Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan Bhakti Investama
Sehubungan wawancara Tempo dengan Hary Tanoesoedibjo sekaligus juga pemberitaan Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 1319 Februari 2006 halaman 120121 dengan judul Mengupas Berkas Lawas, kami ingin meluruskan sejumlah hal sebagai berikut:
Mengenai surat utang bodong, dapat kami jelaskan bahwa penerbitan NCD Unibank telah dilakukan dengan mengikuti prosedur. NCD itu telah diterbitkan dan ditandatangani pejabat bank yang sah dan beroperasi di Indonesia, dan pembayaran dana atas penerbitan NCD itu telah diterima di rekening Unibank secara resmi.
Bank penerbit NCD juga telah mengeluarkan pernyataan jaminan atas kebenaran dari segi prosedur perbankan dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Jaminan itu berupa letter of undertaking (LoU) oleh pejabat yang berwenang di bank tersebut pada saat NCD diterbitkan.
Menurut kami, lebih tepat kalau NCD Unibank dikatakan default akibat Unibank menjadi BBKU pada 29 Oktober 2001. Dan perlu dicatat, pada saat penerbitan NCD, Unibank tergolong kategori A di atas bank pemerintah yang pada umumnya masuk kategori B.
Adapun soal NCD tidak tercatat dalam simpanan berjangka bulanan untuk posisi Januari 2001, kami tidak memiliki data pada posisi saat itu. Namun, dari data yang kami miliki, NCD itu tercatat dalam pembukuan Unibank.
Data yang kami miliki menyebutkan: laporan keuangan audited tahun 1999, laporan pembayaran premi penjaminan pada periode Januari s/d Juni 1999 dan periode Juli s/d Desember 1999. Lalu konfirmasi dari Unibank kepada auditor CMNP untuk tahun buku sampai periode 31 Desember 1999 dan 2000.
Juga laporan bulanan Bank Umum periode Juli 2001 kepada Bank Indonesia. Konfirmasi Unibank kepada CMNP bahwa NCD telah dilaporkan ke BPPN dalam laporan posisi simpanan dan kewajiban. Ada pula konfirmasi dari Unibank atas permintaan verifikasi NCD oleh CMNP.
Pertanggungjawaban soal NCD yang dimiliki CMNP seperti yang dinyatakan kantor hukum Maqdir dan Mulyadi, yang menyebutkan Bhakti Investama dan Drosophila sebagai pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban, adalah tidak tepat. Sebab, Unibank sudah menerima dana pembayaran NCD itu. Sesuai dengan fakta, Bhakti Investama dan Drosophila tak pernah memiliki NCD itu karena diterbitkan secara langsung untuk kepentingan CMNP.
Selain itu, NCD Unibank diterbitkan dengan prinsip atas unjuk (bearer script) yang berarti dalam proses pengurusan surat berharga, sejak dimiliki sampai jatuh tempo, akan terjadi hubungan langsung antara pemilik dan penerbit. Dibuktikan dengan adanya korespondensi berulang kali antara pemilik dan penerbit NCD itu.
Apabila ada surat utang atas unjuk (obligasi/NCD) default/gagal bayar, maka pemegang obligasi akan melakukan penagihan kepada emiten/issuer secara langsung tanpa melibatkan penjual/brokernya.
Penjelasan mengenai transaksi yang mengandung konflik kepentingan adalah sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1, tanggal 30 April 1997, transaksi yang dilarang, yaitu, transaksi yang mengandung unsur benturan kepentingan adalah apabila pihak yang bertransaksi terafiliasi dengan lawan transaksi (counter party). Afiliasi yang dimaksud adalah mempunyai hubungan keluarga atau hubungan kepengurusan atau hubungan kepemilikan.
Dalam hal ini, Bhakti dan Drosophila sebagai satu kesatuan bertransaksi dengan CMNP dan Unibank sebagai counter party tidak melanggar peraturan Bapepam, karena Bhakti dan Drosophila tidak terafiliasi dengan CMNP maupun Unibank. Sedangkan Drosophila sebagai nasabah (terlepas masalah kepemilikan dan kepengurusan) sah melakukan transaksi melalui Bhakti Investama sebagai broker.
Soal tawaran penggantian kerugian CMNP oleh Hary Tanoesoedibjo hanya berdasarkan isu/rumor belaka yang dikembangkan pihak tertentu dan tidak berdasarkan dokumen yang sah. Penjelasan ini kami sampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang selama ini berkembang.
HARI DJAJA Direktur Utama PT Bhakti Investama Tbk. Menara Kebon Sirih 5th Floor Jalan Kebon Sirih 1719 Jakarta Pusat
—Terima kasih atas penjelasan Anda. Penjelasan serupa dimuat dalam artikel wawancara Hary Tanoesoedibjo.
Money Changer Merugikan TKW
Berdasar pengamatan kami, kegiatan penukaran uang (money changer) di Bank Mandiri dan Bank Niaga, yang terletak di Terminal D kedatangan internasional, ternyata merugikan tenaga kerja wanita. Mereka melakukan pemaksaan terhadap TKW yang baru datang untuk menukar uang dengan nilai tukar yang jauh lebih rendah ketimbang money changer di luar bandara atau di terminal keberangkatan internasional.
Mengapa Bank Mandiri dan Bank Niaga kejam terhadap para pahlawan devisa? Mohon Bank Indonesia melakukan pemeriksaan dan melaporkan ke polisi.
MOHAMMAD FUAD Tanah Abang, Jakarta Pusat
Hatihati Membeli Rumah di Puri Sriwedari Cibubur
Pada tahun 2003, saya berencana membeli rumah di Puri Sriwedari Cibubur (PSC). Saat itu saya sempat menanyakan kemungkinan macetnya proyek perumahan mengingat induk perusahaannya, PT Inti Karsa Daksa (IKD), sedang goyah. Saat itu, dua orang salesnya bernama Sarkoni dan Tiara meyakinkan saya bahwa proyek perumahan PSC tak akan macet.
Tanggal 22 Desember 2003, saya melakukan pembayaran. Dan pada 9 Januari 2004 dilakukan pengikatan jualbeli tanah/kavling. PSC berjanji akan menyelesaikan pembangunan dalam waktu 10 bulan setelah dokumen jualbeli diteken. Saat itu, kedua sales itu mengatakan, semua kavling sudah dibebaskan dan tinggal pembebasan akses jalan yang rencananya dilakukan April 2004.
Tapi, setelah 18 bulan lebih, ternyata sama sekali tak ada perkembangan. Kavling tetap berbentuk tanah, tanpa akses jalan seperti yang dijanjikan. Saya menghubungi Saudara Sarkoni dan Saudari Tiara. Dengan entengnya, Sarkoni menyatakan telah pindah kerja ke Jagakarsa Town House. Adapun Tiara di Mahogany Residence. Keduanya mengatakan, semua tanggung jawab sudah diambil alih Ari Putra dan Ade Yovan Parmasz selaku general manager.
Pada Juni 2005, saya menghubungi Ari Putra dan dia minta saya bersabar. Namun, sampai Oktober 2005, tetap tak ada perkembangan. Saya akhirnya mengirimkan surat ke seluruh jajaran pimpinan PSC/PT IKD yang intinya saya memutuskan membatalkan membeli rumah itu dan menarik uang saya kembali senilai Rp 242.300.000, berikut bunganya yang berlaku saat ini.
Karena tak mendapat tanggapan, pada Desember 2005 kami mendatangi PSC dan bertemu dengan Ade. Ia menyarankan saya menunggu pembukaan akses jalan pada Maret 2006. Saya menolak dan tetap menginginkan uang kembali. Ade kemudian berjanji membicarakan masalah ini dengan internal perusahaan dan berjanji akan mengabari saya empat hari kemudian.
Sampai satu minggu, belum juga ada kabar. Saya kembali menemui Ade dan ia lagilagi mengutarakan akan membicarakan masalah ini dengan kantor pusat. Hal ini berulang sampai beberapa kali. Belakangan, satpam di kantor PSC selalu mengatakan Ade tak ada di tempat tiap kali saya hendak menemuinya.
Saya berharap, PSC/PT IKD masih berniat baik mengembalikan uang saya. Kepada masyarakat luas, saya mohon agar berhatihati jika hendak membeli rumah di PSC.
TOTO SUHARTO Pamulang Permai RT 06/RW 05 Tangerang
Debitor ke Istana
Beberapa langkah yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka penyelesaian para penunggak utang mulai menuai hasil. Munculnya sikap kooperatif dari mereka yang tersangkut kasus kredit dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menunjukkan adanya titik temu antara keinginan pemerintah yang ingin menegakkan hukum dan para debitor penerima BLBI sebagai pengutang.
Seperti diberitakan, tiga debitor yang menerima kredit BLBI, masingmasing James Januardy dari Bank Namura Internasional dengan nilai pinjaman Rp 123 miliar, Ulung Bursa dari Bank Lautan Berlian dengan nilai pinjaman Rp 615 miliar, dan Omar Putihrai dari Bank Tamara dengan nilai pinjaman Rp 190 miliar, dua pekan lalu datang ke istana untuk bertemu Presiden Yudhoyono dan para menteri. Mereka membicarakan mekanisme pengembalian kredit yang telah mereka terima.
Memang, kedatangan para debitor ke kompleks istana kepresidenan itu mengundang tanda tanya dan kecurigaan di sebagian masyarakat. Berbagai kecaman muncul. Dari soal etika kepantasan, juga kelayakan forum.
Sebenarnya kedatangan siapa pun ke istana tidak menjadi masalah karena Istana Negara adalah istana rakyat. Tinggal bagaimana proses yang berlangsung di istana dapat diketahui secara jelas dan transparan oleh masyarakat.
Tampaknya Presiden Yudhoyono sangat peduli dengan masalah itu, apalagi di tengah era reformasi ini. Tak mungkin ada lagi yang bisa ditutupi. Sekali informasi ditutuptutupi, ia bisa mengancam eksistensi, apakah eksistensi kekuasaan atau harga diri.
Itulah sebabnya, Presiden Yudhoyono memerintahkan supaya para debitor yang ingin menyelesaikan kewajibannya diberi hakhaknya sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, para debitor itu menginginkan kepastian hukum. Tak adanya kepastian hukum menjadi salah satu penyebab kaburnya mereka ke luar negeri. Dan hukum di negeri ini sedikit demi sedikit mulai menunjukkan kekuatannya dengan mulai terungkapnya mafia peradilan.
Jika demikian, mari kita tunggu hasil akhir dari proses penyelesaian masalah korupsi. Juga urusan dengan para debitor itu bagi kepentingan negara dengan tetap ikut mengawasi perkembangannya. Janganlah kita mendahulukan kecurigaan yang berlebihan. Apalagi upaya politisasi terhadap pemerintahan YudhoyonoJusuf Kalla. Mudahmudahan, dengan pengembalian uang negara, pemerintahan Yudhoyono dapat mempergunakannya bagi keperluan rakyat yang sedang didera berbagai derita.
MUHAMMAD ZAKA FADLA Kompleks Pancoran Mas Blok E/5 Depok
Konsistensi Mahkamah Agung
Sebagai pemburu karya insan pers sejak 1963, saya sangat bersyukur membaca pemberitaan soal keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan perkara kasasi majalah Tempo terhadap pengusaha Tomy Winata. Ternyata, Mahkamah Agung tetap konsisten dalam menjunjung kebebasan pers, salah satunya tecermin dari sikap Ketua MA Bagir Manan. Pada 14 September 2004 di Gedung MA lalu, saat melantik dan mengambil sumpah 14 hakim agung, seorang ketua pengadilan tinggi agama, dan 13 ketua pengadilan tinggi, beliau memberikan pesan dan catatan: “Semua hakim di seluruh jajaran tingkatan pengadilan diminta untuk berlaku adil kepada pers dan tidak menjadi pemasung kebebasan pers.”
Selain itu, UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah produk kubu proreformasi. Langsung maupun tidak, roh undangundang ini memberi semangat juang anak bangsa. Antara lain guna mereformasi struktur lembaga peradilan, termasuk kejaksaan, serta mereformasi total produk hukum zaman penjajahan Belanda seperti KUH Pidana. Semoga.
SUNGKOWO SOKAWERA Jalan Rancamanyar I No. 17 Bandung
Jalan Berlubang di Ibu Kota
Di musim hujan ini, sungguh mengenaskan melihat kondisi jalanjalan di Ibu Kota. Lubang menganga di manamana. Bukan saja kenyamanan pengguna jalan terganggu, keselamatan jiwa pun bisa terancam.
Mengapa Pemerintah DKI Jakarta tak segera melakukan perbaikan jalan? Bukankah provinsi ini memiliki dana melimpah untuk sekadar melakukan pemeliharaan jalan? Tolong perhatian Bang Yos dan aparatnya. Sebagai ibu kota Republik, sungguh memalukan bila kondisi ini dibiarkan berlamalama.
NUGROHO DEWANTO Jalan Bahari IV No. 140 Jakarta Utara
Definisi ‘Tebang Pilih’ Koruptor
Memberantas korupsi di Indonesia ibarat masuk ke hutan yang gelap dengan ribuan ranjau. Jika kita hanya berusaha menebas apa saja yang ada di depan kita, ada kemungkinan salah satu ranjau akan mematahkan kaki kita. Namun, jika kita sibuk menghindar dari ranjau, tak akan ada pohon yang ditebang karena energi kita terfokus memikirkan keselamatan sendiri. Dua pilihan yang samasama sulit dan paradoksal.
Karena itu, yang dibutuhkan adalah political will dengan skenario jangka panjang yang jelas, sistem kontrol, dan ketekunan. Jika hanya bermodal nyali, tak akan banyak hasilnya. Mengapa? Menghadapi koruptor kakap tidak sesederhana membekuk maling ayam atau pencopet di terminal. Mereka memiliki kekuatan melalui uang dan jaringan. Dua faktor ini dapat melumpuhkan siapa pun, termasuk aparat di negeri yang korup. Karena itu, memilih kasus untuk dijadikan prioritas merupakan pilihan yang tepat. Ukuran untuk menentukan kasus mana yang layak diprioritaskan dan mana yang tidak bergantung pada seberapa besar dampaknya terhadap kepentingan umum. Semakin besar uang negara yang dikorupsi, semakin menjadi prioritas.
Menggunakan logika di atas, apa yang dilakukan Susilo Bambang YudhoyonoJusuf Kalla selama setahun lebih pemerintahannya cukup baik. Guna mendorong pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim Koordinasi Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) melakukan pembersihan pada birokrasi dan lembaga politik yang menjadi struktur bangunan pemerintah. Hasilnya, sebagaimana laporan akhir tahun Indonesia Corruption Watch berdasarkan pengaduan masyarakat, sebanyak 258 kasus korupsi terjadi pada 2005. Dari jumlah tersebut, korupsi yang dilakukan oleh politikus DPR/DPRD sebanyak 19 kasus. Sedangkan korupsi oleh pejabat pemerintah daerah 64 kasus, kepala daerah 50 kasus, dan pejabat BUMN/BUMD 44 kasus. Dari semua kasus yang melibatkan politikus dan birokrasi, tak kurang dari 63 kasus sudah dan sedang ditangani pengadilan. Ini merupakan pemberantasan korupsi babak pertama oleh YudhoyonoKalla.
Setelah membongkar korupsi di birokrasi dan pemerintahan, kini babak kedua pemberantasan korupsi diwarnai dengan penangkapan koruptor kakap, seperti dalam kasus Bank Mandiri, BNI, dan BLBI. Diharapkan, jika kasuskasus ini dapat dituntaskan, itu akan membantu menyehatkan keuangan negara. Di samping itu, langkah strategis pemerintah ini akan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada hukum di negeri ini. Perihal masih banyaknya tuduhan bahwa ada kesan pemerintah melakukan “tebang pilih”, harus diperjelas definisi tebang pilih tersebut. Siapa yang kena tebang? Siapa yang dipilihpilih?
Kalau 147 kasus pada semester pertama 2005 dapat ditangani, lalu 63 pejabat yang sudah dan akan masuk penjara serta koruptor kakap di Dana Abadi Umat, Bank Mandiri, BNI, Jamsostek, dan BLBI akan menyusul, apakah mereka semua dipilihpilih? Lalu koruptor mana yang dianggap “dilindungi” pemerintah? Janganjangan ini hanya manuver politik untuk mengerem mesin KPK dan Timtas Tipikor yang sedang panaspanasnya. Dikhawatirkan laju mesin antikorupsi ini akan menuju ke segala arah tanpa pandang bulu. Atau, janganjangan, banyak “konconya” yang kini sedang kena tebang mesin tersebut? Politik memang penuh misteri. Wallahualam.
Fauzy Ramadhan Jalan Gongsen Raya RT 05/XI Cijantung, Jakarta Timur
Stop Utang Baru
“RI Usulkan Pinjaman Baru dari Jepang 1 Miliar Dolar AS” demikian berita di koran nasional pada 30 Januari 2006. Pinjaman itu untuk tahun anggaran 2006 dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan sembilan proyek, antara lain proyekproyek infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia.Selama mental korup masih seperti sekarang ini, ketika pelaksanaan proyek sebagian besar hanya akan menjadi ajang bancakan para koruptor karena sistem penegakan hukum yang masih sangat lemah, lebih baik kita berhemat dan sekuat tenaga menggunakan dana sendiri sehingga sedikit demi sedikit melepaskan diri dari ketergantungan pada utang luar negeri. Seandainya kita mau jujur, adil, dan tidak mementingkan diri sendiri, sebetulnya anggaran pendapatan dan belanja negara/anggaran pendapatan dan belanja daerah serta berbagai anggaran pemerintah pusat dapat dipangkas secara cukup signifikan, terutama pemangkasan pada biaya rutin yang sifatnya hanya konsumtif (anggaran bepergian, konsumsi makan/minum, rapatdapat, gaji/fasilitas, yang sebagainya). Tetapkan misalnya gaji maksimal di seluruh Indonesia Rp 50 juta per bulan (bukan Rp 200 juta per bulan seperti gaji Gubernur BI dan sebagainya) dan terendah Rp 1 juta per bulan dan seterusnya. Mobil bagi pejabat termahal adalah Kijang Innova atau setara dengan maksimal Rp 175 juta (bukan sedan Toyota Camry yang harganya Rp 400 juta dan sebagainya). Hapuskan biaya gaji dinas. Hilangkan biaya transportasi kendaraan dan biaya perawatan rumah dinas dan sebagainya, berikan dalam bentuk lump sum (tetap) dan sudah termasuk dalam gaji dan sebagainya. Kenapa diberikan dalam bentuk tetap? Sebab, biaya yang mengambang itu atau dibayarkan bergantung pada pengeluaran akan menjadi sumber manipulasi dan korupsi juga. Mestinya para pemimpin itu malu dan mau introspeksi diri, wong negaranya miskin, ekonominya moratmarit, kok malah berlomba mempertinggi gaji dan fasilitas untuk diri sendiri. Sementara itu, rakyat masih megapmegap karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak, dan sebentar lagi kenaikan tarif dasar listrik. Karena itu, dengan berhemat kita bisa makin kuat, utang bisa kita sunat, peluang berbuat korupsi, kolusi, dan nepotisme makin tersendat serta keuangan negara akan semakin sehat, sehingga rakyat akan makin hidup sejahtera dan nikmat. Kiranya wakilwakil di DPR dapat mendesak pemerintah untuk tidak membuat utang baru lagi, apa pun konsekuensinya.
H. Wisdarmanto G.S. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo