, atau kantor pusat PT Asabri (persero) sesuai dengan jenis pensiunnya.

Demikian agar maklum.

Tata Suntara Direktur Pengelolaan Kas Negara Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus