Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerakan Penghematan Mulai dari DPR
AKHIR-akhir ini kita sering dibuat geregetan oleh ulah wakil rakyat di parlemen. Mereka di parlemen rupanya cuma mengenal satu hal dalam soal anggaran. Bagi mereka, bicara anggaran artinya bicara pertambahan. Maka, meskipun situasi negeri dilanda krisis bahan bakar minyak dan penyakit busung lapar, anggota dewan sibuk dengan usulan kenaikan anggaran untuk menambah isi pundi-pundi.
Mereka lebih suka menganggarkan anggaran tahun depan untuk mengongkosi kegemaran jalan-jalan ke luar negeri yang dibungkus dengan judul bagus: studi banding. Anggarannya meloncat dari Rp 14 miliar tahun ini menjadi Rp 32 miliar tahun depan.
Anggota dewan yang berkompeten, dedikatif, dan mengikuti perkembangan zaman amat diperlukan bagi bangsa ini. Mereka tidak boleh menjadi orang-orang yang terkurung di gedung dewan tanpa melihat dan mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia yang lain.
Akan tetapi, anggota dewan adalah refleksi dari keinginan dan nurani rakyat. Tidak boleh terjadi, ketika rakyat sedang menangis dililit krisis, anggota DPR justru tergilagila jalan ke luar negeri dan menggelembungkan isi pundi-pundinya.
Penghematan tidak hanya kebutuhan hari ini ketika harga minyak melampaui US$ 60 per barel. Untuk seterusnya, bangsa ini harus menghemat secara luar biasa karena sedang terjadi proses pemiskinan oleh harga minyak dunia. Dengan harga sekarang, ditambah kenaikan konsumsi BBM di dalam negeri sebesar 10 persen, subsidi BBM mencapai Rp 150 triliun. Dengan subsidi sebesar itu, rakyat sudah sangat miskin. Apalagi kalau pemerintah menghapus subsidi dengan menaikkan harga BBM.
Bila ini yang terjadi, dapat dibayangkan penderitaan kita sebagai bangsa. Ancaman ini seharusnya membuat para anggota DPR lebih mawas diri untuk memelopori gerakan penghematan.
CHRISTOPER SIMANJUNTAK Lebak Bulus, Jakarta Selatan
Masyarakat Butuh Sosialisasi Pendidikan Politik
PASCAPILKADA di beberapa daerah telah diwarnai dengan aksi protes dari massa pendukung dan simpatisan pasangan calon kepala daerah yang kalah dengan meminta penundaan penetapan hasil pilkada dan diulangnya pilkada. Terjadinya unjuk rasa di berbagai daerah tersebut sudah mengarah kepada tindakan anarkis. Tindakan ini dilakukan oleh pendukung kepala daerah yang kalah dan hal ini memunculkan kelompok lain yang cenderung untuk berhadapan.
Aksi unjuk rasa yang terjadi pascapilkada yang dilakukan oleh ormas, mahasiswa, dan masyarakat antara lain terjadi di Jayapura, Gowa/SulSel, dan Sukoharjo, yang intinya menolak hasil pilkada. Sedangkan di Depok, calon Wali Kota Depok yang kalah mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi terhadap hasil penghitungan suara pilkada. Aksi kekerasan juga terjadi di KPUD Poso, yaitu pelemparan bom terhadap kantor tersebut. Bahkan di Gresik telah terjadi perusakan rumah Bupati Gresik terpilih.
Dengan banyaknya aksi unjuk rasa dan protes terhadap pelaksanaan pilkada yang dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas daerah, maka KPUD, Panwas, dan aparat keamanan perlu bersikap secara bijaksana, transparan, dan adil dengan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum serta menindak dengan tegas aksiaksi yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu esensi dari sistem demokrasi adalah menghindari kekerasan. Karena itu, perlu adanya pencegahan agar kekerasan tersebut tidak berkembang lebih jauh dan yang lebih penting adanya sosialisasi pendidikan politik agar demokrasi di Indonesia berjalan sesuai dengan harapan.
DRS. RYAN TRIKORA Jalan Kutilang Raya 20, Depok
Pendidikan yang Mahal
BIAYA pendidikan di Indonesia yang mahal membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan selain tidak bersekolah. Pikiran mereka, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja sudah susah, apalagi untuk membayar sekolah.
Untuk masuk TK atau SD, misalnya, biaya yang harus dikeluarkan Rp 500 ribu- Rp 1 juta. Masuk sekolah menengah rata-rata di atas Rp 1 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan tidak lepas dari kebijakan pemerintah menetapkan manajemen berbasis sekolah. Segala sesuatunya diserahkan kepada tiap-tiap sekolah.
Akibatnya, ungkapan yang kerap keluar dalam menilai kondisi pendidikan di Indonesia adalah yang punya uang banyaklah yang bisa menikmati jenjang pendidikan tinggi. Mengapa pemerintah tidak bisa meniru negara-negara yang menerapkan biaya pendidikan murah tapi mutunya tetap bagus?
Pendidikan berkualitas memang tidak murah. Persoalannya: siapa yang seharusnya membayar? Kewajiban pemerintah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin masyarakat bawah mendapatkan pendidikan bermutu harus dipertanyakan, walau pemerintah selalu berkilah mengalami keterbatasan dana. Kalau begitu, di mana sebenarnya tanggung jawab pemerintah?
YUNI SETYAWATI SMK Negeri 1 Kota Bekasi
Komplain Produk Aiwa
PADA 2 November 2002, saya membeli satu set home theater Aiwa seri HTDV90 di counter Agis, Pasaraya Grande, seharga Rp 3,7 juta. Sayangnya, barang itu cepat rusak. Saya memakainya hanya sampai 29 Juli 2003, atau cuma berkisar delapan bulan, karena ada kerusakan total untuk optik DVDnya.
Saya sudah membawanya ke Agis Wahid Hasyim untuk diperbaiki. Pihak Agis menyanggupi selesai sekitar tiga bulan, tepatnya pada 25 Oktober 2003. Cukup lama. Alasannya, optiknya tidak tersedia di Indonesia dan harus dipesan terlebih dulu di luar negeri.
Saya sangat kecewa karena, di samping proses perbaikannya lama, DVD saya hanya bertahan dua bulan setelah diservis karena optiknya rusak lagi. Saya mencoba memperbaikinya di Electronic City, tapi gagal. Akhirnya perangkat home theater itu saya tinggal di pusat reparasi Aiwa di Mangga Besar.
Sampai surat ini saya tulis, belum ada jawaban atas kerusakan perangkat elektronik itu. Mohon ada tanggapan dari pihak Aiwa. Kalau memang Aiwa berjualan produk bermutu dan ingin bersaing dengan kompetitor, soal suku cadang dan pelayanan pascajual mesti betul-betul diperhatikan, agar Aiwa di pasaran tidak dianggap sebagai barang murahan.
ANAS BACHTIAR Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Kampanye Hemat Energi
PENGHEMATAN merupakan langkah yang sangat tepat dan bijak saat menghadapi krisis energi. Kita perlu melihat alam sekitar. Pohon rindang mengurangi dedaunan tatkala menjelang musim kemarau. Tikus-tikus mengurangi jumlah anak ketika mengalami kesulitan makan di sekitarnya.
Untuk itu, kita sebagai manusia jangan merasa gengsi untuk meniru mereka saat menghadapi situasi dan kondisi yang mengharuskannya. Sebelum peraturan atau imbauan dimunculkan, perlu kiranya diingat apakah peraturan yang ada selama ini sudah dijalankan secara maksimal. Ambil contoh hemat energi di bidang listrik. Implikasinya luas, menyangkut hak siaran yang harus dikurangi. Apa tidak sebaiknya pemerintah menengok dulu kinerja PLN?
Sudah lama PLN mengeluh rugi. Tapi tidak pernah disebutkan secara terperinci pemborosan listrik yang terjadi di hampir semua lini. Kita melihat terjadinya pemborosan ataupun pencurian listrik di mana-mana, seperti di kantor, sekolah, pasar, masjid, dan gereja. Seharusnya diteliti dulu apakah PLN sudah aktif dalam pengontrolan dan tegas dalam penegakan peraturan. Jika tidak, PLN sendiri yang seharusnya ditindak. Lebih-lebih dalam menghadapi perayaan 17 Agustus mendatang. Berapa banyak pencurian listrik untuk keperluan menghias gapura? Cegah itu semua.
Orang awam tidak banyak tahu tentang pencurian listrik. Yang tahu adalah polisi listrik (petugas PLN) dan pencurinya sendiri. Polisi PLN juga harus rajin mendata penyelewengan pemakaian listrik setiap hari. Berikan kewenangan kepadanya untuk mencabut izin pemakaian listrik bagi yang melanggar ketentuan.
Singkatnya, PLN harus dibenahi dulu sebelum membuat ketentuan baru. Sebab, sekali peraturan tidak dipatuhi, kredibilitas pemerintah bisa merosot di mata masyarakat.
IR. IFRAD SUKANTO Harapan Mulia, Jakarta Pusat
Rakyat Aceh Dambakan Kedamaian
HASIL perundingan RI-GAM di Helsinki disambut sukacita. Rakyat Aceh telah lama merindukan perdamaian. Karena itu, semua pihak harus mendukung dan memelihara momentum damai ini bisa menjadi kenyataan. Rakyat Aceh menaruh harapan besar bahwa benang yang terpintal tidak kembali kusut, dan terpintal terus menjadi sebuah ”kain perdamaian” yang akan menyelimuti seluruh rakyat yang hidup di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Hal penting yang menjadi perhatian dalam kesepakatan antara pihak pemerintah RI dan gerakan separatis Aceh Merdeka yaitu partai lokal, gencatan senjata, pemulihan hak-hak politik anggota GAM yang membawa implikasi pada perubahan undang-undang. Pemerintah tidak bisa memutuskan sesuatu yang substansial, tanpa partisipasi publik yang representasinya pada DPR.
Terkait dengan wacana pembentukan partai lokal yang diusulkan kelompok separatis GAM di NAD, perlu dicermati dan dipelajari bentuk partai lokal yang disebutkan itu. Terus terang kita belum mengetahui bentuk partai lokal yang diusulkan GAM. Jika undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak memberi peluang berdirinya partai lokal, juga harus diikuti semua pihak. Kita hanya bisa mengikuti apa yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan dalam Qanun (Perda) di NAD tidak disebutkan adanya pembentukan partai lokal.
Hasil perundingan RI-GAM merupakan kesempatan mengakhiri konflik bersenjata di Tanah Rencong yang berlangsung lebih dari dua dekade. Hasil ini merupakan momentum yang harus dimanfaatkan kedua belah pihak untuk menunjukkan kepada rakyat Aceh bahwa, dalam perundingan di Helsinki tersebut, RI-GAM berusaha menciptakan kondisi damai.
Masyarakat Aceh kini mendambakan hidup dalam kondisi damai, dan perdamaian yang diinginkan warga Aceh adalah secara hakiki. Yang paling penting dan dibutuhkan masyarakat Aceh adalah terhentinya konflik bersenjata, dan penduduk juga menginginkan perdamaian yang permanen.
ERWIN GUNAWAN Villa kebun Raya, Bogor
Tak Berani Berantas Pornografi?
BEGITU diangkat menjadi Kepala Polri, Jenderal Sutanto langsung membuat gebrakan aksi memberantas perjudian. Selain judi, perkara buruk lain yang diincar untuk diberangus yaitu perdagangan kayu ilegal, korupsi, dan narkoba.
Sebenarnya ada masalah yang tak kalah penting, yaitu pornografi. Kepala Polri tampaknya belum memprioritaskan masalah pornografi. Padahal dampak negatifnya luar biasa, salah satunya merusak generasi muda.
Seingat saya, sudah beberapa kali ganti pemimpin Polri, perdagangan VCD porno di Glodok tetap saja marak. Agar tidak menyesal di kemudian hari, tolong Kepala Polri turun langsung melihat bagaimana mencoloknya perdagangan VCD porno.
Saya akan menyampaikan rasa salut kepada Kepala Polri dan sekaligus bangga bila aparat mampu memberantas perdagangan VCD porno di kawasan Glodok, sebagaimana gencarnya pemberantasan judi, narkoba, dan korupsi.
AMINASARI Kampung Tengah, Jakarta Timu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo