SEJAK kudeta bulan Oktober 1976 yang menggulingkan pemerintahan
demokrasi parlementer PM Seni Pramoj, pada hakekatnya ada dua
pusat kekuasaan di Muangthai. Pusat kekuasaan pertama bersimbol
pada Raja Bhumipol, yang peranan politiknya bertambah besar.
Yang kedua berpusat pada Angkatan Darat negara tersebut.
Sejak tergulingnya rqim Thanom Kittikachorn-Praphas pada tanun
1973, peranan politik Raja sudah jauh lebih besar daripada
sebelumnya. Boleh dikatakan, faktor Raja sudah menjadi
stabilisator bagi pergantian kekuasaan yang terjadi setelah itu.
Paling Senior
Terjadinya peningkatan peranan politik Raja ini merupakan akibat
wajar dari perkembangan selama duapuluh tahun terakhir. Pada
masa pemerintahan Sarit Thanarat-lah, 1957 sampai 1963,
dasardasar yang kuat untuk peranan Raja diletakkan secara
politis. Sarit telah dengan sukses meletakkan Raja dalam konteks
penghargaan dan kesetiaan rakyat Muangthai secara tradisionil.
Pada masa itulah Raja mulai aktif melakukan kunjungan ke luar
negeri dan ke daerah-daerah. Aktifitas ini berlangsung terus
pada masa pemerintahan Thanom Kittikachorn-Praphas dalam
tallun-tahun 1964 sampai 1973.
Ketika rejim Thanom-Praphas terguling, Raja sudah berada dalam
posisi yang kuat secara politis. Lagipula, beliau termasuk
perwira paling senior yang sudah biasa dengan soal-soal politik,
walaupun dalam UUD peranan politik Raja sangatlah terbatas dan
seremonial sifatnya. Dalam periode meningkatnya peranan politik
Raja, Muangthai juga mengalami perkembangan ekonomi yang pesat,
terutama pada tahun 1960-an. Dengan demikfan Raja di mata
rakyat juga menjadi lambang keberkahan dan kemakmuran masa itu.
Dalam percaturan politik, Raja menjadi pusat bergantungnya
kekuatan sosial politik yang sebelum kudta tahun 1973 agak
tersisih. Ke dalam kelompok ini dapat disebut misalnya
unsur-unsur Angkatan Laut, yang sejak gagalnya kudeta mereka
tahun 1951 praktis tidak memainkan peranan politik lagi. Bahkan
jabatan utama Angkatan Laut dan Angkatan Udara lazimnya diisi
oleh perwira-perwira Angkatan Darat. Laksamana Sngad--yang
dalam kudeta Oktober 1976 dan Oktober 1977 selalu membaca
maklumat resmi pengambilan kekuasaan--adalah perwira Angkatan
Laut yang dianggap dekat dengan Raja. Demikian juga politisi
sipil-teknokrat seperti bekas Perdana Menteri Thanin.
Bersatu Lagi
Bolehlah dikatakan, naiknya Thanin sebagai Perdana Menteri
menunjukkan restu Raja atas kudeta bulan Oktober 1976.
Bertahannya Thanin selama satu tahun bukanlah disebabkan karena
kuat serta populernya pemerintahannya, tapi terutama karena
masih pecah dan belum sepakatnya Angkatan Darat tentang siapa
yang menjadi pimpinan mereka dalam pemerintahan. Angkatan Darat
masih terpecah ke dalam kelompok Thanom-Praphas serta kelompok
Kris Sivara almarhum.
Titiktolak bagi persatuan Angkatan Darat terjadi pada bulan
Maret 1977 dengan percobaan kudeta yang gagal dari Jenderal
Chalard Hiranyasiri, yang kemudian dihukum mati. Salah satu
hasil kudeta gagal itu adalah pembunuhan atas diri Jenderal Arun
Thavatasin, komandan divisi I dekat Bangkok dan tokoh Angkatan
Darat yang dekat dengan Raja.
Sejak itu, peranan Jenderal Kriangsak Chammanand menjadi sangat
menonjol sebagai calon tunggal untuk kepemimpinan politik dari
Angkatan Darat. Tidaklah mengejutkan jika Jenderal Kriangsak
menjadi Perdana Menteri segera setelah kudeta Oktober 1977 yang
lalu. Dengan kudeta itu UUD juga dirobah yang memberikan peranan
politik lebih besar kepada Raja daripada UUD sebelumnya. Dengan
demikian, basis untuk stabilitas politik Muangthai sekarang
adalah konsensus di kalangan Angkatan Darat terhadap
kepemimpinan Jenderal Kriangsak serta peranan politik Raja
sebagai tempat bersandar bagi kekuatan-kekuatan politik di luar
Angkatan Darat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini