Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

19 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberatan Musfihin Dahlan

MENYIMAK pemberitaan Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 12-18 September 2005, halaman 26-27, berjudul "45 Menit yang Bikin Heboh", perkenankan saya menyampaikan tanggapan dan sekaligus menyampaikan hak jawab saya sebagai berikut:

  1. Sebagai pembaca setia Majalah Berita Mingguan Tempo sejak tahun 1970-an, saya memahami betul style jurnalistik majalah yang dibangun oleh tokoh-tokoh pers yang saya hormati, Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto, dan lain-lain, sebagai jurnalistik yang sangat menghormati tata krama jurnalistik (kode etik), akurat, cermat, yang semua itu dikemas dalam moto enak dibaca dan perlu.

  2. Berkaitan dengan pemberitaan tersebut, perlu diluruskan hal-hal sebagai berikut:

    1. Alinea pertama: "Pengakuan itu datang dari Musfihin Dahlan, 52 tahun. Duduk berselonjor dengan tangan terlipat di sofa abu-abu di kantornya yang sejuk, dahinya berkeringat. Tampak benar-benar sedang tak tenang, dan seterusnya."

      Tanggapan: Kalimat di atas tidak menggambarkan fakta yang sebenarnya. Pada saat diwawancarai oleh dua wartawan Tempo, Jumat, 9 September 2005, bertempat di ruang 1025B, Gedung Nusantara I, saya sama sekali tidak berkeringat dan saya tenang sekali. Saya malah bercanda dengan dua wartawan Tempo tersebut. Penulisan seperti di atas sangat insinuatif dan menggiring pembaca untuk menafsirkan fakta-fakta yang disampaikan pada alinea-alinea berikutnya supaya sejalan dengan pendapat penulis berita. Saya sangat dirugikan dengan deskripsi seperti tersebut.

    2. Alinea kedua: "Musfihin membuka cerita. Katanya semuanya bermula dari sebuah pertemuan di rumah dinas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan seterusnya."

      Tanggapan: Kalimat ini juga tidak didasarkan fakta. Bukan saya yang membuka cerita, tetapi saya menjawab pertanyaan dari dua wartawan Tempo yang dilengkapi dengan dua alat perekam. Sebagai mantan wartawan, saya tahu betul, kalau menyembunyikan fakta yang berkaitan kepentingan publik, akan menimbulkan berbagai penafsiran yang bisa bermuara fitnah. Karena itu, saya dengan lugas menyatakan bahwa pertemuan itu ada, setelah wartawan Anda menanyakan hal tersebut.

  3. Selain dua alinea di atas, saya juga ingin menjelaskan secara utuh apa yang dibicarakan pada pertemuan dengan Menteri Kesehatan tersebut:

    1. Pertemuan yang terjadi pada Sabtu, 3 September 2005, pukul 17.30 di rumah kediaman resmi Menteri Kesehatan, Jalan Denpasar No. 14. Saya ditemani oleh Direktur Utama PT Askes, Ibu Orie Andari.

    2. Dalam pertemuan tersebut tidak ada negosiasi yang berkaitan dengan uang atau yang bersifat material lainnya. Saya menjelaskan bahwa:

      • Pada prinsipnya tim JPK GAKIN dapat menerima dan mendukung program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM).

      • Akan tetapi, dalam penyelenggaraannya terdapat hal-hal yang kurang sejalan dengan undang-undang (nanti dapat dibaca dalam laporan lengkap tim JPK GAKIN kepada Komisi IX/DPR-RI).

    3. Tanggapan Menteri Kesehatan pada waktu itu adalah beliau tidak ingin sampai disebut menjalankan program yang tidak sejalan dengan undang-undang. Beliau menyatakan, mungkin ada perbedaan tafsir antara tim JPK GAKIN dan Departemen Kesehatan.

    4. Saya menjelaskan kepada Menteri Kesehatan, rumusan tersebut merupakan kesepakatan politik. Tim terdiri atas wakil dari fraksi-fraksi. Dalam diskusi tim JPK GAKIN dan tim perumus, berkembang pendapat dalam spektrum: mulai dari penyelenggaraan program JPKMM dapat diterima sampai ada yang menilai melanggar undang-undang.

    5. Berkaitan dengan itu, saya juga menjelaskan bahwa dalam politik selalu ada ruang untuk negosiasi. Karena itu, saya persilakan Menteri melobi fraksi-fraksi, sementara saya sebagai ketua tim tidak lebih dari fasilitator yang berusaha mengkompromikan berbagai pendapat anggota dari berbagai fraksi tersebut.

    6. Setelah berbicara ngalor ngidul, pertemuan selesai karena sudah magrib.

  4. Saya pikir apa yang saya kerjakan bukanlah hal yang haram dalam kerja-kerja politik. Selalu ada lobi dan negosiasi untuk mencari kompromi.

Demikian surat tanggapan ini saya sampaikan sekaligus sebagai hak jawab saya. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

MUSFIHIN DAHLAN Anggota DPR A 435


Protes Forum Papua

KEPUTUSAN Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar pada tanggal 7 dan 8 September 2005 yang membebaskan dua terdakwa, masing-masing Brigjen Johny Wainal Usman dan Kombes Daud Sihombing, dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Abepura, Papua, menunjukkan kegagalan organ negara (state organ) dalam merespons kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat Papua, yang berhubungan dengan rasa keadilan.

Di dalam kehidupan komunitas masyarakat Papua yang acap kali diwarnai tindak kekerasan, kebutuhan akan keadilan hanyalah dapat terpenuhi melalui penyelesaian hukum yang adil dan proporsional menurut ketentuan yang berlaku.

Instrumen pengadilan HAM, khususnya pengadilan HAM di Makassar, yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM, ternyata tidak dilengkapi dengan kualitas dan kredibilitas aparat penegak hukum yang mampu menjawab kebutuhan tadi. Konstruksi hukum yang digunakan oleh majelis hakim, yang didasarkan pada pendekatan yang usang dan tidak progresif, terbukti tidak mampu menjawab substansi masalah sebenarnya: yaitu telah terjadi pelanggaran HAM berat yang dibuktikan oleh tewasnya sejumlah mahasiswa Papua di tangan aparat, dan puluhan lainnya luka-luka.

Oleh karena itu, Forum Papua memberikan dorongan agar jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia di Makassar tersebut.

Forum Papua mengkhawatirkan gejala ini berpengaruh terhadap upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat Papua yang semakin memudar. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, masyarakat Papua mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar bernegara bahwasanya seluruh masyarakat berhak atas keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

Di dalam konteks ini, Forum Papua menilai diperlukan kembali penataan komitmen terhadap masyarakat Papua dalam seluruh aspek kehidupannya. Dan masalah HAM merupakan salah satu aspek penting di dalamnya. Penataan komitmen ini dapat diwujudkan melalui dialog dengan seluruh unsur masyarakat Papua, di mana hasilnya dapat benar-benar menjawab permasalahan secara riil dan menyeluruh.

Forum Papua menilai kebijakan pemerintah yang menyangkut Papua sangat bersifat satu arah, di mana tidak pernah diwujudkan melalui proses komunikasi yang efektif yang dapat menyerap seluruh aspirasi masyarakat. Penolakan Dewan Adat Papua terhadap otonomi khusus (otsus) berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 merupakan contoh yang nyata bagaimana kebijakan yang diputuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat bersifat sentralistis, subyektif, serta satu arah. Hal ini terbukti dari dibentuknya Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) berdasarkan Inpres No.1 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan UU No. 45/1999.

Pola ini harus diubah-dan Forum Papua mendorong terbentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP)-bagi masa depan Papua sebagai bagian dari Indonesia yang lebih adil, makmur, dan sejahtera, sesuai dengan nilai tujuan berbangsa yang terkandung dalam konstitusi negara, UUD 1945.

ALBERT HASIBUAN Ketua Forum Papua


Hati-hati Pornografi Berkedok MP3

SAYA siswi sebuah SMA di Kabupaten Tegal yang sangat menggemari dunia komputer. Berjam-jam bisa saya habiskan di depan monitor untuk sekadar bermain game atau membuat tulisan. Sembari menulis, biasanya saya juga memutar Winamp. Karena merasa bosan dengan lagu-lagu MP3 yang ada di komputer, saya membeli dua piringan MP3 di kios kecil di Pacific Mall tanggal 2 September lalu. MP3 yang saya beli tentunya bajakan, apalagi bila dilihat dari harganya yang hanya Rp 7.000. Kekecewaan muncul ketika ternyata, saat saya buka di komputer, MP3 yang berjudul MTV Top Chart tidak bisa muncul. Namun kekecewaan saya sedikit berkurang ketika saya putar MP3 Album Exclusive Sheila On 7 dengan lancar di aplikasi Winamp maupun Windows Media Player.

Keterkejutan saya ternyata muncul saat saya mencoba mengkopi beberapa lagu Sheila On 7 ke dalam folder pribadi saya. Dalam sekeping MP3 itu terdapat 14 folder, yaitu The Very Best SO7- Jalan Terus; Sheila ON 7 - Pejantan Tangguh; Sheila On 7- 30 Hari Mencari Cinta; Sheila On 7- 07 Des; Sheila On 7- Kilas Balik; Sheila On 7- Self Titled; Sheila On 7- Adakah Cinta; Sheila On 7- Shepia & Sahabat Sejati; Sheila On 7- Best Of The Best; Sheila On 7- Greatest Hits; Sheila On 7- Best Collection; Sheila On 7- Super Collection; V.V.B. SO7- Taken From Album, dan yang terakhir folder The New.

Folder The New inilah yang membuat saya benar-benar terkejut. Dalam folder ini terdapat 432 gambar wanita-wanita "seksi banget" mulai dari yang sekadar bikini hingga yang benar-benar bersih.

Hal ini semestinya menjadi peluru bagi pengedar pornografi yang ingin menembak aparat kepolisian hingga kaku. Selama ini yang sering kita dengar adalah kabar aparat kepolisian yang menghancurkan berkeping-keping VCD porno. Namun MP3 porno pernahkah diperhatikan?

Bagi para aparat kepolisian, saya harap Anda tidak akan mati kaku dengan pemberitaan ini, namun justru membuat Anda semakin jeli dalam memberantas pornografi sekaligus pembajakan. Kalau Anda mati kaku dengan kabar ini, berarti Anda kalah gesit dengan seorang siswi SMA.

TEKY W.Pangkah, Tegal


Masalah Buku Paket

BEBERAPA tahun terakhir, masalah buku pelajaran menjadi persoalan bagi banyak orang, terutama bagi orang tua murid dari keluarga kurang mampu, baik di SD, SMP, maupun SMA. Masalahnya adalah, buku pelajaran harus dibeli setiap tahun oleh setiap siswa.

Meskipun siswa tersebut mempunyai kakak yang memiliki buku pelajaran dengan judul yang sama, buku itu tidak bisa diturunkan kepada sang adik. Jadi, mau tak mau harus beli buku baru dengan judul yang sama setiap tahun pelajaran baru. Artinya, buku sang kakak tidak bisa, tepatnya tidak boleh, dipakai lagi.

Sebenarnya sebuah buku yang baik bisa digunakan kapan saja dan oleh siapa saja. Masalahnya sederhana sebenarnya. Sejak satu dasawarsa terakhir, pada sebuah buku pelajaran dari tingkat SD, SMP, dan SMA, materi pelajaran dan lembaran kerja siswa (LKS) dicetak dalam satu buku.

Umpamanya, dalam sebuah buku pelajaran, setiap selesai mempelajari sebuah pokok bahasan, halaman berikutnya berisikan soal-soal yang harus diisi oleh siswa. Tentu soal-soal yang sudah diisi dalam buku ini tidak bisa digunakan oleh siswa yang lainnya. Itulah akibatnya bila materi pelajaran disatukan dengan LKS. Itu saja persoalannya.

Jika ada usaha pemerintah untuk meringankan beban masyarakat, caranya, tentulah menginstruksikan agar dipisahkan antara buku pelajaran dan buku LKS. Jika hal ini yang dilakukan, tentulah sebuah buku pelajaran (non-LKS) bisa dipakai turun-temurun, minimal atau maksimal satu periode kurikulum yang terus mengalami perubahan. Biasanya kurikulum disempurnakan terus setelah berjalan 10 tahunan.

Apakah penerbit akan dirugikan dengan cara ini? Rasanya tidak juga. Beri saja mereka kebebasan untuk menerbitkan buku LKS dengan versi mereka masing-masing. Mana yang cocok dengan kurikulum, tentulah itu yang dibeli orang. Dan guru pun mempunyai kesempatan untuk membuat LKS.

SYAIFUL PANDU Duri- Riau


Kisruh GWK Rugikan Karyawan

SAYA ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan kemelut yang menimpa manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK). Setelah pembenahan hingga perebutan aset yang dilakukan oleh pemegang PT Garuda Adhimatra Indonesia dengan mitra kerjanya hingga saat ini meninggalkan banyak permasalahan.

Satu di antaranya adalah seringnya aksi pengancaman dan teror yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan pemilik yayasan GWK. Kejadian-kejadian yang sifatnya kriminal sering kami alami, dan kami yakin hal tersebut didalangi oleh oknum pematung dengan aksi premanisme yang dilakukannya dengan tujuan menakut-nakuti karyawan serta mencari popularitas tanpa menghiraukan nasib ratusan karyawan.

Selain itu, tindakan diskriminasi yang dilakukan pemilik yayasan GWK melalui PT Garuda Adhimatra Indonesia sudah di luar jalur kewajaran. Kami tidak diperbolehkan memasuki kantor operasional, padahal kami ini jelas-jelas karyawan yang sudah lama bekerja yang kesehariannya melayani tamu-tamu, baik domestik maupun mancanegara, yang singgah menikmati sajian makanan dan minuman serta keindahan panorama Pulau Bali.

Tindakan anarkis dengan kekisruhan yang sengaja diciptakan oleh oknum pematung tersebut hingga kini seakan tiada henti. Sebenarnya kami, seluruh karyawan, menginginkan kondisi kondusif, namun hingga kini perasaan cemas, takut, dan waswas selalu mengusik pikiran kami. Kapankah kisruh itu berakhir?

Kami sangat berharap kepedulian pihak yayasan Garuda Wisnu Kencana untuk mendengar dan merasakan jeritan hati kami yang telah lama menanggung beban hidup yang sangat berat ini. Bukan perseteruan yang kami inginkan, melainkan suasana harmonis demi kelangsungan hidup yang lebih baik.

Kami yakin kekisruhan yang terjadi di Garuda Wisnu Kencana adalah ulah segelintir oknum yang berlindung di balik baju seniman patung. Permohonan kami tulus, karena kami ini pekerja yang tanpa masa depan pasti, apalagi jaminan hari tua.

IDA BAGUS WIRYANANDA Denpasar, Bali


Duka untuk Mandala

CIVITAS academica Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia turut berduka cita dan berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas musibah jatuhnya pesawat Mandala Airlines Boeing 737-200 di Bandara Polonia, Medan, Senin, 5 September 2005.

Kepada korban yang meninggal dunia, semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan mengampuni segala kekhilafannya. Kepada korban yang masih dirawat, semoga Allah SWT segera memberikan kesembuhan dan ketabahan. Dan keluarga yang ditinggalkan semoga diberi kekuatan dan ketabahan iman.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan perlindungan, kekuatan, dan ketabahan kepada kita semua. Amin.

CIVITAS ACADEMICA STIAMI


Deteksi Teroris

KASUS bom Kuningan di Jakarta terjadi pada 9 September tahun lalu. Kita harus bisa menggugah kesadaran bahwa teroris senantiasa mengancam siapa pun tanpa kecuali. Dalam kasus teror bom tersebut, nyata-nyata yang menjadi korban adalah saudara-saudara kita sebangsa, khususnya rakyat kecil.

Karena itu, seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tempo hari, yang meminta semua gubernur di Tanah Air melakukan upaya pencegahan terhadap gerakan terorisme, terutama di daerah yang rawan aksi teror ataupun daerah konflik, patut didukung. Betapa tidak, aksi teror tetap menjadi ancaman tanpa pilih-pilih korban. Karena itu, sinkronisasi dan koordinasi secara horizontal dan vertikal menjadi mutlak diperlukan. Pesan Presiden agar daerah perlu mengoptimalkan fungsi Badan Koordinasi Intelijen Daerah atau Bakorinda patut dilaksanakan oleh unsur daerah.

Kasus bom Tentena di wilayah Poso dan juga kasus bom Ambon yang memakan puluhan korban jiwa harus menyadarkan semua komponen bangsa bahwa ancaman terorisme sangat nyata. Karena itu, penanganan terorisme bukanlah porsi pemerintah pusat semata, tapi juga harus melibatkan semua unsur pemerintah di daerah.

Sinkronisasi dan kepaduan aparat di daerah dalam merespons benih-benih dan aksi terorisme patut diciptakan. Dengan demikian, akan terjadi sinergi yang positif yang membuat aparat pemerintahan daerah, kepolisian, TNI, kejaksaan, dan imigrasi di daerah bisa bekerja lebih optimal.

Di sini fungsi Bakorinda menjadi sangat vital. Konsep Bakorinda menjadi sangat relevan sebagai wadah deteksi dini bagi keberadaan terorisme. Lewat badan tersebut, kerja aparat intelijen di daerah menjadi efisien dan efektif.

Namun, bagaimanapun, yang tak kalah pentingnya dalam upaya pencegahan terorisme adalah keterlibatan semua komponen masyarakat untuk ikut serta memberikan informasi tentang berbagai masalah. Selain itu, perlu ada kewaspadaan dan perhatian khusus terhadap semua daerah, terutama daerah yang rawan ancaman terorisme dan daerah konflik.

Sinergi antara rakyat dan aparatur negara menjadi kunci utama bagi suksesnya gerakan antiterorisme. Teroris akan kesulitan menjalankan aksi kejinya jika masyarakat selalu sadar dan tanggap melaporkan orang dan kelompok yang mencurigakan kepada aparat penegak hukum.

NATHAN KERAYBendungan Hilir, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus