Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dicari: Donatur Dan Pekerja Yang ...

Regu bridge indonesia, baik putra maupun putri, kalah di kejuaraan timur jauh. prestasi bridge indonesia kini mengecewakan karena kurangnya pembinaan. perlu biaya dan perencanaan yang sistematis.

4 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ronde pertama, regu puteri Indonesia mencatat kemenangan 4,86 VP lawan Thailand. Di ronde kedua lawan India pun menang dengan 5,1VP. Pada ronde ketiga melawan Singapura, dengan telak menang 8-0. Ketiga ronde ini dimenangkan secara santai oleh pemain-pemian Ny. Upik Rasyad/Ny. Nette Suparto, Ny. Els Tobing/Ny. Mari Laya dan Ny. Joan Syarif/Ny. Wibowo dengan NPC Fred Amein. Permulaan yang menarik ini memang menggembirakan. Tapi begitu saya meneliti strategi perang Amein, muncul juga kekecutan. Arneln sudah memasang line-up sehari sebelumnya. Strategi ini mengingatkan saya akan Yan Raturandang yang pernah jadi NPC di Manila dan Bangkok. Dan saya menduga, pesimisme akan meraja. Mengapa tidak? Dalam taktik perang, medan diukur oleh banyak faktor. Yang pokok ialah prajurit yang maju ke garis depan mustilah prajurit yang kondisi fisik dan mentalnya pada saat itu musti prima. Demikianlah pada ronde keempat line-up Ameln menurunkan Upik/Nette dan Els/Mari. Setengah ronde pertama babak kedua Els/Mari diistirahatkan untuk diganti dengan Joan/Indra. Di setengah ronde pertama regu puteri ini menang dengan belasan Imp yang secara akumulatif dapat ditebak bahwa kans memenangkan ronde ini besar sekali. Akan tetapi begitu pergantian pemain berlangsung sesuai dengan line-up tanpa adanya kontrol fisik dan mental tadi oleh NPC, maka akhirnya regu ini menelan pil pahit. Akibatnya memang fatal. Berturut-turut regu puteri ini dikalahkan telak 0-8 oleh Selandia Baru, Pilipina dan Taiwan. Di ronde kedelapan pun kalah 5,91-2,09 dari Australia. Tiada lain, lantaran para pemain bertahan pada kondisi santai dan cukup puas duduk di urutan ketujuh setelah Australia, Pilipina, Thailand, Taiwan, Selandia Baru, dan India. Di urutan buncit Singapura dan Jepang. Suami Sakit Sebelum menuju Kejuaraan Timur Jauh Manila itu, PB Gabsi sudah memikirkan suatu cara lain dalam membentuk regu puteri nasional. Mengingat kekalahan yang dialami di Bangkok dan Auckland. Persoalan pokok untuk menanggulanginya ialah soal partnership dan soal tiga pasangan yang ampuh. Di Bangkok gagal karena partnership, sedangkan di Auckland disebabkan oleh pasangan ketiga yang pincang. Selain itu faktor NPC. Untuk tujuan ini maka khusus untuk pasangan wanita diselenggarakan semacam pusat latihan. Proyek ini akhirnya gagal karena disiplin para pemain agak kurang di samping soal pembiayaan. Lalu PB Gabsi menyerahkan pembentukan ini kepada Institut Bridge Jakarta tanpa diberitahu strategi yang pernah difikirkan PB Cabsi. Institut dengan bekal apa adanya lantas melaksanakan semacam invitasi. Muncul 4 pasangan, tiga di antaranya memenuhi syarat objektif. Sedangkan yang satu pasang merupakan pasangan baru yang secara individuil masih belum meyakinkan. Tapi beruntung, pasangan yang diragukan ini mengundurkan diri karena salah seorang di antaranya tak bisa turut, berhubung suaminya sedang sakit. Tampaknya memang tidak ada problim. Begitu pembentukan ini masuk ke PB Gabsi dengan perkiraan tiga pasangandi atas, maka dua klub bridge wanita Jakarta melakukan semacam protes. Protes ini berikut saran, agar pasangan yang sebenarnya sudah kwalified dipecah lagi menjadi pasangan lain. Tentu saja jadi ricuh. Ketiga pasangan yang ditampilkan secara objektif sudah merupakan tiga pasangan yang terkuat yang ada di Indonesia. Jika salah satu di antaranya dipecah, maka kenyataan Auckland di tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya pasti terulang lagi. Oleh sebab itu, ketika itu saya menyimpulkan bila saran kedua klub wanita itu diterima, kans untuk menang pun sudah tiada. Akhirnya PB Gabsi memutuskan seperti yang diusulkan oleh Institut Bridge Jakarta dan sekaligus menunjuk Fri Amein sebagai NPC. Namun, kriteria kuat tidaknya mereka di Kejuaraan Timur Jauh masih perlu dipertanyakan. Mereka merupakan pemain terbaik yang tidak pernah menatar diri untuk lebih baik lagi. Sedangkan peserta negara lain sudah jauh lebih maju. Karena itu, bila akhirnya mereka jauh di bawah ranking pertama, sebenarnya kita tak perlu kecewa. Tanpa Sarana Berbeda dengan regu puteri, maka pembinaan regu putera lebih serius dan lebih efektif. Bila dalam tim puteri selain faktor fisik dan mental, masih nyangkut juga soal tehnis dan strategi permainan. Pada regu putera, masalahnya hanya soal mental tok. Beberapa pengamat bridge, baik yang jago tehnis maupun yang punya kebolehan dalam strategi menggambarkan bahwa kini sudah saatnya untuk difikirkan bagaimana membina.regu-regu Indonesia ke luarnegeri. Dan sesungguhnya, faktor pembinaan ini merupakan faktor nomor satu yang harus diselesaikan. Opini publik cenderung kecewa atas prestasi olahraga bridge di tiga tahun belakangan ini. Ini bukan lantara soal Manoppo, akan tetapi soal tak berhasilnya lagi kita menang. Jika tak berhasil menang, publik juga berpendapat bahwa ada hal-hal yang tak beres di dalam organisasi bridge. terutama soal pembinaan ini. Amran Zamzami pernah berkata pada saya, bahwa masyarakat menuntut kita terlalu banyak. Demikian juga pemerintah minta terlalu banyak. Akan tetapi, apakah bantuan pemerintah pada olahraga bridge ini? Mereka tidak menyiapkan sarana pembinaan. Jika ada pembinaan, sifatnya individuil dan oleh kalangan bridge sendiri. Itu pun terbatas. Memang jalan logika demikian masuk di akal. Dulu, Gubernur Ali Sadikin masih berani memberikan bantuan baik moril apalagi materiil, sehingga dunia bridge Indonesia didorong untuk maju. Tapi tahun ini, tak satu sen pun bantuan dari DKI Jaya. Pantaskah warga DKI menuntut lebih banyak dari apa yang ada? Faktor pembinaan memang sudah seharusnya. Untuk ini perlu biaya dan pelaksanaan yang sistimatis. Soalnya, siapakah donatur dan pekerja yang rela berkorban habis untuk ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus