TAHUN ini tahun kuda, tapi bagi Jepang dapat merupakan "tahun
naga" lagi. Tatsu, sang naga yang bersembunyi di kedalaman
samudera--begitu menurut mitologi Cina yang diekspor ke Jepang -
pertengahan Januari lalu kembali mgeliat sambil mengibaskan
ekornya. Januari lalu, gempa tektonis kembali menggetarkan
Jazirah Izu di tenggara Tokyo, kawasan Tokyo serta kota Kauazu
di Jepang tengah. Didahului getaran-getaran lemah, sentakan
kulit bumi berkekuatan 7 skala Richter terjadi Sabtu petang, 14
Januari.
Akibatnya tebing di pinggir jalan raya runtub menimpa atap baja
pelindung jalan kereta api Isu Kyuko di kota Higashi-Izu di
tenggara Tokyo. Daerah itu memang sudah diperhitungkan sebagai
daerah rawan, makanya jalan kereta api itu dilindungi. Namun
rumah penduduk di pinggir jalan raya banyak yang kena runtuhan
tanah dan batu padas. Sebuab buldoser dan mobil sodok dikerahkan
untuk membebaskan rumah-rumah. dari reruntuhan tebing itu.
Juga jalan raya di kota yang terkenal lantaran sumber air
panasnya itu retak-retak, dan harus ditambal kembali.
Seluruhnya, menurut laporan polisi ada 11 orang tewas, 15 belum
ditemukan sampai 15 Januari lalu dan 14 orang cedera. Tapi angka
jumlah korban itu melonjak lagi ketika pasukan 'bela-diri'
Jepang -- resminya Jepang tak punya angkatan
bersenjata--menemukan bus yang tertimpa longsoran tebing di
hawazu, Jepang Tengah. Setelah tentara berbasil membebaskan bus
yang sudah penyok itu dari timbunan tanah dan batu, jumlah
korban nyawa seluruhnya melonjak sampai 21 nyawa, dengan 111
orang cedera.
Ahli-ahli gempa Jepang menduga, episentrum gempa itu berada di
lautan Pasifik, sekitar 125 km tenggara Tokyo dekat pulau Oshima
di lepas pantai semenanjung Izu. Buat para ahli, malapetqka 14
- 15 Januari di Jepang itu bukan barang baru. Sebab Jepang
memang langganan gempa bumi, gelombang pasang (tsunami) dan
letusan gunung berapi. Korban yang pernah tercatat lantaran
gempa bumi selama abad ini, nomor 2 di dunia setelah Tiongkok.
Gempa 1923 misalnya, 143 ribu nyawa melayang di Jepang.
Mirip dengan kejadian akhir Minggu pertengahan Januari itu,
adalah gempa yang melanda Nigata 16 Juni 1964. Ketika itu, 500
penumpang terjebak dalam 4 gerbong kereta api yang masih sempat
direm pada waktunya. Mereka terpaksa bermalam di gerbong meski
tak ada pembajakan, Tapi untunglah semuanya selamat. Hanya saja,
rel kereta api ada yang putus atau meliuk-liuk seolah-olah
terbuat dari plastik. Sementara jalan raya di Nigata retak dan
terbuka siap menelan ratusan jasad manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini